DAVEL 51

34 2 0
                                    

_Bukankah ketika kamu berani mencintai seseorang, kamu juga harus siap untuk menerima luka. Apalagi kalau sudah berharap berlebihan, sudah di pastikan kamu akan merasakan kecewa yang tidak akan ada obat. Kecuali melupakan semuanya._

Velisya tertawa puas saat melihat wajah Daniel yang masih tersisa es krim, dengan teliti Velisya menghapus sisa es krim yang ada di bawah mulut Daniel dengan teliti. Daniel menatap wajah Velisya dengan tatapan lekat, Velisya yang di tatap seperti itu mati-matian menahan salah tingkahnya.

Di taman mereka berdua duduk di bangku minimalis, Daniel tadi mengajak Velisya untuk ke taman sebentar.

"Tadi, kamu bilang di mobil kamu mau ngomong sesuatu ya?"

"Oh, itu."Daniel menggaruk kepalanya yang tak gatal, dia belum berani mengucapkan sebenarnya. Bagaimana kalau Velisya akan membenci dirinya ketika mengetahui kalau dia dulu pernah membuat perjanjian dengan Kevin.

"Ngomong aja, aku siap kok dengar ya!"Velisya menaikkan kedua sudut bibirnya.

"Sebenarnya gue pernah buat perjanjian dengan Abang, kalau kalau gu-,"

Daniel memotong perkataannya, karena sebuah nada dering handphone Velisya berbunyi, dia melihat kalau Siska menelpon dirinya.

Velisya pergi menjauh sedikit, dia mengangkat telepon tersebut.

"Halo, Velisya."panggil wanita di seberang sana.

"Iyah, ada apa kak?"tanya Velisya karena nada suara Siska seperti orang yang habis menangis.

"Kamu cepat ke rumah sakit!"

"Siapa yang sakit kak?"

"Udah, kamu langsung datang aja. Gue share lokasinya ya!"

Velisya menutup panggilan tersebut, lalu mengajak Daniel untuk pulang.

"Emang siapa yang sakit?"

"Aku gak tau, Kak Siska gak bilang sama aku,"lirih Velisya dengan nada ketakutan, dia takut kalau Siska dalam bahaya.

"Ya, padahal gue mau bilang yang sebenarnya."keluh Daniel dengan suara pelan.

"Hah? Kamu ngomong apa?"tanya Velisya karena Daniel berbicara dengan suara yang pelan, apalagi jalanan sangat ramai, jadi Velisya tidak terlalu mendengar ucapan yang di lontarkan oleh Daniel.

Velisya dan Daniel berjalan bergandengan di lorong yang bercorak, warna putih. Tatapan Velisya tertuju ke depan, dia sudah melihat kalau Siska sedang berdiri di depan pintu Nomor dua ratus enam.

"Kak, siapa yang sakit?"tanya Velisya dengan wajah khawatir.

"Bukan sakit, tapi Tante Najwa tadi tabrakan. Kata dokter luka Tante Parah, Kakak jadi khawatir deh."

Velisya menepuk bahu Siska untuk mencoba menenangkan Siska, Velisya sudah menganggap kalau Najwa seperti Mama-nya sendiri, walaupun kadang Najwa jahat kepadanya.

"Gue pulang ya! Bokap udah nelpon soalnya!"Daniel pamit, sedangkan Velisya masuk ke dalam untuk menjaga Najwa, soalnya Siska ingin pergi mengambil pakaian Najwa.

Di ruang yang di penuhi dengan warna putih, seorang wanita paruh baya, membuka matanya. Lalu menatap sekelilingnya.

"Saya ada di mana?"tanya Najwa menaikkan alisnya sebelah, dia melihat tangannya sudah di infus. Najwa hanya mengingat kalau terakhir kali dia berada di mobil mengemudi.

"Tante, gak usah banyak gerak. Kondisi Tante masih parah."

"Siska mana? Kenapa dia gak ada di sini?"tanya Najwa melihat sekeliling, lagi.

DAVELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang