Aslinya bab 37
Yang mo dobel apdet, ramaikan 300 komen malam ini.
Kalo ga, silahkan ke sebelah.
***
37 SCdHP
Hakim adalah orang yang paling terkejut ketika tiba di rumah mereka pada hari Minggu pagi. Farihah sudah ada di depan pagar, membawa mobil miliknya berupa sedan keluaran terbaru berwarna hitam. Dia sendiri saat itu memakai setelan gamis syari bahan sifon berwarna ungu terang. Amat meriah. Apalagi sebagai pemanis, Farihah juga memakai kacamata hitam berukuran amat lebar. Bukankah ibunya penderita rabun? Pikir Hakim.
Namun, belum sempat bertanya, Yasinta yang tadi duduk di sebelahnya kini minta dibukakan pintu kepada Hakim yang masih terlalu bingung. Dia menurut saja dan sejurus kemudian, Yasinta meraih tangan pria itu untuk dia cium punggungnya.
“Lho? Mau ke mana?”
Tidak ada yang lebih menyenangkan dibandingkan memandangi wajah Hakim yang tidak diajak ikut acara drama pagi itu. Tapi, Yasinta sudah terlalu sibuk dan dia tidak ada waktu untuk lebih lama memperhatikan bapak direktur muda yang saat ini merasa amat penasaran tersebut.
“Mau pergi sama Ibu. Acara perempuan.”
“Acara perempuan?” Hakim mengulang. Dia terlihat amat tidak rela dipisahkan dari Yasinta yang kini, dengan kaos pink muda bergambar babi Piglet favoritnya, celana pendek berwarna fuschia, kuncir dua dengan karet senada dengan warna celana, sepatu kets yang juga berwarna pink yang akhirnya membuat Hakim merasa melihat bocah SD.
“Iya. Bapak mau ikut?”
Yasinta belajar dari rekan kerjanya kalau seorang lelaki lebih baik diberi trik psikologi. Jika dilarang, mereka sudah pasti bakal penasaran. Karena itu, sebelum Hakim nekat, lebih baik menawarinya ikut bergabung. Toh, setelah tahu kalau Yasinta bakal menghadiri acara para perempuan, Hakim pasti membatalkan niatnya.
“Ada laki-lakinya?”
Karena yang bakal bertemu adalah dirinya, Farihah, dan Sarina, maka Yasinta mengatakan dengan jujur kalau tidak ada kaum Adam yang terlibat dalam pertemuan mereka nanti.
“Pak Didin aja nggak diajak.”
Makin hilanglah minat Hakim ketika tahu bakal cuma ada acara para perempuan saja di hari itu. Dia memilih menggeleng dan membiarkan Yasinta keluar mobil dengan wajah seperti hendak melaju ke medan perang. Namun, sebelum itu, dia sempat turun dan mendekat ke arah Farihah yang terlihat tidak mau turun dari mobilnya.
“Pertemuan penting. Ntar aja Ibu mampir kalau sudah beres.” Farihah menarik sedikit bagian tengah kacamatanya supaya dia bisa melihat sosok Hakim yang mendekat. Pandangannya berpindah ke arah Yasinta yang kini tanpa ragu, setelah mencium tangan mertuanya langsung cipika-cipiki.
“Udah siap? Udah makan?”
“Sudah, Bu. Udah kenyang ditraktir Bapak.”
Untung saja Farihah tahu kalau Yasinta memanggil Hakim dengan panggilan tersebut, karena jika tidak, maka dia akan kebingungan dengan sosok bapak yang dimaksud. Hakim sendiri yang merasa tidak tahu dengan rencana dua orang wanita di hadapannya ini merasa agak sedikit kaget karena tidak menyangka saja kalau Yasinta dan Farihah telah punya rencana tanpa memberitahunya lebih dulu.
“Mendadak soalnya. Kalau Hana nggak ngasih tahu juga Ibu mana sempat datang. Tadinya mau ikut car free day, tapi mending gabung sama Hana, supaya masa depan cerah.”
Hakim tidak mengerti sama sekali arah dan tujuan omongan Farihah. Tapi, Yasinta juga sama saja, memilih mengunci mulut dan sebelum kemudian berbisik di telinga Hakim, “Doain sukses, ya, Pak. Ntar kalau sukses, malem Bapak dapat jatah.”