Chapter 46

4 0 0
                                    


Satu minggu setelah kejadian itu, aku dan Kak Harry masih saling tidak berkomunikasi. Kami hanya bertemu sesekali di sekolah, itupun aku tak berani menatapnya. Beberapa kali Eci memberitahuku jika Kak Harry seolah ingin menjelaskan sesuatu. Tapi aku selalu menghindar lebih dulu.

Sekarang jam 4 sore dan aku belum pulang dari sekolah sejak pagi tadi. Sibuk menyiapkan kegiatan terakhir untuk kakak-kakak kelas 12. Prom Night. Acara yang sudah aku dan Kak Harry sepakati untuk menghadirinya bersama. Sekarang jangankan menghadiri bersama, mengobrol saja kami tidak lakukan.

"Lif, semua aman kan?" Tanya Tio, si ketua pelaksana.

"Aman, konsumsi 45 menit lagi sampai. Nanti langsung aku sama anak-anak bantu buat tatain di meja."

"You okay? Pucet banget tuh." Tanya Tio lagi.

"Gapapa kok, aman." Jawabku, aku merasa baik-baik saja sejauh ini.

"Lif, ada yang cari tuh di depan." Ucap Luna, teman satu sie ku.

"Oh ya? Siapa?" Tanyaku.

"Ga tau sih, ga kenal. Samperin gih. Konsumsinya biar aku yang nungguin."

Aku segera bergegas menuju depan pintu gerbang dan melihat bayangan laki-laki. Aku yakin bukan Kak Harry karena Luna tidak mengenalinya. Walaupun aku berharap ia yang datang.

"De, nih ada makanan dari Bunda. Tadi nitip ke aku suruh nganterin ke kamu." Ucapnya sambil neyodorkan kotak bekal.

"Eh, Bang. Oke makasih, maaf ngrepotin Abang." Ucapku kepada Bang Louis.

"Dimakan, tadi pagi kamu skip sarapan kan?" Tanya Bang Louis dan aku hanya mengangguk.

"Masih mikirin si kriting ya? Udahlah De, emang gitu bocahnya suka ga bisa kontrol diri. Entar juga nyesel dia." Ucapnya dan aku hanya terkekeh.

"Abang ga sama Kak Manda?" Tanyaku mengalihkan.

"Engga, tadi abis keluar sama Manda. Terus pas nganter dia pulang Bunda nitip itu." Jawabnya.

"Yaudah aku pamit ya, jangan lupa dimakan. Takutnya dikira aku ga sampein ke kamu." Ucap Bang Louis dan lagi-lagi aku hanya mengangguk sambil terkekeh.

Aku melipir sebentar ke kantin untuk memakan bekal dari Bunda. Tanpa sengaja aku bertemu dengan Kak Zayn dan grup bandnya. Ada Niall juga disana. Aku hampir lupa jika mereka turut mengisi acara nanti malam.

"Eh Alif, Harry dimana Lif?" Ucap Kak Zayn yang langsung mendapat sikutan dari Niall.

"Eh kenapa sih Yel? Ini kan udah waktunya latihan, bocah kriting itu malah belum nongol." Ucap Kak Zayn polos dan Niall hanya melotot.

Aku hanya tersenyum dan menginggalkan mereka untuk menuju kursi kosong. Aku membuka kotak bekal dan menghirup aroma masakan Bunda yang lezat. Setidaknya ini cukup memperbaiki moodku sekarang. Aku menyuapkan sedikit demi sedikit nasi dan tumis udang ke dalam mulutku hingga makanan dalam kotak bekalku tandas. Aku menengok ke gerombolan Kak Zayn dan Niall yang masih latihan tanpa Kak Harry. Aku juga tidak tahu manusia itu ada dimana sekarang.

Tepat setelah aku beranjak dari kursi, aku melihat dia. Jantungku mungkin sudah turun hingga ke lutut sekarang. Ia tidak datang sendiri, ia bersama perempuan yang pernah ku lihat sebelumnya. Aku tidak terlalu ingat namanya, tapi aku ingat aku pernah melihatnya sebelumnya.

Kak Zayn dan Niall sedikit melirik ke arahku yang kemudian disusul oleh pandangan mata Kak Harry. Aku menunduk dan buru-buru pergi menghindari mereka. Niall sempat memanggilku tetapi tak ku pedulikan. Aku menangis.

Setelah mandi dan berganti pakaian dengan cukup dramatis, aku kembali ke tempat acara. Di panggung terlihat peralatan band Kak Zayn dan teman-temannya sudah terpasang. Aku menghampiri Luna dan membantu menata konsumsi yang tadi ku tinggalkan.

"Lif, kamu gapapa?" Tiba-tiba ada suara yang menginterupsiku saat aku sedang menata cup cake.

"Gapapa Yel, kenapa sih?" Jawabku sambil masih menata beberapa cup cake yang tersisa.

"Okey. Kalo nanti perlu orang buat nangis, sama aku aja ya." Ucapnya dan aku hanya memberikan isyarat jempol.

Acara dimulai pukul 8 malam. Setelah rangkaian sambutan dari pihak sekolah, beberapa pengisi acara mulai tampil. Sejauh ini, kakak-kakak kelas 12 terlihat menikmati acara. Termasuk laki-laki berambut keriting dengan perempuan yang duduk disebelahnya itu. Mataku berkali-kali menangkap mereka sedang tertawa.

"Udah ga usah diliatin." Ucap Luna berbisik di sebelahku. "Putus ya sama Kak Harry?" Tanyanya dan aku tidak bisa menjawab.

Apa yang terjadi diantara aku dan Kak Harry benar-benar tidak bisa ku simpulkan. Apa aku sebegitu salah, sampai dia mengajak orang lain untuk datang ke prom night. Bukankah kita berjanji untuk datang bersama? Kenapa dia tidak memberiku penjelasan sama sekali?

Sebelum acara puncak, band Kak Zayn tampil membawakan dua lagu. Setelahnya, aku sengaja izin kepada Tio untuk pulang lebih dulu dengan alasan tidak enak badan. Aku rasa aku benar-benar akan sakit jika melihat Kak Harry menikmati puncak acara bersama perempuan itu.

Sepeda motorku tidak berhenti di rumah. Sekarang hampir pukul 12 malam dan aku berhenti di suatu tempat. Entah mengapa aku memilih tempat ini. Notifikasi dari Ayah, Bunda, Kak Manda, bahkan Bang Louis belum ku balas satupun. Semoga saja mereka masih berpikir aku di sekolah.

Aku tidak melakukan apapun. Hanya duduk di atas rumput memandang danau yang gelap. Aku tidak lagi menangis seperti tadi. Aku hanya diam. Aku mulai mengingat potongan-potongan kejadian yang membawaku pada situasi ini.

Dibentak Kak Harry waktu itu rasanya tidak ada apa-apanya dibanding melihatnya bersama perempuan lain malam ini. Perempuan dengan senyum manis dan perawakan bagus itu terlihat cocok bersama Kak Harry. Gambaran mereka yang sedang tertawa sambil menyanyikan bait-bait lagu terlihat jelas di kepalaku.

"Ngapain tengah malem disini?" Suara itu yang kini membuatku mau menangis.

Aku tidak menjawab.

"Dea, ngapain disini?" Ia bertanya lagi, kali ini suaranya semakin dekat.

Aku bangkit, menyambar tasku dan berlalu seolah tidak melihat siapapun.

"Aku ngomong sama kamu, De." Ia mencegatku. Aku masih tidak melihatnya, mencoba mencari jalan untuk kabur dari situasi ini.

"Pulang, aku anter." Ucapnya dan aku tidak menjawab.

Aku menaiki sepeda motorku dan berlalu tanpa mempedulikannya yang mengikuti di belakangku. Ia benar-benar mengantarku sampai depan rumah. Aku masih tidak menganggapnya ada. Buru-buru aku masuk dan menutup pintu.

Tidak ku pungkiri bahwa aku membutuhkan penjelasannya. Tapi sepertinya aku tidak akan mendapatkannya sekarang. Ia bahkan tidak mencoba untuk meminta maaf padaku.


Lagi ada emosyyy lagi buat nulis hehe

Kepikiran mau bikin ending nih, tapi sebelum itu kayaknya Harry's POV dulu deh

Bye

TerbitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang