Ramein lapak ini ya.
***
5 SCdHP
Yasinta sedikit senang ketika dia menemukan alat bantu berjalan yang bentuknya seperti kereta dorong di sisi tempat tidur saat dia bangun pagi berikutnya. Lampu kamar sudah dinyalakan. Dia sebenarnya tidak bisa tidur dalam kondisi seperti itu. Tapi, mungkin karena hari sudah pagi dan Hakim mesti bersiap-siap, maka, pria itu terpaksa menyalakan lampu.
Untung saja, Yasinta sedang datang bulan, sehingga dia tidak perlu panik dan buru-buru ke kamar mandi. Meski begitu, kebutuhan yang membuat perutnya selalu otomatis berkontraksi setiap matanya terbuka, tak urung membuat Yasinta kalang kabut.
Mules, lo nggak bisa nyari hari lain, gitu? Gue susah jalan, ya, ampun, masih aja ngajak kebelet boker.
Yasinta memilih bangun. Pagi ini, nyeri di kakinya lumayan terasa. Kalau tidak salah, dokter sudah meresepkan beberapa jenis obat. Penahan nyeri adalah salah satunya. Tapi, dia adalah tipe penakut. Makan obat sama saja dengan memaksanya muntah dan sejak kecil dia sudah berdamai dengan keadaan "Yasi mesti sehat" supaya tidak perlu makan obat.
Yang patut dia banggakan, kakinya yang bermasalah cuma sebelah, sehingga, dia bisa berjinjit dengan satu kaki bila ingin berjalan. Hakim juga telah menyediakan kruk untuk Yasinta yang membuatnya mau tidak mau memakai benda tersebut. Alat bantu jalan yang satunya tidak cocok buatnya yang kelewat lincah.
Gara-gara hasrat ingin buang air juga, Yasinta kemudian buru-buru masuk kamar mandi yang berada di dalam kamar utama tersebut tanpa pikir panjang. Toh, dia sudah yakin kalau Hakim tidak berada di rumah. Tadi, dia sempat melihat angka pada jam digital dan waktu sudah menunjukkan pukul tujuh. Berdasarkan pengetahuannya, Hakim mungkin sedang asyik menggoda bunga kompleks atau berteleponan dengan kekasihnya, yang mana saja dia tidak peduli. Namun, dugaannya salah besar. Ketika pintu kamar mandi terbuka, dia memekik kaget dan langsung mundur tanpa pikir panjang sambil menutup kedua mata dengan telapak tangan kanannya.
Teriakan Yasinta membuat Hakim yang kala itu sedang mandi lantas menoleh kaget ke arah istrinya dan dia tanpa pikir panjang segera lari ke luar kamar mandi begitu melihat Yasinta jatuh terjengkang. Tapi, begitu tangannya menyentuh lengan Yasinta, pustakawan muda itu menjerit-jerit histeris, "Pergi! Sana! Gue nggak mau! Tuhaaan, gue mau boker, malah dikasih pisang ambon pagi-pagi. Ta* gue masup panta* lagi." keluh Yasinta menahan jengkel, tangis, dan malu bersamaan.
Parahnya lagi, Hakim malah tidak sadar kalau dia mendatangi istrinya dalam kondisi seperti bayi baru lahir. Gara-gara itu juga, sambil terpejam, Yasinta balik badan dan merangkak menjauh sambil menggerutu ke arah langit-langit, "Sudah hari Selasa, ini, woi. Masih aja maksa jadiin hari gue Senin mulu."
"Hana, sakit, ya?"
"Bodo, amat. Lo pergi yang jauh, sana. Pakai handuk, kek. Pakai sempak, kek." Yasinta menarik tangan kanannya yang kini dicekal Hakim supaya lepas. Pria itu kemudian sadar penyebab istrinya mengomel dan dia segera mengucap istighfar setelahnya. Yasinta sendiri akhirnya menyadari Hakim terbirit-birit ke kamar mandi dan dia barulah membuka mata. Namun, hal tersebut hanya berlangsung beberapa saat. Sosok Hakim kembali muncul dari balik kamar mandi. Akan tetapi, dia sudah membelit tubuhnya dengan handuk.
Meski begitu, tetap saja, Yasinta memilih melempar pandangan ke arah kasur daripada memandangi suaminya yang kini seperti orang tidak tahu diri, tidak sadar kalau barusan dia pamer perabot di depan seorang gadis perawan suci murni yang sebetulnya, amat doyan menonton adegan tidak pantas di layar Ipad miliknya.
Tapi, kan, perabot cowok Korea atau adegan cipokan memang sengaja diciptain buat menghibur mata jomlo kayak gue. Lah, perabotnya si Hakim, pan udah sering dicelup ke salomenya si Mal.