10. [ Surat ]

10.4K 1.3K 72
                                    

Rian POV

Lembap, gelap, dan terasa sangat dingin. Dua hari berlalu semenjak kejadian aku mengeluarkan kekuatan sihirku untuk melawan Kazel dan membuat kekacauan di sana. Selama dua hari itu, aku dibawa kepenjara bawah tanah untuk merenungi kesalahn yang aku perbuat. Bukan hanya aku, Kazel juga. Dia berada tepat di depan sel yang mengurungku.

Untung saja aku sudah membicarakan rencanaku ini pada Alvert sebelum itu. Jadi, sudah kupastikan Alvert akan berusaha menjelaskan dengan haik mengapa bisa pertarungan itu terjadi.

Aku bersandar pada dinding yang lembab dengan bosan. Ah, benar. Ini membosankan. Aku bahkan dapat mendengar gerutuan dari Kazel di depan sana terus menerus. Dia bahkan juga memakiku terus, mengapa dia sangat membenci Arian ini sih?

Aku menghembuskan nafas lelah, meraup wajahku dan menyembunyikan dicelah lutut kakiku. Setidaknya aku ingin beristirahat dulu, lagian di penjara ini sangat tenang dan tak seburuk penjara-penjara yang aku tau.

Disini ada kasur kecil, diberi makanan sederhana. Mungkin bagi Kazel itu adalah siksaan karena diberi makanan yang tidak mewah dan tidak cocok pada lidahnya. Tapi, aku tidak, aku sudah terbiasa di kehidupanku dulu.

Menjadi pekerja kantoran yang berusia dua puluh empat tahun hanya gila kerja dan gila dalam menyukai fiksi. Tidak kusangka aku turut masuk kedalam fiksi, ini adalah impianku sejak kecil. Namun, aku tidak berharap akan memasuki tubuh karakter yang sangat dibenci seperti ini.

.
.
.

[ SON OF A BASTARD DUKE ]
Chap 10
- Surat -

.
.
.

Derap langkah kaki terdengar, aku malas mengangkat wajahku dan melihat tetapi, aku tau sosok itu berdiri dan berbicara pada Kazel beberapa kata.

"Kapan ayah akan melepaskanku?" Kazel bertanya dengan malas.

"Anak itu sedang menjelaskan semua kesalahan yang kau lakukan." Suara itu dingin, dan aku mengenalnya. Itu adalah suara kakak pertama Arian, Calion.

"Apa?! Si anak sialan itu?!"

"Berhenti memanggilnya anak sialan!" Aku marah. Aku segera menyahut dan ikut dalam pembicaraan mereka. Pandangan mereka kembali tertuju padaku karena suaraku yang mengeras tadi.

Kazel tertawa dia berkata, "yang benar saja, kau kembali membelanya?" Dia menatapku seolah-olah terkejut sebelum terkekeh remeh. Benar-benar menyebalkan.

Aku dapat melihat Calion yang menatapku datar. Aku masi mendengar hinaan dari Kazel yang tidak aku pedulikan. Calion mengatakan beberapa hal, "besok, ayah akan melepaskanmu." Dia berkata menatapku.

"Hey! Bagaimana denganku?!" Kazel memukul jeruji sel besi dengan kesal.

"Kau diberi hukuman berat oleh ayah. Menetap dan betah lah disini lebih lama." Calion berjalan pergi meninggalkan Kazel yang memukul jeruji besi penuh amarah. Jika tidak ada gelang sihir pengunci mana, pastinya dia sudah mengamuk mengeluarkan sihirnya.

Aku berbaring di atas kasur mulai menutup mataku, mengabaikan segala umpatan Kazel yang terasa sangat berisik. Aku mulai mencoba untuk tidur dengan nyenyak memasuki alam mimpiku yang indah.

Anak kecil berusia sembilan tahun itu meringis kesakitan, tubuhnya dipenuhi dengan bercak darah. Dia menatap dingin seorang pelayan yang terbaring kaku dengan darah yang menyebar dibawah lantai kemana-mana.

Manik berbeda warna itu menatap dingin, tidak memperdulikan Calion, sang kakak pertama yang memperhatikan sejak awal.

Aku terkejut melihat pemandangan ini. Di sini sebuah kamar, aku diperlihatkan pada sebuah layar yang menampilkan Arian waktu kecil, itu terlihat sangat jelas.

Son Of A Bastard Duke [S1]  [ SEGERA TERBIT ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang