Chapter 8

35 7 4
                                    

Maaf ya, lagi seneng double update xx

Aku meneliti judul demi judul buku yang berderet di rak perpustakaan sekolahku. Telunjukku menyentuh punggung buku menyisir mencari buku yang ku cari.

Pencarianku terhenti ketika mendengar suara serak yang sangat ku kenal. Aku menoleh mencari sumber suara dan menemukan Kak Harry yang sedang tertawa kecil bersama Avie sambil menunjuk-nunjuk halaman buku yang mereka baca. Suaranya tidak begitu keras. Tapi karena perpustakaan ini cukup sepi, aku bisa mendengarnya.

Astaga, bagaimana aku bisa lupa jika Kak Harry dan Avie berpacaran. Mereka tampak serasi. Kak Harry yang tampan dengan Avie yang juga cantik. Semesta pasti merestui mereka berdua.

Aku menemukan buku yang ku cari. Sebuah novel berjudul Sunset dan Rosie. Aku sudah membacanya berulang kali tanpa pernah sedikitpun merasa bosan.

Aku menunjukkan kartu pelajarku pada petugas perpus untuk meminjam buku yang ku pilih. Awalnya aku ingin membacanya disini tetapi melihat Kak Harry dan Avie yang sedang asyik, berlama-lama disini kurasa adalah ide yang buruk.

“Lif, nanti malem dateng kan ke ulang tahun Niall?” Eci bertanya ketika aku baru saja mendudukkan bokongku di tempat dudukku.

“Gatau nih.” Aku tidak suka pergi ke pesta ulang tahun. Ulang tahun, tiup lilin, mengucap harapan, hanya mengingatkanku pada Adit.

“Ayolah, sekali ini. Niall kan temen kita. Aku samperin deh.” Eci memihon dengan tatapan puppy eyesnya. Demi mie ayam jumbo favorit Niall, aku tidak bisa menolaknya sehingga terpaksa mengangguk sebagai jawaban.

“Yes!” Eci memekik girang.

Aku mondar-mandir di depan lemari pakaianku. Bingung, pakaian apa yang akan ku kenakan saat menghadiri pesta ulang tahun.

Pesta ulang tahun terakhir yang ku hadiri adalah pesta ulang tahun Adit 4 tahun lalu. Aku mengenakan dress selutut berwarna abu-abu muda dengan pita di bagian perut waktu itu. Tidak mungkin hari ini aku memakai dress itu lagi bukan?

Aku mengambil dress berwarna putih brokrat selutut kemudian memakainya. Aku membiarkan rambutku tergerai. Setelah memoleskan make up tipis aku bergegas turun.

Eci yang duduk di sofa seketika berdiri ketika melihatku sampai di depannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Eci yang duduk di sofa seketika berdiri ketika melihatku sampai di depannya. Ia mengabsen penampilanku dari atas sampai bawah sambil menggeleng-gelengkan kepala.

“Bisa cantik juga ya kamu Lif.”
Aku berdecak kemudian menoyor kepalanya kecil. Apa sebegitu buruknya penampilanku di sekolah?

Di rumah Niall sudah ramai oleh teman-teman kami. Aku berjalan masuk pelan-pelan, khawatir terjatuh karena aku mengenakan high heels milik Kak Manda.

Aku dan Eci menyalami Niall sambil mengucapkan selamat ulang tahun. Niall memeluk Eci kemudian memelukku sambil berbisik terima kasih.

Kami melepaskan pelukan kami setelah aku menyadari ada yang memperhatikan kami.

Ku lihat Kak Harry tengah berdiri menatapku lurus mengabaikan Avie yang berada disebelahnya. Rahangnya terlihat mengeras dan kulihat tangannya mengepal sebentar.

Pesta berjalan lancar, Niall tampak bahagia sekali. Tante Maura juga menunjukkan ekspresi yang sama. Tidak ada potong kue karena Tante Maura membuatkan nasi tumpeng untuk acara anaknya ini. Seluruh hidangan yang disajikan juga merupakan masakan nusantara yang terlihat sangat lezat. Aku baru ingat, buku masakan itu!

Eci mendapat telpon tiba-tiba. Dahinya mengkerut seketika. Ia menoleh kepadaku dengan raut wajah yang panik.

“Lif, Nenek aku tiba-tiba sakit. Aku ditelpon Papa buat nganter Nenek ke rumah sakit. Kalau aku tinggal kamu gakpap___?”

Aku mengangguk mengiyakan sambil menepuk pundak Eci.
“Gakpapa Ci, nanti aku bisa pulang pakai taksi. Kamu hati-hati ya.”

Acara pesta ulang tahun Niall selesai. Aku berpamitan kepada Niall dan Tante Maura untuk pulang. Niall tersenyum sambil mengangguk sementara Tante Maura memelukku singkat. Ternyata, pesta ulang tahun tidak selalu semenyedihkan ulang tahunku saat itu.

Aku membuka aplikasi taksi online kemudian memesannya. 20 menit mencobanya berkali-kali dan tidak ada yang menerima pesananku. Aku melirik jam tangan ku dan mendapati bahwa sekarang sudah pukul 11 malam. Astaga, aku tidak menyadarinya.

Ku rasakan suara motor yang mendekat. Meski aku hanya berdiri 50 meter dari rumah Niall, peerasaan takut tetap menyelimutiku. Aku melepas high heelsku bersiap untuk melemparnya kemudian lari jika seseorang menggangguku.

Motor tersebut berhenti di depanku. Pemiliknya melepas helm berwarna hitam yang ia kenakan. Rasa takutku berganti dengan perasaan lega ketika melihat seseorang yang turun dari motor ini. Setelan kaos putih dengan jaket kulit berwarna hitam dan celana jeans terlihat cocok di tubuhnya.

Kak Harry  menatapku lama. Seperti ada sesuatu dibalik tatapannya yang aku sendiri kesulitan memahaminya.

Ia melepas jaketnya. Aku reflek mundur satu langkah saat Kak Harry memasangkan jaketnya yang terasa kebesaran ditubuhku. Ia menarik tanganku, mengisyaratkan untuk naik tanpa bicara apapun. Aku hanya menurut.

Sepanjang perjalanan kami hanya diam. Aku kebingungan saat motornya tidak menuju rumahku. Astaga, mau dibawa kemana aku? Apa dia sedang berusaha menculikku lalu membunuhku, memutilasi tubuhku, lalu menjual organ tubuhku? Aku bergelut dengan ketakutanku sediri tak berani angkat bicara.

Aku mengembuskan napas lega ketika motor Kak Harry berheti pada warung nasi goreng di pinggir jalan.

“Ayo turun. Aku tau kamu belum makan sejak di pesta temenmu itu.” Ucapnya menekankan kata temen.
Aku hanya menurut, mengekor di belakang Kak Harry.

Aku menunduk. Berpura-pura memeriksa ponselku. Kemarin nada bicara Kak Harry tidak seperti ini. Ini seperti kembali pada Kak Harry pada saat interview.

“Ga usah pura-pura ada yang ngirim pesan deh De.” Apakah Kak Harry cenayang, sehingga bisa menebak kegiatanku? Dan, tunggu. Dia baru saja memanggilku dengan nama Dea!

Aku mematikan layer ponselku, cepat-cepat memasukkannya ke dalam tasku. Aku melihat Kak Harry yang menatapku aneh dengan tangan terlipat di meja.

“Maaf Kak. Kak Harry marah?”

“Niall itu temen kamu?” ia balik bertanya, mengabaikan pertanyaanku sebelumnya.

“Iya, temen aku dari awal masuk SMA Kak. Kenapa?”

“Gakpapa.”

Obrolan terhenti ketika pesanan kami datang. 

Kak Harry terbatuk  kecil. Aku reflek menyodorkan minum untuknya. “Pelan-pelan Kak.”

15 menit kemudian, nasi goreng kami tandas. Aku meneguk habis minumanku kemudian bergegas pulang. Kak Harry masih diam selama di perjalanan. Aku tidak tau apa yang terjadi padanya.

“Dea...” Kak Harry memanggil saat aku baru menaiki satu anak tangga teras rumahku.
Aku menoleh dan bertanya ‘ada apa’. Kak Harry turun dari motornya, berlari kecil menujuku.

Aku terlonjak ketika dia tiba-tiba memelukku. Napasnya terburu. Ia mengeratkan bahuku sehingga jarak diantara kami benar-benar tidak ada.

Maaf ya tidak bisa bikin adegan yang uwu. Abis ini mau bikin Harry's POV, insyaaAllah

Terima kasih sudah membaca. Senang sekali :)

Love,
nadiyastyls

TerbitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang