Chapter 14

35 6 5
                                    

Ada yang nunggu aku publish tidaaa?? Tida ya wkw. Yaudah aku tetep publish 🤣

Harry’s POV
Aku menegang ketika tangannya reflek memelukku. Ku rasakan hatiku berdesir dan jantungku berdegup ratusan kali lebih kencang. Entah, apakah dia merasakan perubahan reaksi tubuhku atau tidak.

Aku membalas pelukannya. Mencium aroma buah-buahan pada rambutnya. Sebelum kemudian ia melepas pelukannya dan berujar ‘maaf’. Aku tau ia terlampau senang.

Aku membuka buku biru bergambar bintang-bintang miliknya. Ada beberapa puisi indah yang ia tulis. Sayangnya, dari puisinya itu ia nampak seperti gadis yang kesepian. Aku membacanya sampai habis. Lalu membuka satu per satu halaman kosong selanjutnya karena takut terlewat satu puisi pun. Sampai di akhir halaman, ku temukan delapan puluhan wishlist yang ia tulis. Aku memeriksa satu persatu dan menemukan tulisan ‘Festival Layang-Layang’. Aku tersenyum singkat lalu menutupnya kembali.

Aku mengamati wajah bahagianya selama melihat festival layang-layang. Sesekali ia menunjuk-nunjuk layang-layang yang ia suka. Gadis ini, menggemaskan sekali. Aku terkekeh melihat tingkahnya.

Matahari perlahan turun saat kami sedang duduk menghadap pantai yang memantulkan cahaya berwarna oranye. Bererapa layang-layang sudah diturunkan, meski masih ada yang tetap bertengger dengan dihiasi lampu-lampu kecil.

Ku lihat Dea memejamkan matanya sambil tersenyum tepat ketika matahari terbenam. Aku mengikuti ‘ritual' nya itu. Ku pejamkan mataku. Bayangan wajah cantik Dea justru memenuhi pikiranku.

Aku ingin seperti ini seterusnya. Melihatnya tersenyum. Menjadi alasannya bahagia.

Belakangan, aku melupakan fakta bahwa aku masih menjadi pacar Avie. Taruhan sialan itu masih mengikatku sampai satu bulan lagi.

Aku tidak membenci Avie. Sudah ku katakan ia gadis baik, sama seperti Dea. Tapi, aku tetap tidak bisa merasakan debaran yang sama seperti debaranku untuk Dea. Astaga, mengingatnya membuatku tersadar bahwa aku telah banyak berbuat jahat pada Avie.

Aku membuka mataku dan mendapati Dea yang sedang melihat ke arahku dengan tatapan senyumnya. Ia kelabakan ketika hijau milikku bertemu dengan maniknya. Ia buru-buru menunduk dan ku lihat pipinya semerah tomat.

“Blusing huh?” tanyaku.
Dea masih menunduk, tidak menjawab. Astaga, gadis ini senang sekali menunduk.

“Makasih Kak, udah ajakin aku kesini. Aku udah lama pengen nonton festival layang-layang.” ucapnya sambil mendongakkan kepalanya.
“Aku tau” jawabku cepat.

Ia melebarkan matanya tak percaya. Oh, ia lupa fakta bahwa buku biru miliknya pernah berada di tanganku.

“Buku biru bergambar bintang-bintangmu. Aku nemuin disana.”

Lagi-lagi ia menunduk malu, pipinya memerah. Aku mengacak rambutnya singkat.

Alif’s POV
Pipiku memanas saat matanya terbuka setelah beberapa saat terpejam mengikuti kegiatanku. Ditambah lagi aku mengetahui alasan Kak Harry mengajakku kesini adalah karena buku puisiku yang pernah ia baca. Aku benar-benar dalam definisi bahagia.

Bersama Kak Harry aku seperti lupa bahwa aku masih menunggu Adit kembali. Kak Harry seperti matahari baru yang terbit setelah tenggelam pada hari sebelumnya dan digantikan oleh malam gelap yang panjang.

Aku berdiri menepuk-nepuk bokongku yang terkena pasir. Aku bersiap menuju tempat dimana motor Kak Harry diparkirkan sebelum tangannya menggenggam tanganku dengan posisinya yang masih duduk di pasir. Kali ini tidak ada perlawanan dariku.

Kak Harry berdiri dengan tetap menggenggam tanganku sampai kami menaiki motornya.

Setelah sampai di rumah, aku mengganti pakaianku dengan baju tidur. Aku mencuci tangan dan kakiku. Seketika aku teringat pesan suaranya yang menyanyikanku lagu milik Olski burjudul “Titik Dua dan Bintang”. Harus ku akui, selain tampan ia juga memiliki suara serak yang bagus.

Aku meraih ponselku yang kuletakkan di nakas samping ranjangku. Aku mendapati dua pesan yang dikirim oleh Eci.

From : Eci
Lif, mau bilang sesuatu. Tapi jangan kaget.

From : Eci
Kak Harry macarin Avie karena kalah taruhan.

Aku menutup mulutku dengan tangan sampai menjatuhkan ponselku di kasur. Aku buru-buru mencari kontak Eci lalu menelponnya. Entahlah, aku hanya ingin mengetahui detailnya sekarang.

Terdengar dua kali nada sambung kemudian suara Eci menyahut di sana menyebutkan kata ‘Halo’.

“Tau dari mana Ci?” tanyaku to the point.
“Niall tadi cerita. Niall kan satu klub sama Kak Zayn, nah katanya Kak Zayn keceplosan gitu deh tadi.”
Aku terkejut mendengarnya. Aku menutup panggilanku setelah mengucapkan ‘Terima kasih”.

Hatiku kecewa, bahkan sangat kecewa. Meski sejujurnya aku tidak begitu menyukai hubungan mereka -entah apa alasannya-, namun batinku tetap tidak terima mengetahui gadis sebaik dan secantik Avie dijadikan bahan taruhan. Kali ini Kak Harry benar-benar keterlaluan.

Tiba-tiba ponselku bergetar. Sebuah pesan masuk dari orang yang baru saja memenuhi kepalaku.

From : Kak Harry
Udah tidur De?

Aku sengaja tidak membalas pesannya. Perasaan kecewa masih menyelimuti hatiku. Ada sedikit rasa takut juga disana. Ku pikir jika Kak Harry hanya memainkan hati Avie, dia juga bisa saja memainkan hati perempuan lain. Mungkin aku?

From : Kak Harry
Good night Dea xx

Aku meletakkan ponselku di nakas lalu berbaring diatas kasur. Ku tarik selimutku hingga menutupi kepalaku dan berharap tertidur dengan pikiran yang tenang.

Sorry kalo feelnya di chapter ini aneh. Aku ngetik beberapa kali sampe nemu yang pas. Tapi emang masih aneh kayaknya wkw.

Niatnya mau publish semalem tapi sibuk nonton WWA Tour yang asdfgdjfl keren bangeeet.

Enjoy? Click vote and gimme comment pls :*

Love,
nadiyastyls

TerbitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang