Chapter 12

39 7 9
                                    

Aku berpamitan kepada Bunda dan Kak Manda. Hari ini aku berangkat makrab OSIS setelah sebelumnya meminta izin kepada Ayah dan Bunda. Tentu mereka mengizinkan. Ayah dan Bunda hanya berpesan agar aku hati-hati. Memangnya apa yang akan terjadi?

Aku berangkat bersama Ayah. Kali ini, Ayah mengendarai mobilnya. Selain karena akan ke kantor, juga karena barang bawaan makrabku yang lumayan banyak. Aku membawa satu ransel berisi pakaian, perlengkapan mandi, dan selimut karena hawanya sedang dingin. Aku juga mebawa satu tas tenteng yang berisi beberapa makanan ringan.

Kami hanya menginap di sekolah selama dua hari satu malam. Atau dengan kata lain kegiatan ini akan selesai besok sore. Faktanya, barang bawaanku seperti akan berkemah satu minggu full.

Aku bersandar pada jendela mobil, memandang jalan sambil mendengarkan musik yang ku setel dari ponselku. Tiba-tiba mobil yang Ayah kendarai berhenti. Aku beringsut bangun.

“Yah, kok berhenti?”
“Udah sampe, De. Kamu ga mau turun?” Ayah balas bertanya.
Aku mengusap wajahku kemudian turun.

Aku meletakkan tasku di ruang kelas yang telah ditentukan menjadi base camp pengurus perempuan. Aku hanya sendiri sesaat setelah menyadari bahwa Niall dan Eci tidak mendaftar OSIS. Eci memilih untuk bergabung di Palang Merah Remaja, sementara Niall sepertinya akan mengikuti klub Band sekolah.

Aku celingukan, tidak mengenal siapapun di ruangan ini sampai seseorang masuk.

“Aliiif..” aku membelalakkan mataku saat ia tiba-tiba memelukku.
“Eh, hai!” ucapku canggung saat pelukannya terlepas.
“Aku ga nyangka ketemu kamu disini. Akhirnya ada temennya juga.”

Avie mendudukkan bokongnya di sebelahku. Aku hanya tersenyum. Setidaknya aku punya ‘teman’ sekarang.

Barang bawaan Avie sama banyaknya dengan milikku. Ku pikir, perempuan memang sering berlebihan dalam membawa sesuatu. Aku bahkan tidak yakin akan mengenakan semua baju yang ku bawa.

Bayangan tentang Kak Harry di café beberapa hari lalu seketika terlintas. Aku buru-buru menghapusnya. Seseorang disebelahku adalah pacarnya.

“Jadi, kamu kenapa daftar OSIS?” pertanyaanya sama dengan pertanyaan Kak Harry saat interview. Ya Tuhan.

“Aku ga suka nganggur aja Vie, maksudku melakukan kesibukan yang positif mungkin lebih bisa bikin bahagia?” jawabku yang terdengar seperti bertanya.
Avie hanya manggut-manggut setuju.

“Kalau kamu, kenapa gabung OSIS?” aku balik bertanya, berusaha mengimbangi pertanyaannya.
“Pengen aja si Lif. Sama karena disaranin Kak Harry juga.” Ia terkekeh, aku ikut terkekeh sebagai tanda menghargai pendapatnya. Gadis batinku menjulurkan lidahnya mengejek diriku yang munafik saat ini.

Percakapan kami tidak panjang, tetapi setidaknya cukup untuk menepis rasa kesepianku tanpa Eci dan Niall.

Setelahnya, kami dipanggil untuk berkumpul mendengarkan sambutan dari kepala sekolah dan ketua OSIS yang menyatakan semoga acara kami lancar.

Aku kembali ke base camp dan terkejut ketika mendapati resleting tas ranselku terbuka. Aku mengecek barang-barang yang hilang. Gotcha! Buku biru bergambar bintang-bintang itu tidak ada! Aku mengecek ke bawah meja, siapa tahu buku itu terjatuh tetapi hasilnya nihil.

“Cari apa Lif?” Avie bertanya peduli.
“Eng, bukan sesuatu yang penting Vie.” Aku menjawab masih sambil menyapu pandanganku mencari buku itu.
“Mau aku bantu?” astaga, perempuan ini baik sekali.

Aku menggeleng menanggapi pertanyaannya. Setelahnya aku menghentikan pencarianku karena tak mendapatinya dimanapun. Lain kali, aku akan meninggalkan kebiasaanku membawa buku ini jika sedang bepergian.

Buku itu berisi kumpulan puisiku yang dihalaman terakhirnya berisi wishlist yang ingin ku capai. Tidak ada nama Adit dalam buku itu, meskipun seluruh puisiku adalah tentangnya. Aku terlalu malu menulis namanya disana. Dan sekarang buku itu entah kemana.

Aku tak berselera menyentuh makan malam yang telah disediakan panitia -kakak senior-. Pikiranku masih berkutat pada buku itu. Aku belum mengikhlaskannya hilang. Aku merutuki kebodohanku sendiri.

Tiba-tiba ponselku bergetar, tanda pesan masuk.

From : Niall
Goodluck, Lif ^^

Aku menutupnya kembali, tidak berminat membalasnya. Aku membuka botol minumku, bersiap minum saat ponselku berbunyi kedua kalinya.

From : Niall
Kamu pasti kesepian kan karena ga ada aku sama Eci? Ngaku!

Aku geregetan dengan pesannya kali ini, lalu memutuskan membalasnya.

To : Niall
Sialan, aku udah punya temen lain.

Aku mengunci ponselku kembali bersiap melakukan aktivitasku yang tadi tertunda. Minum.
Ponselku kembali bergetar. Astaga, anak itu.

From : Kak Harry
Makan De. Bukumu aman sama aku, tenang aja.

Deg

Jadi, buku itu? Bagaimana mungkin? Aku semakin tidak bernafsu menyentuh makananku. Mataku mencari makhluk keriting itu tetapi tidak mendapatkannya. Aku melenguh.

From : Kak Harry
Makan atau bukumu ga aku balikin

Aku mendengus pasrah. Apa dia baru saja mengancamku?

Aku cepat-cepat menghabiskan makananku. Untungnya tidak ada yang mengamati ekspresiku saat ini. Kecuali___ Kak Harry mungkin?

From : Kak Harry
Ketemu di kantin besok sebelum pulang. Aku balikin.

To : Kak Harry
Oke

Aku berdiri setelah membereskan barang-barangku. Orang-orang masih sibuk mengobrol dengan yang lain. Menceritakan bagaimana acara kami semalam. Memang seru, kami menyalakan api unggun di lapangan, berkenalan dengan satu sama lain, sampai memainkan permaian ‘Sedang Apa’. Pagi tadi kami juga melaksanakan outbond sederhana di sekolah. Faktanya, aku tidak menikmatinya. Keinginanku hanya ingin segera mendapatkan buku itu lagi.

Aku bergegas pulang, maksudku ke kantin. Aku berpamitan dengan beberapa temanku yang ku kenal semalam meski aku lupa namanya. Ku lihat Avie sedang mengobrol dengan teman barunya. Aku berlalu begitu saja tanpa pamit padanya.

Aku melihat seseorang dengan setelan kemeja OSIS dan celana jeans lengkap dengan sepatu bootsnya. Aku berjalan mendekat sampai Kak Harry membalikkan badannya sehingga menghadapku.

“Bukumu kena sidak saat kami menggeledah base camp kalian kemarin.” ucapnya. Lihat, perbuatan siapa yang layak dikatakan tidak sopan sekarang?

Ia mengulurkan buku itu dan botol parfum milikku. Aku menerimanya sambil mengernyit.

“Aku berani taruhan, kamu ga sadar kalau yang kena sidak bukan cuma bukumu.” ucapnya seratus persen benar. Aku bahkan lupa jika aku membawa parfum itu.

“Puisimu bagus.” ia menambahkan saat kakiku melangkah kembali.

Aku bersemu merah mendengarnya. Ada perasaan malu, marah, dan senang di dalam hatiku. Aku mengabaikan Kak Harry tanpa mengucapkan terima kasih. Aku benci Kak Harry membuka privasiku, tapi aku juga senang mendengar pujiannya.

Oioii maap karena upload selarut ini. Beberapa hal harus diselesaikan segera

Terima kasih sudah membaca sampai chapter ini. Sending much of love x

Vote, comment, kritik, saran bolee dong cangtip :*

Aku kangen 1D banget :")

Love,
nadiyastyls

TerbitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang