Komen yang rameeee dong. Biar eke semangat ngetik. Malas amat, sik?
Tar eke males juga apdet di sini.
***
3 SCdHP
Insiden antara Yasinta, Anno, dan buku-buku di perpustakaan pada akhirnya membuat Hakim memandangi istrinya dengan wajah amat takjub sewaktu dia tiba di ruang IGD klinik terdekat dengan kantor. Bila dihitung, ada empat pria termasuk dirinya yang sengaja datang ke situ khusus untuk melihat apa yang telah terjadi.
Yang paling dramatis, tentu saja Pak Didin. Pria yang merangkap jadi tukang asuh Yasinta sejak kecil sekaligus sopir pribadinya itu, dengan wajah cemas menenangkan Neng kesayangannya. Pose Pak Didin tak ubahnya seorang bapak yang gemas melihat anaknya selalu gagal memasukkan gol ke kandang lawan setiap Yasinta berteriak sewaktu dokter berusaha menyentuh kakinya.
"Neng Yasi, jangan teriak. Itu, kan, nggak sakit."
"Nggak sakit dari Hongkong. Kaki gue bengkak begini. Apa Pak Didin kaga bisa melihat? Apa Pak Didin kena katarak? Abis ini kita ke poli mata buat mastiin." rutuk Yasinta. Wajahnya merah. Air mata mengambang di pelupuk matanya, dan yang paling lucu, Hakim baru sadar, di bawah hidung, di ujung hidung, serta di bawah mata istrinya, muncul keringat yang hampir tidak pernah dia temukan pada orang-orang terdekatnya.
"Bukan begitu, Neng. Kita udah begini dari setengah jam tadi. Dokternya udah capek."
Yasinta mengalihkan pandang, dari Pak Didin ke arah dokter berwajah amat tampan yang kini diam di hadapannya. Sepertinya, dokter tersebut bingung hendak berbuat apa karena pasiennya begitu barbar. Tidak peduli bujuk rayu setelah ini kakinya bakal baik-baik saja, Yasinta makin histeris karena di dalam kepalanya, tidak pernah ada hal baik-baik saja. Dia sudah menonton video mengobati patah tulang Haji Naim dan lebih memilih mati daripada tulangnya disentuh ketika sedang bengkak.
"Tapi, Pak Didin …"
Ucapan Yasinta terhenti karena di saat yang sama, suara pria paling menyebalkan, membuat dia terdiam dan suaminya, Iqbal Al Hakim masuk tanpa banyak basa-basi.
"Sini, pegang aku."
Okta, sahabatnya, langsung melepas pegangan Yasinta dan hal tersebut segera saja mendapat protes. Padahal, sahabatnya itu sedang tidak percaya dengan penglihatannya sama sekali. Yasinta bilang kalau hubungan dia dan Hakim seperti dua warung sembako yang bersaing dan main dukun. Tapi, melihat betapa lembut Hakim dan saat ini menawarkan diri untuk mengurus Yasinta, membuatnya tidak bisa tidak terpana.
"Mbak. Mbak. Tolongin gue, dia bukan mau bantu … " pekik Yasinta panik. Namun, terlambat. Dengan senyum pasta gigi, Hakim menyentuh lengan kanan Yasinta, lalu secara tidak kasat mata, mengunci tangan tersebut sehingga dia tidak bisa bergerak. Kemudian, Hakim memberi kode kepada dokter yang masih membujuk agar segera melakukan tindakan dan hal terakhir yang dia ingat sebelum Yasinta menghantam pelipis Hakim dengan kepalanya sendiri adalah kata-kata judes yang membuatnya nyaris kena serangan jantung.
"Jangan pegang-pegang gue, Begok!" yang kemudian membuat Yasinta malu dan ingin membenamkan wajahnya ke dalam sumur. Sayangnya, Hakim sendiri hampir terpeleset dan nyaris membentur ujung brankar sehingga membuat suasana IGD makin gaduh.
Hanya Anno, yang kini duduk di ranjang sebelah, dengan sang ayah yang menemani, menutup telinga dan dari bibirnya terus mengucapkan kalimat yang sama, "Tokotokotok tokotokotok tokotoktok." Mengabaikan tontonan super lucu dari pasangan pengantin baru yang kini membuat perawat serta dokter langsung mendapat serangan sakit kepala mendadak.
***
Hampir pukul tiga sore saat mobil milik Hakim parkir di depan rumah yang sebenarnya baru akan dia huni sekitar satu minggu lagi. Tapi, insiden tadi siang membuat semuanya kacau dan daripada dia kena sembur Farihah dan juga Ruhi karena lalai menjaga istrinya, Hakim memutuskan untuk check out hotel lebih cepat. Pak Didin dia minta untuk membawa barang-barang mereka, sedangkan dia membawa Neng Yasi kesayangan sopirnya yang dari tadi menangi sesenggukan.