Kalau yey baek, eke juga mau apdet lagi.
Tapi, ye, biasanya, ye, abis komen banyak kemaren, hari ini langsung melempem. Kelakuan siape, tu?
Kelakuan netizen yang kaga sayang ama eke.
Ekepun tak mau sayang.
Dah tamat di KK dan KBM.
Bentar lagi jadi buku bareng si Ola.
Tau ga cerita si Ola?
***
21 SCdHP
Ketika pagi tiba, Hakim tidak bohong dengan ucapannya saat terjaga dini hari tadi. Dia mengajak Yasinta berangkat kerja bersama. Lucunya lagi, Hakim juga sempat antre nasi uduk kesukaan Yasinta dan mereka berdua makan di bangku plastik yang tersedia sambil memandangi lalu lintas jalan di pagi hari. Saat itu memang baru pukul enam lewat tiga puluh. Hakim yang sudah mulai mengerti kalau Yasinta bukanlah penggemar masak, apalagi masak di pagi buta, pada akhirnya berinisiatif berangkat lebih pagi dan memilih warung nasi uduk sebagai incaran mereka pagi itu.
Respon Yasinta tentu saja diawali dengan keheranan begitu mobil suaminya terparkir di depan ruko yang letaknya berada di samping warung nasi uduk. Begitu Hakim menyuruhnya turun, keheranannya bertambah dua kali lipat.
“Kok, bengong? Bukannya kamu suka nasi uduk Mpok Ukem?”
Selama ini dia selalu membeli sarapannya sendiri atau bersama Pak Didin. Bagaimana bisa seorang Iqbal Al Hakim tahu warung nasi yang paling disukainya itu?
“Nanya Pak Didin, lah. Kok, kamu bingung?” Hakim menjawab dengan santai, sementara Yasinta yang sadar akan hal tersebut langsung tersenyum masam.
Jawab pakai alasan lain, kek. Gue udah keburu GR, gumam Yasinta di dalam hati. Tapi, baiknya Hakim, pria itu sendiri yang berjalan menuju tempat Mpok Ukem berjualan dan memesan menu sarapan pada pagi itu sementara Yasita duduk di meja kayu yang dipasang dadakan hingga pukul sepuluh pagi. Setelah jam itu, pemilik ruko akan membuka toko mereka dan dagangan Mpok Ukem sendiri biasanya telah ludes terjual.
Hakim kembali sekitar lima menit kemudian dengan membawa dua buah piring plastik yang di atasnya terdapat nasi uduk dalam kertas nasi dan daun pisang. Isinya menggunung dan Yasinta mendapati kalau suaminya juga membeli beberapa buah bakwan goreng yang masih panas mengepul, sebuah kombinasi amat cocok di samping telur dan tempe bacem yang membuat biji mata Yasinta hampir keluar saking kagetnya.
“Lo pesan menu sarapan atau menu seminggu nggak makan, sih?”
Yasinta memang mengoceh kepada Hakim yang membalas ucapan istrinya dengan senyum lebar, namun, tangannya meraih beberapa buah kerupuk udang dan mulai mengunyah dengan lahap. Tidak lama, anak Mpok Ukem menghampiri mereka berdua dengan membawa secangkir kopi panas dan juga es teh tawar untuk mereka berdua.
“Buset, komplit amat.” komentar Yasinta sambuk mengunyah kerupuk untuk kali ketiga hingga Hakim akhirnya mengangsurkan cangkir teh ke hadapannya.
“Hari ini masih ngurusin orang pelatihan lagi, kan? Kamu butuh banyak tenaga sampai sore nanti.” Hakim menjawab dengan diplomatis dan saat itu Yasinta sadar kalau dia seperti bersama seorang artis ganteng daripada suaminya sendiri. Pantas saja Sarina frustrasi ditinggal oleh putra semata wayang Farihah Hadi tersebut.
“Sampai Magrib, kayaknya.” Yasinta mengoreksi. Tangannya sudah mengaduk permukaan nasi uduk sehingga kering tempe, telur dadar iris, bihun tumis, tercampur dengan nasi. Aroma santan, pandan, serta irisan bawang goreng membuat cacing-cacing di perutnya bergemuruh.
“Kayak kemarin?” Hakim bertanya lagi dan dibalas Yasinta dengan anggukan. Mulut sang nyonya sudah penuh dengan nasi dan sekarang, dia sudah menggigit sepotong bakwan renyah yang membuat matanya terpejam, “Enyaknya …” puji Yasinta dengan mulut penuh. Sudah bertahun-tahun dia menjadi pelanggan nasi uduk Mpok Ukem dan perasaan cintanya tidak pernah goyah. Sekarang, bertambah satu lagi penggemar nasi uduk tersebut padahal sebelum ini, Yasinta yakin, Hakim sudah kenyang dengan makan sereal campur susu saja.