Chapter 29

41 6 13
                                    

Sudah dua hari aku tidak masuk sekolah. Setelah pulang dari SD waktu itu aku tidak makan sama sekali seharian. Aku kehilangan rasa lapar sejak kejadian di warung makan cepat saji itu. Bodohnya, malam harinya aku justru mengonsumsi kopi dan baru bisa tertidur jam 3 pagi.

Keesokan paginya penyakit maagku kambuh. Bunda cukup panik kemarin. Pasalnya, aku jarang sekali kambuh tapi ketika kambuh aku biasanya tidak bisa bangun sama sekali. Aku benar-benar tidak bisa bangun dari tempat tidur kemarin. Aku merasa mual dan sempat beberapa kali muntah. Bunda menawarkanku untuk ke dokter namun ku tolak sebab aku merasa masih sanggup mengatasinya sendiri.

Sejak kemarin, bunda yang 24 jam menjagaku bahkan menyuapiku makan. Bunda memang tidak bekerja. Kata ayah, agar bisa merawatku dan Kak Manda secara penuh. Pagi ini Adit meminta izin untuk menjagaku. Katanya, ia masuk kuliah siang sehingga bisa menemaniku terlebih dahulu.

“Maaf ya De.” Adit bergumam saat menyuapkanku semangkuk bubur yang ia bawa.
“Kenapa minta maaf?” Tanyaku kemudian. Adit tidak bersalah atas ini semua.

“Aku yang ngajak kamu ke toko buku dari pagi sampai kamu ga sempet sarapan. Siangnya gara-gara aku berantem sama pacar kamu, kamu jadi batal makan siang.” Ucapnya dengan nada penyesalan disana.

“Yaelah Dit. Bukan salah kamu kali. Aku aja yang bandel.” Ucapku sambil sedikit terkekeh agar suasana kembali cair. Lagi-lagi aku tidak menyangkal ucapan Adit yang menyebut Kak Harry sebagai pacarku. Setelahnya keheningan terjadi cukup lama, hanya terdengar suara dentingan sendok pada mangkuk buburku.

“Kuliah kamu gimana?” Aku merutuki diriku sendiri yang bodoh dalam memilih topik pembicaraan. Terlalu kaku, meskipun aku memang ingin mengetahui bagaimana kuliahnya. Sejak ia masuk kuliah, aku tak pernah menanyakan apapun terkait kuliahnya.

“Baik. Ya, bisa ngikutin lah walaupun sekelas umurnya dua sampe tiga tahun lebih tua.” Ia terkekeh.
“Sombong ya, mentang-mentang anak akselerasi.” Setelahnya kami tertawa bersama. Gadis batinku bernapas lega.

“Maaf ya, De.” Ucapnya serius.
“Maaf karena akselerasi?”” Jawabku dengan nada bercanda. Kenapa Adit jadi suka sekali minta maaf?

“Maaf karena aku ninggalin kamu empat tahun lalu dan sekarang aku nyesel karena kamu udah punya pacar.” Aku tersedak mendengarnya. Adit dengan sigap mengambilkan air minumku. Aku tau maksud pembicaraan ini.

Aku tak merespon kalimat Adit. Entah kenapa, aku tidak punya niatan untuk mengatakan bahwa aku dan Kak Harry tidak memiliki hubungan apapun. Padahal jika aku mengatakannya, mungkin aku dan Adit bisa lebih dekat.

Aku bergelut dengan pikiranku sendiri. Adit sudah pergi 30 menit yang lalu karena kelasnya akan dimulai tepat jam 11 siang. Adit baik sekali, ia sempurna. Aku tau ia cinta pertamaku saat empat tahun yang lalu. Aku mungkin telah mencintainya saat pikiranku hanya seputar bermain dan tidur siang.

Tapi, sejak Kak Harry mengisi hari-hariku semuanya berubah. Segala sesuatu tentang Adit seolah menjadi biasa saja. Situasinya semakin rumit saat aku melihat Kak Harry dengan perempuan cantik kemarin. Saat itulah aku baru benar-benar menyadari jika aku sudah jatuh padanya.

Harry’s POV

Aku mengacak rambutku frustasi. Sudah dua hari aku tak melihat Dea di sekolah. Aku bertanya pada Niall tetapi ia tak memberikan jawaban sama sekali. Apa dia benar-benar marah padaku?

Aku terakhir melihat Dea dua hari lalu saat aku sedang bersama Kenny. Kenny adalah temanku les. Kami saling kenal sejak kelas 10 di tempat les, tapi baru cukup akrab saat kelas 12 karena kami satu rombel kelas. Ayah Kenny telat menjemput sehingga aku menemaninya makan terlebih dahulu.

TerbitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang