Chapter 45

9 1 2
                                    

Hari ini mungkin adalah hari yang paling ditunggu oleh Kak Harry. Pasalnya, hari ini adalah hari pengumuman seleksi masuk universitasnya. Sama seperti yang ia katakana minggu lalu, aku hari ini diajaknya menjadi saksi hasil ujiannya tersebut.

Setelah selesai bersiap-siap aku kemudian berangkat menuju rumah Kak Harry dengan menebeng Bang Louis. Kebetulan pagi tadi Bang Louis dan Kak Manda pergi bersama, jadi aku nebeng sekalian saat Bang Louis pulang.

"Harry ga rese kan sama kamu?" Tanya Bang Louis saat aku sibuk memperhatikan jalanan kota.

"Rese gimana?" Jawabku balik bertanya.

"Ya, apapun. Mungkin kelihatannya dia bandel ya De, tapi dia anaknya baik sih. Jadi, aku mau make sure aja dia juga baik ke kamu."

"Baik. Kak Harry baik, Bang. Ya mungkin kayak Abang ke Kak Manda gitu." Jawabku.

"Syukur deh, kalo dia jahatin kamu, bilang ya sama Abang." Ucapnya dan aku mengangguk tersenyum. Terus terang, aku akan jadi orang yang paling sedih kalau Kak Manda dan Bang Louis sampai tidak berakhir bersama.

Tak berapa lama, mobil Bang Louis berhenti di depan rumah Kak Harry. Terlihat si pemilik rumah yang tersenyum melambaikan tangannya saat kami sampai.

"Aku duluan ya, De." Ucap Bang Louis yang ku sambut dengan ucapan terima kasih.

"Har, nitip Dea ya. Aku duluan." Ucapnya berpamitan kepada Kak Harry.

"Hai, aku udah nungguin kamu. Masuk yuk! Kita lihat hasilnya di taman belakang aja." Ajak Kak Harry. Aku mengangguk dan mengekori langkahnya.

"Asli, De aku deg-degan banget. Aku berharap banget sih bisa lolos. Hukum itu impian aku banget, De. Dan jujur aku pilih kampus ini biar kita tetep bisa deket." Ucapnya sambil mengetikkan portal websitenya di internet.

Aku tidak menjawab apapun. Manusia dihadapanku ini, bagaimanapun juga sudah membuatku bangga.

"Kita lihat sama-sama ya. 1... 2... 3..." Ucapnya dan halaman yang tadinya loading seketika memunculkan informasi yang kami tunggu-tunggu.

Aku terkejut dan membacanya berulang kali, barang kali ada yang keliru di sana. Tetapi warna merah itu sudah cukup untuk membuktikan bahwa yang ku lihat adalah benar.

Aku melihat ekspresi wajah Kak Harry yang belum melepas pandangannya dari layar laptopnya. Tatapannya nanar dan aku tidak berbohong untuk mengatakan bahwa aku ingin menangis saat ini juga.

"Ini pasti salah kan, De?" Ucapnya dan aku benar-benar menangis. "Kita coba sekali lagi ya, mungkin tertukar dengan hasil peserta lain." Ucapnya dan aku melihat keputusasaan disana.

Masih ingat saat satu minggu yang lalu, ia berkata seolah-olah siap dengan apapun hasilnya. Tetapi melihatnya seperti ini, aku yakin dia sangat kecewa.

Matanya menatap layar laptop yang lagi-lagi menampilkan tulisan dengan latar berwarna merah. Mau dilihat sejuta kali pun, hasilnya tetap sama. Ia tidak lolos.

"Kak, It's okay. Kakak udah lakuin yang terbaik. Aku tetep bangga sama Kakak." Ucapku sambil mengelus lengannya yang masih beberapa kali mencoba mereload hasil ujiannya.

"Engga, De. Bukan yang terbaik namanya kalau aku gagal."

"Kakak ga gagal. Mungkin emang rezekinya bukan di si-"

"Aku maunya disini, biar kita ga perlu jauh. Kamu ngerti kan?" Ucapnya. Dari sorot matanya, aku bisa melihat ia marah dan kecewa.

"Aku ngerti kok. Aku-"

"Engga, kamu ga ngerti" Ucapnya. "Kamu ga ngerti usaha aku. Aku les siang malam untuk ini. Aku bahkan relain kamu liburan bareng Adit tanpa aku. Kamu ga ngerti!" Bentaknya. Matanya memerah dan aku jelas sudah menangis saat ini.

"Iya, aku ga ngerti." Ucapku parau

Ada banyak hal yang seharusnya bisa aku katakan. Tapi, aku justru melangkah keluar dari rumahnya dan menjauh untuk mencegat angkutan yang lewat. Tak berselang lama, sebuah mobil berhenti dihadapanku. Bang Louis turun dengan kebingungan dan aku tanpa izin langsung melangkah masuk ke dalam mobilnya.

Selama perjalanan Bang Louis tidak bicara apapun sampai aku berhenti menangis.

"Mau jalan kemana dulu ga? Muka kamu masih sembab." Aku menggeleng. Aku perlu pulang sekarang.

"Okay, kita langsung pulang."

Sesampainya di rumah aku langsung masuk ke kamarku meninggalkan Bang Louis yang sepertinya dicegat Kak Manda untuk diinterogasi.

Aku membanting tubuhku di kasur. Menutup wajahkudengan bantal, meraung sekencangnya, dan berharap tidak terdengar sampai luarruangan.


Kebetulan lagi ada emosi buat ditulis hehe

Friendly reminder, bentar lagi tanggal 23 :'


TerbitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang