Tanganku lincah memotong terong sementara bunda sibuk menceplok beberapa telur. Aku dan bunda berniat membuat balado telur terong yang merupakan makanan kesukaanku dan Ayah. Kak Manda sedang ada tugas kelompok dengan teman kuliahnya.
"Apa lagi Bunda?" Tanyaku setelah semua terong telah terpotong menjadi seperempat bagian dengan panjang sekitar 5 sentimener. Bisa membayangkannya kan?
"Seasoning pake garam sama merica dikit terus digoreng ya De." Ucap bunda memberi instruksi. Bunda telah beralih untuk menyiapkan bumbunya.
Aku menaburkan sedikit garam dan merica bubuk ke dalam baskom yang berisi terong kemudian menggoyang-goyangkannya agar tercampur rata. Setelahnya, aku menggoreng terong-terong tersebut hingga berubah warna namun tidak gosong.
Ayah akan pulang sekitar jam 7 malam. Kak Manda mungkin sebentar lagi pulang mengingat ia sudah pergi sejak pukul 1 siang tadi.
Aku mengambil bumbu yang telah dihaluskan kemudian bersiap menumisnya. Tanganku lihai untuk menumis bumbu-bumbu ini hingga aromanya tercium lezat.
"Bun, telurnya kok banyak banget? Nanti kalo ga habis mubazir kan," Tanyaku saat bunda memasukkan telur ceplok dengan jumlah melebihi porsi makan kami berempat.
"Bunda udah undang Adit sama Ibunya buat kesini nanti. Makanya kita bikin agak banyak." Ucap bunda yang sekarang mulai memasukkan terong yang tadi ku goreng.
"Oh ya? Emangnya ada apa?" Tanyaku sedikit terkejut. Lagipula, biasanya jika ada tamu bunda masak ayam atau olahan laut. Ini malah balado telur terong. Mana terlintas di pikiranku jika akan ada tamu.
"Bunda kangen aja sama Ibunya Adit. Kita udah lama juga ga ketemu kan?" Jawab Bunda sambil mengambil sendok dan mencicip masakan kami. Bunda berpikir sebentar seolah menghayati rasa masakannya lalu tersenyum. Enak.
"Iya, tapi tumben masaknya balado telur terong Bun? Biasanya kan ada menu penyambutan tamu sendiri." Ucapku sambil mengaduk masakan kami yang sebentar lagi matang. Sebenarnya tak perlu waktu lama, hanya memastikan bumbu meresap dengan baik.
"Kamu lupa? Adit kan juga suka balado telur terong. Lagian mereka udah kayak keluarga lagi De, bukan tamu." Ucap bunda dan aku langsung teringat dua hal. Adit memang suka balado telur terong sepertiku dan ya, mereka bukan tamu.
Bunda mematikan kompor lalu menyiapkan piring saji. Sementara aku membereskan alat-alat yang tadi digunakan dan mencucinya.
"Nanti kita makan bareng jam 8 oke? Kamu siap-siap gih." Ucap bunda saat aku selesai meletakkan peralatan yang telah ku cuci.
Aku duduk di tepi ranjangku dengan tidak semangat. Bukan karena aku tidak senang bertemu Adit dan Ibunya. Aku senang, tentu saja. Hanya saja, aku tidak enak padanya. Terakhir kami bertemu, Kak Harry memukulnya dan aku malah mengusirnya. Aku benar-benar tidak bisa membayangkan kecanggungan yang akan terjadi nanti.
Pintu kamarku tiba-tiba terbuka dan membuatku sedikit kaget.
"Kakak bisa ngetuk dulu kan. Aku kaget tau!" Ucapku pada Kak Manda yang sekarang masuk begitu saja di kamarku. Oh, sudah pulang dia rupanya.
"Kakak mau pinjem hair dryer kamu dan FYI, tadi Kakak udah manggil tapi kamu ga nyaut. Mikirin apa sih? Harry ya?" Ucap Kak Mandi yang yang telah berhasil mengambil hair dryerku.
"Dih, orang engga." Balasku dengan ekspresi kesal.
"Yaudah buruan siap-siap. Kata bunda bentar lagi Adit dateng." Ucapnya lalu keluar dari kamarku tanpa menutup pintu kembali. Dasar.
Aku mandi dan bersiap dengan cepat. Aku hanya mengenakan celana kain biasa dengan kaus lengan pendek. Hanya makan di rumah sendiri ini. Lagipula, Adit dan Ibunya bukan tamu kan?
KAMU SEDANG MEMBACA
Terbit
Teen FictionApa rasanya ditinggalkan cinta pertama? Patah? Atau bersyukur, sebab cinta selanjutnya akan datang. "Ku biarkan dia tenggelam agar kau bisa terbit" my very first story