12

5.2K 1.4K 363
                                    

Gaes, ramein di sini kalau mau diapdet ya. Bab kemaren 100 komen aja susah banget.

Yang ga sabar, boleh ke KK dan KBM, ya, udah bab 29. Apdet tiap hari. Yang di sini, sesuai pembacanya, mau ngebut ya komen. Ga mau komen, ya gapapa. Ga perlu spam huruf, eke pusing liatnya. Mana yang nyepam cuma sebijik, biar rame dijadiin perhuruf, genap 100, dia nagih. Alemong, sama kek ucapan "gapapa digosipin" cepat masuk surga.

Lah, kalo gitu, artis duluan ke surga, dunk, kite kaga😭

Weslah, ngedumel bae eke ini.

Rakyat KK dan KBM dah ga sabar menunggu bab 29 apdet. Uhuyy jangan di sop iler di sini ya.

***

12 SChDP

Ruhi masih menemani Yasinta memeriksa berkas-berkas yang dikirimkan oleh tantenya pada sore itu saat sosok Iqbal Al Hakim muncul dan menyentuh pelan bahu istrinya sebagai tanda kalau dia sudah berada di sana. Gerakan kecil itu sempat menjadi perhatian Ruhi sewaktu Yasinta menoleh ke arahnya dan langsung buka mulut, “Gorengan ada?”

“Ada. Ditaruh di mobil supaya nggak dimarahin orang sini. Masak, masuk kafe tapi beli gorengan.”

“Memang dia tukang makan. Gajinya habis buat jajan di pinggir jalan, tapi, bodinya masih kayak triplek.” Ruhi memberitahu. Gayanya sok malas-malasan, namun, tetap saja berhasil membuat Yasinta cepat-cepat menoleh ke arahnya dan bersungut-sungut, “Tante, ih.”

Hakim sendiri, membalas dengan seulas senyum dan dia kemudian mendekat ke arah Ruhi untuk dia cium punggung tangannya. 

“Sehat, Tan?” Hakim bertanya dengan tatapan tulus, tidak cuma sekadar basa-basi yang dibalas Ruhi dengan anggukan.

“Sehat kalau lawannya istrimu. Sejak kalian nikah, musuh bebuyutan Tante nggak sempat lagi mampir dan ngajak perang, rumah jadinya sepi.” 

Hakim tersenyum simpul. Ruhi kadang tinggal berdua dengan Yasinta. Kadang juga, wanita berambut sebahu itu tinggal di rumah orang tuanya yang tidak kalah besar dengan rumah Ruhi. sepeninggal Yasinta menikah dengan Hakim, Ruhi jadi lebih banyak sendirian. Tidak memiliki anak, suami, membuat Yasinta selalu mencemaskan kehidupan tantenya. 

Mungkin, karena itu juga mereka jadi sangat dekat, pikir Hakim dan dia jadi sedikit menyesal telah menculik Yasinta untuk jadi penghuni di rumahnya.

“Ya, udah. Tante pulang lebih dulu aja kalau begitu.” Ruhi memilih bangkit, “Habisin kue-kuenya, Yasi. Baru setelah itu kalian pulang.”

Padahal, Yasinta tahu kalau Ruhi sengaja meninggalkan mereka berdua supaya ada kesempatan nongkrong bareng alias kencan. Namun, percuma saja. Kebanyakan acara duduk berdua seperti ini bakal berakhir kacau.

“Dadah.” Ruhi mencium pipi keponakannya dan berbisik, “Ajak belah duren malam ini.”

“Ish, Tante apa-apaan, dah?” 

Ruhi membalas dengan tawa sementara dia menyambut uluran tangan Hakim sebelum akhirnya Ruhi berjalan menuju Pak Didin, meninggalkan pasangan pengantin baru tersebut saling tatap.

“Kue yang dibeli Tante masih banyak. Gue abisin dulu. Mubazir kalau ditinggal.”  

Hakim mengambil posisi duduk di seberang Yasinta, di bangku yang sebelum ini diduduki oleh Ruhi. setelahnya, Yasinta sadar kalau Hakim ternyata memilih menunggu.

“Mau kopi? Ntar gue pesenin.”

“Boleh.”

Hakim tidak menolak tawaran secangkir kopi panas dan saat Yasinta mengulurkan sepotong roti dengan daging asap, lagi-lagi dia menerima pemberian istrinya itu.

Sebaris Cinta Dari Halaman PertamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang