3. [ Alvert ]

17.5K 1.9K 40
                                    

Suasana diantara Rian dan Alvert tampak tenang dan canggung. Alvert tampak sedikit gugup ditatap dengan intens oleh Rian. Tidak ada perbincangan yang terjadi. Sebelumnya Rian mengajak Alvert untuk makan siang bersama dikamarnya, dan Alvert menerimanya tanpa ragu. Adik lelaki Arian Asterope itu tampak mengalihkan pandangan, melirik kesana-kemari dikamar Rian.

Sungguh, selama bertahun-tahun ini adalah kali pertamanya setelah masalah itu menginjakkan kaki ke kamar Rian. Selama ini Rian tidak mengijinkannya untuk masuk kedalam kamarnya, bahkan menjenguk saat Rian terkena racun saja Alvert tampak ragu-ragu. Tentu saja Alvert mengerti, karena hal ini salah satu dampak kesalahannya pada sang kakak.

"Kau pasti bingung mengapa aku memanggilmu." Rian akhirnya membuka suara setelah makan siang datang disiapkan oleh Hadres.

"Kau boleh pergi, tinggalkan kami berdua," ucap Rian diangguki Hadres.

Alvert menatap makan siang yang tersaji sebelum beralih menatap Rian. "Apa yang kak----apa yang kau inginkan?" Alvert mengubah panggilannya terhadap Rian, itu sedikit membuat Rian bingung.

"Ada sesuatu yang kupikirkan semasa aku bangun setelah diracuni," kata Rian mulai memakan makanan mewah yang tersaji. Ada banyak daging enak di sana, dan selama ini Rian cukup menikmati makanan daging yang rasanya luar biasa enak.

"Apa itu?" Alvert bertanya-tanya.

Rian diam sejenak, mengunyah makanannya dengan santai. Sedangkan Alvert tampak makan dengan gelisah, walau wajahnya tetap terlihat tenang.

"Kau tau bukan, siapa yang meracuniku?"

"..."

Melihat keterdiaman Alvert, Rian lansung mengerti. "Ingatanku sedikit buram selama tidak sadar. Aku tidak ingat jelas, apakah kau berada di sana saat aku makan bersama Kazel?" Genggaman Alvert pada garpu mengerat, dia berusaha untuk tetap terlihat tenang. Tetapi, Rian dapat melihat itu dengan jelas.

"Alvert, jawab pertanyaanku." Rian menatapnya penuh intimidasi. Aura yang dimiliki Arian Asterope tetap melekat ditubuh itu. Bagaimanapun bajingan Arian ini adalah lelaki yang kejam dan sangat berani walau fisiknya lemah.

"Iya." Alvert menjawab dia menjeda perkataannya.

"Lebih tepatnya aku juga ikut makan bersama kalian."

Rian meminum minuman enak yang tersedia, dia menatap Alvert. "Pelakunya Kazel bukan?"

Tubuh Alvert menegang. "Aku tau itu dengan jelas. Aku tau juga kalau kau tau semua itu. Tetapi, kau tetap diam karena takut dengan Kazel."

Rian menyelesaikan makanannya, dia bangkit mendekati Alvert yang tampak gugup. Rian menarik tangan Alvert, melipat lengan pakaian yang menutupi tubuh Alvert. "Karena kau, takut dipukuli ataupun disiksa olehnya."

Luka sayatan, lebam yang terlihat membiru dan ada luka lain yang terlihat mulai menghilang. Semua itu di dapatkan Alvert karena selalu menjadi sasaran kemarahan Kazel. Bagaimana Rian mengetahui ini? Dia sedikit menduga itu, terlebih semasa Rian memperhatikan Alvert sejak tadi Alvert dapat melihat beberapa luka di tengkuk Alvert.

Suatu hal yang menguatkan dugaannya adalah sebuah kalimat di dalam novel yang membuatnya yakin.

Dengan penuh amarah, Kazel menyeret adik bungsunya sang Alvert dengan kasar, membawanya ke sebuah ruangan dengan sedikit cahaya dan melakukan hal seperti biasa yang selalu menjadi pelampiasan amarahnya.

Kalimat itu sudah menjelaskan apa yang Kazel lakukan semasa di dalam ruangan itu. Terlebih kata 'selalu' pastinya memiliki kebiasaan ataupun rutinitas Kazel.

Rian pun sedikit menduga luka yang ia dapatkan juga berasal dari Kazel. Maka dari itu Rian memikirkan sebuah rencana. "Alvert, kau tau mengapa aku memanggilmu ke-sini?" Alvert segera menggeleng.

Son Of A Bastard Duke [S1]  [ SEGERA TERBIT ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang