7

5.4K 1.4K 228
                                    

Jangan males vote dan komen, dong.

Kalo males, eke males juga apdet di sini. Yang ga sabar, boleh ke KBM, masih gratis, kok.

***

7 SCdHP

Sentuhan halus di lengan Yasinta Aurahana membuatnya segera membuka mata. Dia menemukan wajah Hakim yang kini tersenyum ke arahnya. Karena itu juga, dia serta merta mengerjap dan menyadari kalau di hari sepagi ini dirinya sudah ketiduran. Padahal, selama ini belum pernah. Pagi hari adalah waktu di mana dia biasanya bersiap untuk bekerja dan pukul enam lewat tiga puluh dia seharusnya sudah berada di mobil. Pak Didin selalu standby menunggu sejak pagi dan ke mana saja Tuan Putri kesayanganya hendak pergi, dia akan siap sedia mengantar.

“Makan dulu. Sudah hampir jam delapan.” suara lembut Hakim membuat mata Yasinta mendadak terang-benderang. Apakah dia tidak salah dengar? Tadi, memang dia ingat kalau Hakim berjalan menuju dapur. Tapi, saking heningnya suasana, dia sukar memercayai suaminya memasak. 

“Aku masak, seadanya tapi. Nyonyaku lagi sakit, jadi nggak maksimal.” Hakim tersenyum lagi. Sikap dan kata-katanya berhasil membuat bulu kuduk Yasinta meremang.

“Sejak SMA aku belajar memasak, seadanya, sih. Tapi, sempat part time jadi pegawai McD’s dan juga KFC di luar sana. Lumayan buat nambah uang saku.”

Wajah Yasinta tampak sangat tidak percaya dan Hakim tidak merasa heran. Hampir semua orang yang mendengar cerita tersebut keluar dari bibirnya akan mengatakan kalau tunggal dari Rahadian Hadi tersebut membual.

“Lo mau gue percaya, gitu?”

“Nggak juga nggak apa-apa.” Hakim kembali mengurai senyum sambil memamerkan sepiring menu sarapan pagi yang membuat alis Yasinta naik. 

“Dada ayam panggang dengan saus cajun, potongan daging asap dan mozzarella.” Hakim memberitahu. Ada campuran salad yang setelah diteliti oleh Yasinta merupakan campuran jagung manis pipil, selada, dan wortel yang membuatnya menaikkan alis.

“Sarapan apaan ini? Gue nggak setiap tahun ke luar negeri, tapi ini kayak makan siang daripada makan pagi. Ada jagung di salad, okelah, cuma maaf-maaf, nih, ye, gue berasa kayak ayam.” 

Yasinta tidak bermaksud menghina, namun, kata-kata itu meluncur begitu saja dari bibirnya sehingga dia cepat-cepat menutup mulut dan mengucapkan kata maaf sewaktu melihat Hakim tersenyum masam. Tapi, dia, kan, rakyat Indonesia sejati. Diberi bakwan goreng juga tidak bakal menolak. Cukup terigu, jagung, wortel, dan daun bawang, sudah sangat nikmat.

“Sudah kubilang, cuma ada itu di kulkas. Nanti siang aku ke supermarket, belanja. Jadi, sementara ini makan yang ada.” Hakim menyodorkan piring ke tangan Yasinta yang masih belum percaya dengan penglihatannya dan tidak lama, pria tersebut segera berdiri dan berjalan lagi menuju meja makan. Yasinta menduga kalau Hakim akan makan sendirian di sana.

“Ini nggak lo kasih racun, kan?” Yasinta mengendus permukaan piring dan dia menoleh kembali ke arah dapur. Namun, Hakim ternyata sudah berjalan menuju ke arahnya.

“Aku nggak punya minat meracuni istri sendiri.” Hakim mengambil posisi duduk di ujung sofa yang masih tersisa. Di tangan kanannya terdapat secangkir kopi dan di tangan kiri berisi piring dengan menu yang sama dengan Yasinta.

“Ngarep gue mati sendiri, gitu?” Yasinta menantang. Ngomong-ngomong, dia jadi teringat obrolannya bersama sang tante di kamar tadi.

“Jangan, dong. Masa depan kita masih panjang.”

“Cuih.”

Tatapan mata Yasinta tampak menusuk begitu Hakim menoleh ke arahnya. Jelas sekali kalau dia terlihat tidak setuju dengan kalimat tersebut.

Sebaris Cinta Dari Halaman PertamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang