Ragu

43 5 0
                                    

Surat pengajuan bimbingan Tugas Akhir sudah ada di tangan Brina per-hari ini. Sebenarnya ada niat Brina untuk mengundurkan diri dari pekerjaannya karena ingin fokus menyelesaikannya dengan cepat. Namun, ia bingung karena ia juga tak ingin bergantung pada tabungan yang diisi setiap bulannya oleh sang ayah yang tinggal dengan keluarga barunya. Satu-satunya yang bisa ia andalkan saat ini hanyalah pekerjaannya sebagai barista sekaligus kasir kafe milik Sadam. Ia lantas ingin membicarakan hal ini dengan sang bos, Sadam, saat shiftnya hari itu sudah selesai.

"Kamu yakin mau keluar? Kamu harus nge-training minimal dua karyawan sebelum kamu beneran pergi. Kan kamu yang pegang secret recipe menu andalan kita. Belum lagi kamu udah banyak dikenal pelanggan kita, enggak sedikit yang datang balik ke kafe ini karena kamu, by the way." Sadam memberi masukan.

Brina mengulum bibirnya. Tenaganya bahkan akan lebih terkuras jika ia harus melatih karyawan baru.

"Aku juga tahu ini satu-satunya sumber keuangan kamu. Kalau kamu ambil kerjaan lain yang malah jelas mecah fokus kamu, TA kamu malah enggak selesai," lanjut Sadam.

"Baiknya gimana ya kak?" Brina benar-benar bingung.

"Karena aku juga pernah berjuang kayak kamu, bahkan rasanya aku enggak mau itu kejadian sama karyawan-karyawan aku yang jelas mahasiswa part-timer, aku selalu ngasih keringanan shift kalian selama masa kejar TA itu sebisa kamu aja. Kalau kamu mau ngerjain TA di kafe pun juga aku fasilitasi. Kalau butuh bantuan, jangan sungkan bertanya." Sadam tersenyum setelahnya.

Brina pulang dengan senyum cerah. Ia mendapat ide untuk memulai tugas akhirnya. Karena ia berkuliah di jurusan seni, ia harus membuat proposal dan sketsa pameran terlebih dulu. Ia berniat untuk membuat pameran bertema kopi, karena kecintaannya pada minuman yang berasal dari biji buah yang terasa pahit itu. 

begitu tiba di rumah, seperti biasa Brina disambut oleh dua kucing kesayangannya yang mendusal manja di kakinya dan melompat-lompat meminta snack. 

"Kenapa kalian manja sekali? Kalian lapar ya?" Brina akhirnya menuang dry food ke mangkuk mereka. 

"Aku masuk ke kamar dulu, okay? Jangan pup sembarangan!" Brina mengelus tubuh dua kucing itu sebelum melangkah ke dalam kamarnya. 

Brina mengganti pakaiannya dan membuka laptop miliknya. Ia ingin mengerjakan tugas akhirnya dengan perencanaan awal. Brina harus membuat proposal dan juga sketsa untuk pameran impiannya sesegera mungkin. Tema yang cukup rumit ini tentu akan membuatnya kesulitan jika tak cepat dikonsultasikan.

Ia ingin membuat pameran bertema kopi dengan lukisan dan segala karya yang bisa berhubungan dengan kopi. Ia kembali turun dan menyeduh kopi bubuk yang ia bawa pulang dari kafe Sadam. Ia selalu mendapat bagian biji kopi yang digiling sendiri. Brina dengan telaten membuat americano manis dengan mesin penyeduh. 

Brina mengambil beberapa butir es batu dari dalam cetakan yang ia simpan di freezer. Iced sweet americano siap menemaninya mengerjakan persiapan tugas akhirnya. Ia berusaha fokus dengan laptopnya dan merancang kata-kata pengajuan yang menarik pembimbingnya nanti. 

Ia mendapat pesan singkat dari sang dosen pembimbing. Brina dengan antusias membalasnya jika ia ingin membuat sebuah pameran dengan tema kopi. Ternyata, dosen pembimbing itu tak kalah antusiasnya. Bimbingan tatap muka pertama akan langsung dilaksanakan esok hari. Brina diminta untuk menyiapkan narasi pendek dan juga sebuah lukisan sederhana sketsa dari garis besar pamerannya nanti.

"Tapi, bukankah terlalu cepat jika ini disetujui juga? Apa aku harus menyiapkan rencana cadangan yang lainnya?" Brina tertunduk dan malah menangis.

"Miaw"

Suara itu membuat Brina agak terkejut. Brina melihat ke bawah kursinya dan melihat Hani, kucing hitam ber-eartip yang memiliki tatapan tajam.  Brina menepuk pahanya dan Hani melompat naik ke pangkuannya. Hani berusaha memanjat dan mengusak di leher Brina.

Cat LucksTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang