Chapter 21

34 6 5
                                    

Aku melangkahkan kakiku buru-buru. Jam yang melingkar di lenganku menunjukkan pukul 08.55 sementara lomba akan dimulai tepat pukul 09.00. Lomba pertama, bukan hal menarik jika aku terlambat bukan? Mataku menyapu sekitar, mencari ruangan lombaku. Sesekali aku bertanya pada orang-orang di sini. Mereka menunjukkanku rute menuju ruangan tersebut.

Aku masuk dan mendapati Kak Liam dan Alma yang sama-sama menghela napas. Setelah menyapa beberapa orang di depan yang ku asumsikan sebagai panitia lomba, aku mendudukkan diriku di sebelah Alma.

"Hampir aja didiskualifikasi tau ga?" ucap Kak Liam yang hanya ku balas cengiran sambil mengatakan maaf.

Acara dibuka dengan panitia yang menyampaikan aturan debat yang sesungguhnya sudah kami pahami saat berlatih bersama coach. Setelahnya yaitu penentuan tim-tim yang bertanding atau kami menyebutnya Match Up. Tim sekolah kami mendapat lawan tim dari salah satu SMA Negeri di kota ku.

Perlombaan pertama pada Round 1 berjalan lancar. Tim kami berhasil menang dan mendapat Victory Point. Untuk dapat berlanjut ke Round 2, kami harus mendapatkan setidaknya 2 Victory Point dari 3 kali perlombaan pada Round 1. Dengan kata lain, setidaknya kami harus menang 2 kali dalam 3 pertandingan.

Karena skor kami cukup tinggi pada perlombaan pertama, kami mendapat lawan cukup berat pada pertandingan kedua. Sebagai petarung amatiran, tentu kami kalah pada perlombaan kedua ini.

Aku membulatkan mataku saat melihat nama sekolah kami berhasil melaju ke Round 2. Alma bahkan terlihat berkaca-kaca. Untuk yang pertama kalinya, menduduki peringkat 5 dari 8 sekolah yang berhasil melaju ke Round 2 benar-benar membuat kami senang.

Perlombaan pada Round 2 berjalan lancar. Aku memeluk Alma saat membaca hasil lomba yang menyatakan sekolah kami berhasil melaju ke babak semi final. Pada babak semi final, terdapat 4 sekolah yang nantinya akan ditandingkan untuk memperebutkan juara 1, 2 dan 3.

Kami diberikan waktu case build yang lebih lama daripada perlombaan sebelumnya. Mosi yang diberikan yakni "Dewan ini percaya bahwa koruptor akan dijatuhi hukuman mati". Kami mendapatkan posisi sebagai tim pemerintah yang mendukung mosi tersebut.

Performa Kak Liam dan Alma sangat memukau pada perlombaan kali ini. Entahlah, mungkin mereka memang dalam posisi benar-benar menyetujui mosi ini sehingga energi yang mereka keluarkan benar-benar sampai. Beberapa juri bahkan berhenti menulis ketika Alma memberikan argumen-argumennya.

Aku mencatat beberapa poin argumen lawan yang akan aku sanggah setelah ini. Mereka membicarakan tentang kemanusiaan dan hak untuk hidup.

"Dewan juri yang terhormat. Ada dua poin argumen dari tim oposisi yang benar-benar keliru. Terjadi kesalahan berpikir disini. Pertama, tentang kemanusiaan. Mana yang lebih tidak manusiawi? Memusnahkan penjahat atau memusnahkan rakyat yang tidak berdosa? Kita sama-sama tahu jawabannya bukan? Kami tidak bisa memilih untuk menyelamatkan keduanya, sebab mereka berhubungan. Uang yang dicuri oleh koruptor adalah uang rakyat, dewan juri yang terhormat. Bagaimana bisa kami membiarkan penjahat tetap berkeliaran sementara rakyat merasa terancam?!" Aku menarik napas sementara Kak Liam dan Alma melihatku sambil tersenyum.

"Kedua, adalah tentang hak hidup. Pertanyaan saya sama, hak hidup siapa yang sedang dibela oleh tim oposisi?" Ku lihat tim oposisi bersiap mengangkat tangan untuk mengajukan interupsi sebelum kemudian turun kembali dan aku melanjutkan kalimatku "Kami, tim pemerintah membela hak hidup rakyat banyak yang uangnya dicuri oleh koruptor."

Aku menyelesaikan speech selama 7 menit 13 detik untuk menyanggah dan mengulas kembali argumen tim kami. Setelahnya, aku menutup pidatoku dan kembali duduk.

Alma menepuk-nepuk pundakku sementara Kak Liam mengangkat kedua jempolnya dihadapanku. Aku mengembuskan napas lega. Tidak berharap kami memenangkan pertandingan ini, tapi setidaknya aku berusaha melakukan yang terbaik. Ku pikir, Kak Liam dan Alma juga melakukan hal yang sama.

Tim kami menang dalam pertandingan terakhir sehingga bertanding kembali untuk memperebutkan juara 1 dan 2. Sementara tim yang kalah akan bertanding memperebutkan juara 3. Aku benar-benar tidak menyangka akan sampai sejauh ini.

Pada pertandingan final, penonton diizinkan untuk memasuki ruangan lomba. Aku mengabsen satu persatu yang masuk. Coach, guru pendamping, beberapa teman di klub debat, dan Kak Harry. Aku membulatkan mataku ketika sosoknya masuk ke ruangan lomba. Bagaimana bisa dia disini?

Pertandingan final kembali mempertemukan kami dengan tim yang telah mengalahkan kami pada pertandingan di Round 1. Aku mengakui kehebatan mereka. Ku tebak, mereka adalah pemain senior atau pemain yang berlatih debat setiap hari dalam seminggu. Benar-benar keren.

Aku merasa benar-benar gugup kali ini. Pertama karena lawan kami, kedua karena 'penonton' yang sedari tadi memperhatikanku. Ia memberikan senyum sambil berujar 'semangat' yang dapat kutangkap dari gerakan bibirnya. Aku hanya membalasnya dengan tersenyum.

Aku menangis setelah memberikan pidatoku pada perlombaan kali ini. Aku merasa tidak memberikan yang terbaik. Juri beberapa kali mengernyit mendengar pidatoku. Aku semakin gugup setelahnya. Beberapa kali kehilangan kata-kata dan menjedanya dengan 'emm.. emm..' yang mana ku tahu itu salah. Bahkan aku hanya menggunakan 6 menit waktuku untuk pidato.

Aku menatap coach setelah duduk di tempatku sambil berujar 'undertime, sorry'. Coach hanya tersenyum sambil memberiku dua jempol. Tidak, aku semakin merasa buruk. Alma beberapa kali mengusap pundakku.

"You did, yang tadi keren kok Lif." Ujar Kak Liam sedikit berbisik. Aku hanya membalasnya dengan menggelengkan kepalaku.

Selesai juri memberikan feedback, Kak Harry menungguku di depan ruangan. Ia tersenyum ke arahku. Aku sedikit membalas senyumannya lalu duduk.

"Kamu udah berusaha yang terbaik. Aku tau itu." Ucapnya. Semua orang berusaha menghiburku sekarang. Aku justru semakin merasa buruk.

"Kakak ga tau." Jawabku cepat.

"Aku tadi juga lihat kamu pas semi final. Aku langsung pengen masuk pas denger kamu pidato. Keren banget soalnya. Tapi, ga dibolehin sama panitia." Ucapnya sambil terkekeh. Aku menengok ke arahnya. Jadi dia melihatku tadi?

"Setiap orang pernah merasa gagal De. It's okay kalo gagal. Kamu boleh sedih sekarang sampe kamu bener-bener puas. Tapi kamu perlu tau, kamu bukan satu-satunya orang gagal di dunia ini." Ucapnya sambil menghapus air mataku yang entah sejak kapan turun.

Aku memeluknya. Menghirup napasku dalam-dalam dan merasakan aroma mint pada tubuhnya. Kak Harry hanya mengusap puncak kepalaku. Aku merasa damai saat ini.

Tim kami mendapat juara 2 pada perlombaan ini. Coach yang duduk disebelah kami saat pengumuman langsung memberikan selamat.

"Saya waktu itu bilang kalau kalian wajib kalah. Tapi sekarang malah menang. Saya bingung harus seneng apa sedih." Ucapnya. Kami tertawa mendengarnya.

"Liam, Alma, Alif, kalian itu anak-anak hebat. Coach bisa melihat semangat kalian belajar, dan itu yang penting. Proses dulu baru progress." Ucap coach yang selanjutnya sedikit mengurangi beban yang ku rasakan sejak tadi.

Kangen atmosfer debat sayaa wkw

Bosen ga si sama ceritanya? Huhuhu aku kadang merasa insekyur :"

Anyway, terima kasih yang memilih tetap membaca sampai sini. I love you banyak-banyak 😍

Tinggalkan vote dan comment fwens 😉

Love,
nadiyastyls

TerbitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang