Tell the Truth

41 4 1
                                    

Sadam benar-benar masih harus mencerna semua yang ia dengar. Ia masih tak percaya saat Arbani dan Sehan mengatakan sesuatu tentangnya yang mungkin hanya bisa dilihat Hani dan Bani ketika Brina sakit kala itu. Ia bingung ketika Arbani dan Sehan membubuhkan "wujud kucing" dalam setiap penjelasan mereka. 

"Tapi beneran aku mau nanya, kemana kucing kamu yang bulunya lebat itu dan ..." 

"Yang Kak Brina bilang tukang ngomel? Itu aku." Sehan menyambar.

"Terus ... Berarti kucing yang bulunya lebat itu ..." Sadam menunjuk Arbani ragu. Yang ditunjuk dengan bangganya mengibaskan rambut gondrongnya.

"With that clue, kamu tahu kan mereka adalah ... Mereka?" Brina memastikan Sadam akhirnya paham.

Sadam akhirnya menanyakan bagaimana mereka bisa sampai ada di sini. Dari mana asal mereka. 

"Kami pun tak yakin dengan bagaimana kami bisa ada di sini dan hidup dengan lingkungan asing. Kami memang berpindah-pindah pemilik, tapi kami ingat kami berada di sekitar sini sudah cukup lama. Oleh karena itu kami paham Bahasa Indonesia. Meskipun asal kami berdua sama sama dari negeri gingseng kalau kata orang ... " Sehan menjelaskan.

"Dan keluarga Brina adalah satu-satunya keluarga yang tahu wujud manusia kalian selain keluarga asli kalian di sana?" Sadam kembali penasaran.

"Iya, kami pun masih mencari kenapa bisa seperti itu ..." Arbani yang kini mengambil alih. 

Sadam akhirnya mengalihkan pembicaraan dengan alasan makanan yang mereka beli bisa berubah rasa jadi tak begitu enak. Es yang dibawa pun sudah sedikit mencair akibat obrolan mereka yang sedikit membuat Sadam pening. Soka yang merasakan harinya dirayakan menjadi yang paling bahagia ketika mulai menyantap chicken wings yang dibeli Sadam.

"Aku bener-bener ngerasa kelaparan selama ujian tadi. Snack cuma boleh dimakan waktu di ruang transit ... Ah aku sangat tersiksa mana snacknya bener-bener makanan ringan, ekstrudat." Soka mengeluh. "Haus banget juga, untung boleh bawa botol minum dari paket snacknya. Tapi tetep aja kurang," ucapnya setelah menuang soda ke gelas dan meminumnya. 

Sadam melihat Sehan dan Arbani diam tak mengambil satu buah pun kentang maupun chicken wings. Sadam mempersilakan mereka untuk makan bersama. Dengan ragu Arbani maju duluan untuk mengambil sepotong kentang goreng. Sadam akhirnya menyodorkan satu sak kecil yang masih utuh untuk Arbani. Sadam melihat kalau Arbani makan dengan lambat, sama seperti kucing Bani. 

Sehan sendiri mengambil chicken wings dan mengambil saus tomat untuk bahan cocolannya. Soka dengan jahil mencelupkan chicken wings milik Sehan ke saus pedas saat Sehan tak menyadarinya. Sehan melahapnya tanpa melihat ulang dan berakhir panik mencari air minum. Soka tertawa geli ketika melihat wajah Sehan yang berubah merah. 

"Udah tau aku enggak bisa makan pedes ... Soka ..." Sehan memarahi Soka setelah minum segelas besar air.

"Soka, kasihan itu kakak kamu. Jahil banget jadi anak." Sadam menyodorkan air minum lagi ke Sehan.

"eh aku mau ayamnya juga ... jangan habisin dulu." Arbani menunjuk isi ember chicken wings yang memang semakin menipis. Sehan mengambil bucket itu dan membiarkan Arbani mengambil sepotong sayap ayam.

"Bani? Kamu sakit? Kamu makannya dikit banget, pelan lagi." Brina yang kini khawatir. 

"Enggak ... " Arbani mencoba melahap sayap ayam.

"Dia emang slow eater, sayang. Aku pernah lihat dia makan dry food aja lama banget." Sadam yang menjawab. 

"Tuh, kak Sadam aja udah hapal sama kita." Sehan terdengar senang. 

Brina tersenyum dengan menaikkan ujung sebelah bibirnya. Ia terus melihat ke arah Arbani yang memang begitu pelan mengunyah makanannya. Bahkan ketika mengambil kentang goreng, Arbani masih mengigitnya dengan gigitan-gigitan kecil. Satu kentang goreng panjang baru habis setelah tiga hingga lima gigitan. 

"Kak Brina, udah?" Sehan melihat Brina tak lagi mengambil satu potong makanan.

"Udah kenyang, aku ke studio bentar ya ... " 

Melihat Brina melangkah menjauh, Sadam memberi kode kepada tiga adik laki-lakinya. Sadam khawatir jika terjadi sesuatu pada Brina selama berada di dalam studio seninya sendiri. Soka sedikit menenangkan Sadam dengan memberitahu kalau Brina sudah biasa berada di dalam studio dan tertidur di sana. Soka menjamin ada alas tidur yang layak dan bantal juga di dalam sana setelah kejadian beberapa waktu lalu yang malah membuat Brina demam berhari-hari.

"Aku tahu penyebab kakak kalian kayak gitu, kakak kalian enggak tidur beberapa hari berturut-turut, kopi racikan sendiri juga enggak berhenti karena itu. Kena yang enggak bener dikit, entah dari makanan atau lingkungannya, langsung ambruk." Sadam menjelaskan.

"Kak, terima kasih ya sudah sedikit memaksa kakakku untuk periksa keadaannya. Aku sendiri takut Kak Brina harus dirawat intensif di rumah sakit jika kak Sadam tidak segera memaksanya." Soka sedikit menunduk ketika mengatakannya.

"Dengan senang hati, sudah jadi tugasku, kan? Oh ya ... aku ingin segera bertemu dengan ayah kalian. Guna melamar kakakmu itu." Sadam sedikit memohon.

"Ah ... untuk itu ..."

"Ada apa?" tanya Sadam karena nada bicara Soka yang sangat ragu.

"Kami berdua pun tak terlalu dekat dengan ayah kami ... sesekali memang kami bertemu ... tapi ..." Soka ragu melanjutkan kata-katanya.

Sadam tersenyum. Ia malah menemukan cara lain untuk menemui ayah dari kekasihnya itu. Toh, Sadam tahu kalau ayah calon istrinya ini sering mampir ke kafenya.

Sadam pamit ke ketiga adik Brina. Ia harus segera pulang karena hari semakin malam. Sadam meminta izin untuk mengintip studio Brina. Ia hanya ingin tahu apa yang tengah Brina lakukan atau apa yang terjadi dengan Brina. Sadam tersenyum ketika tahu Brina masih menggoreskan kuasnya di atas kanvas. Sadam mengetuk pintu untuk berpamitan. Brina tersenyum dan keluar sebentar untuk mengantar kekasihnya itu keluar dari rumah.

***
"Oh ... selamat datang di Storyline Cafe, ada yang bisa saya bantu?" Sadam menyambut langsung pengunjung yang masuk ke area kafenya.

"Sabrina sedang tidak bertugas lagi, ya?" tanya pengunjung itu.

"Sabrina sedang libur hari ini karena bimbingan di kampus dan persiapan pameran akhir. Besok dia masuk untuk shift siang, paruh waktu." Sadam menjelaskan dengan ramah. "Ayahnya Sabrina, benar? Saya ingin bicara sebentar, ini mengenai putri anda juga." Sadam agak ragu dalam menebak.

"Benar sekali. Ada apa ya?" Ayah Brina penasaran.

"Tolong buatkan hot americano, less sugar dan bawakan aku clear glaze donut serta butter croissant masing-masing dua." Sadam berteriak pada petugas dapur.

Sadam mempersilakan ayah Brina duduk. Ia dengan sangat antusias ingin mengajak calon mertuanya ini mengobrol empat mata. Seperti dibukakan jalan menuju jodohnya, Ayah Brina pun menanggapi ajakan Sadam dengan santai. Beliau bahkan mengecap bahwa obrolan ini sebagai obrolan pria dewasa.

"Perkenalkan, saya Sadam Putra Garuda, saya kekasih Brina sekaligus bosnya di kafe ini. Sebenarnya saya adalah pengagumnya sejak masih di bangku SMA dulu. Jujur saja, berbagai cara saya lakukan demi kerap bertemu dengan Brina.  Sampai akhirnya Brina ikut pelatihan meracik kopi dan masuk ke kafe ini sebagai salah satu pegawai perintis kafe ini." Sadam memperkenalkan dirinya.

Ayah Brina tersenyum. 

"Jadi, kamu adalah salah satu alasan Brina bisa kembali terlihat bahagia?"

"Bukan saya, dia kembali bahagia karena bertemu dengan kecintaannya di sini. Kopi dan kue atau roti. Dia sangat suka memanggang roti dan meracik kopi." Sadam menjelaskannya dengan bangga. "Saya hanya datang untuk berusaha melengkapi kebahagiaannya. Untuk itulah saya perlu bicara dengan anda," tambahnya.

Ayah Brina tersenyum semakin lebar.

"Tapi ... mohon maaf sebelumnya, apa hubungan paman dengan anak-anak ... kurang baik?" Sadam ingin mencari tahu.

"Ah, soal itu ... sepertinya memang iya. Hubungan kami kurang baik semenjak saya memutuskan untuk menikah kembali. Saya sedang berusaha untuk membangun kembali hubungan baik itu, tapi rasanya saya selalu kurang beruntung karena jarang bisa bertemu dengannya ketika berkunjung ke sini." Ayah Brina menjawabnya.

Sadam menanggapinya dengan senyum lebar. Ia menyarankan untuk ayah Brina datang kembali esok hari ketika jam makan siang. Sadam menjamin kalau mereka akan bertemu  nantinya.

Cat LucksTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang