Velisya diam menikmati angin sepoi-sepoi, rambutnya sudah berantakan karena angin begitu kencang menghembuskan anginnya. Di taman milik keluarga Arjuna Velisya duduk dengan tatapan kosong, suasana hatinya begitu hampa seperti tak ada yang mengisinya.
Daniel datang lalu duduk di samping Velisya, sedangkan Velisya dia masih menatap ke arah depan dengan tatapan kosong. Tak menyadari jika sedari tadi ada Daniel di sampingnya.
"Cupu, kenapa lo ngelamun?"tanya Daniel mencoba memecahkan keheningan, Velisya menatap ke arah Daniel dengan tatapan sendu.
Velisya bersandar di bahu Daniel, untuk menenangkan suasana hatinya, rasanya sangat berat untuk menceritakan tentang kehidupannya yang jahat.
Kehidupan yang selalu mempermainkan dirinya.
Daniel hanya diam, bukannya Daniel merasa risih tapi malah sebaliknya. Dia merasa nyaman, Daniel tau kalau sebenarnya dia sudah mulai mempunyai perasaan terhadap Velisya, tapi bukan Daniel masih mengutamakan gengsinya.
"Sebelum kita kenal aku udah sering kok di pukul sama Tante aku dan juga Kak Siska."Velisya menunduk, dan menahan air matanya supaya tidak jatuh.
Daniel melebarkan bola mata, mendengar apa yang baru saja di lontarkan oleh Velisya kenapa Velisya baru mau bercerita sekarang.
"Terus kenapa lo gak balas, ya. Walaupun Tante Najwa itu lebih tua, lo berhak kok untuk menghindari pukulan itu. Bukan berarti karena lo lebih muda, jadi lo gak punya hak."
"Setiap manusia itu punya hak asasi!"lanjut Daniel menatap sendu Velisya.
"Aku takut, aku terlalu lemah."Velisya tak tahan alhasil dia mengeluarkan air matanya, Daniel yang mengerti perasaan Velisya langsung mendekap badan Velisya dengan erat, untuk memberikan kenyamanan.
Daniel adalah tipe orang yang tidak banyak omong, tapi banyak bukti. Dia tak bisa berkata-kata dia hanya bisa memberikan ketenangan dan kenyamanan kepada Velisya.
"Lo bisa lawan mereka! Gue bakal bantu lo. Dan kuncinya cuman satu, lo jangan mau jadi babu mereka."
"Aku gak bisa."lirih Velisya dengan suara pelan namun masih bisa di dengar oleh Daniel.
"Lo bisa, gue pasti bantu lo. Lo gak usah takut!"Daniel mengelus rambut Velisya dengan lembut, lalu mengecup kening Velisya dengan perasaan tulus.
Deg
Jantung Velisya berdetak lebih kencang akibat perbuatan Daniel, Daniel tak tau jika apa yang baru saja di lakukannya membuat jantung Velisya berdetak tak karuan.***
"Kira-kira apa ya yang buat Daniel bawa Velisya ke rumah?"tanya Keinzy lalu menatap Kevin dengan tatapan penasaran.
"Aku gak tau. Nanti kamu aja tanya aja sama Velisya."Jawab Kevin yang masih sibuk mengendarai, tatapannya masih fokus ke depan. Bukan dia tak mau meladeni pacarnya, tapi keselamatan mereka itu lebih penting, bukan.
"Aku udah chat dia tapi gak di balas."Keinzy memanyunkan bibirnya, memang benar Velisya tak membalas chat nya dari dua hari kemarin.
"Mungkin dia lagi butuh waktu."Kevin menggenggam tangan Keinzy dengan tangan sebelah kiri.
Sesampainya, Kevin memberhentikan mobilnya di depan rumah Keinzy, setelah berpamitan kepada pacarnya. Kevin langsung pulang karena masih ada urusan dengan seseorang.
Kevin datang ke cafe Butterfly matanya sedari tadi mencari-cari seseorang, lalu pandangannya tertuju ke bangku yang paling ujung.
"Lo udah lama di sini?"tanya Kevin lalu di balas anggukan seorang pria yang memakai hoodie berwarna hitam.
KAMU SEDANG MEMBACA
DAVEL
Fantasi"Hujan memang bisa buat sakit, tapi kamu gak tau-kan setelah hujan itu adalah pelangi. Yang berarti ketika kamu sakit nanti kamu juga ngerasain keindahan seperti pelangi." Menjalani hubungan dengan ikatan perjodohan, bukanlah hal yang sangat mudah...