Bunda Brina, Indira merasa jadi yang paling berdosa setelah melihat putri sambungnya yang terbaring lemah dan belum juga dipindah dari ruang perawatan intensif. Bahkan ia tak sanggup untuk menemui putrinya langsung di kamar perawatannya. Syakira, putri kandungnya, merasa kalau sang ibu memang harus bertemu dengan kakaknya.
"Ibun takut, Kira ... Ibun ingat seseorang kalau lihat kak Brina yang seperti itu."
"Ibu, kan? Ibu kandung kakak Brina?"
"Kira sayang, jangan paksa ibun. Ibun juga bisa sakit nanti kalau dipaksa seperti itu. Sini, main aja sama abang." Sehan mengajak Syakira menjauh dari sang bunda.
Soka yang melihat Syakira langsung akrab dengan Sehan tentu takjub. Ia masih menyimpan tanya karena keanehan yang terjadi. Akan tetapi, tentu, Soka tak mungkin menanyakannya langsung di depan bundanya. Soka mengalihkan perhatiannya dengan menghampiri Sadam yang baru saja keluar dari ruang perawatan Brina.
"Kalau udah ada konfirmasi ruang VIP kosong, Brina udah bisa dipindah. Meskipun begitu, jangan langsung banyak yang jenguk di dalam. Gantian maksimal dua orang, kata dokternya." Sadam menjelaskan.
"Kakak sebenarnya sakit apa?" Arbani yang kini bertanya.
"Ada masalah di jantungnya. Dokter udah bilang kalau itu memang bawaan lahir dan faktor keturunan. Waktu penanganan pertama kemarin, Brina sendiri juga hampir gagal jantung." Jawab Sadam. "Semalam dia juga batuk darah karena bekas ventilatornya. Tapi sekarang dia baik-baik aja. Ya meskipun ada alergi juga yang seakan memperparah keadaannya kemarin."
Sehan kembali setelah Syakira mengeluh lelah. Adik kecilnya itu kini duduk diam dengan meminum jus jambu. Sehan mendekat pada Sadam untuk bertanya apakah ia diizinkan menjenguk Brina di dalam. Sadam tentu mengangguk.
Sehan akhirnya masuk ke dalam ruang perawatan Brina. Senyum merekah di wajah Brina ketika melihat adiknya itu akhirnya menjenguknya ke dalam. Brina sedikit mengurangi bicaranya karena masalah pada kerongkongannya.
"Kak, maaf aku baru ke sini." Sehan terdengar begitu bersalah. "Kakak udah lebih baik dari yang semalam, kan?"
Brina tentu mengangguk meresponsnya. "Kenapa?" tanyanya begitu pelan.
"Itu ... aku jadi merasa bersalah karena membuat kakak dan Soka sedikit terkejut. Aku bisa merasakan kalau aku yang menyebabkan demam kakak semakin parah." Sehan tertunduk.
Brina tersenyum. Ia mengusap punggung tangan Sehan. Ia menggeleng perlahan menyangkal ucapan adiknya itu. Brina dengan susah payah menjelaskan kalau ini memang risiko menjadi keturunan penyintas penyakit jantung. Ia juga punya kemungkinan yang sangat besar untuk mengalami hal yang sama.
"Kak," panggil Sehan yang membuat Brina kembali terdiam. "Jangan paksain dulu, nanti kakak batuk lagi."
"Bani sama Soka mana?" Brina mencari dua adiknya yang lain.
"Syakira enggak ikutan dicari?"
"Dia masih terlalu kecil buat masuk ke ruangan ini ... uhuk ..." Brina dengan sigap mengambil tisu di sampingnya untuk menutupi mulutnya ketika batuk. Ia lega karena batuknya kini tak disertai dengan darah. Namun dadanya terasa sakit dan jantungnya berdebar kencang lagi.
"Kak ..." Sehan menyadari Brina kembali lemas. Dengan spontan ia meraih tombol pemanggil tenaga medis.
Tangan Brina menggenggam erat tangan Sehan agar tak pergi sampai dokter tiba. Ia ingin sedikit lebih lama ditemani adik angkatnya itu. Perlahan kesadarannya terenggut dengan posisi tangan yang masih sama.
Tim dokter pun datang dan meminta Sehan untuk sedikit mundur. Brina mendapat penanganan yang terbaik. Sekali lagi, nyawa Brina tertolong.
"Aku minta maaf ..." Sehan tertunduk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cat Lucks
FantasyKucing hitam membawa sial? Itu hanya Mitos. Kedatangan kucing hitam di kehidupan Brina dan adiknya mengubah semuanya menjadi lebih berwarna. Banyak kejutan yang dua kucing itu hadirkan di tengah sunyinya rumah kecil itu. Menghadirkan banyak cinta da...