Aslinya bab 36
Ngapa ga bab 34? Komennya sepi.
Yang penasaran, cus ke sebelah.
Yang balas komen "kelamaan apdet, jadi lupa ceritanya" itu urusan lo. Bukan eke. Lupa, ya tinggal baca ulang. Pake dibahas lagi kalo dirimu menderita pikun, dahlah, jangan banyak alasan.
Apalagi yang ngomen PHP, padahal follow eke aja kaga, pengen tak slepet. PHP tu kalo eke berjanji, kaga ditepati. Selama ini kebanyakan anda-anda semua yang PHP eke dengan alasan "saking bagusnya bercerita, ga sempet komen."
Halah, kek eke babi aja mau dikibulin.
***
36 SCdHP
Yasinta baru kembali dari dapur usai memastikan semua pintu sudah terkunci dan piring yang sudah dicuci ditiriskan di rak ketika dia masuk kamar dan menyaksikan Hakim tertidur dengan kacamata masih menempel di wajahnya. Suaminya tidak memakai kacamata dalam kegiatan sehari-hari. Namun, bila dia harus bekerja lewat laptop dan ponsel, maka Hakim akan memakai kacamata antiradiasi. Lain halnya dengan Yasinta, dia akan menggunakan tablet atau ponsel sambil bergulingan kalau bisa dan tidak bakal peduli sekalipun Ruhi Karmila memukul pantatnya dengan sapu.
Bukankah, puncak kenikmatan berseluncur di alam maya adalah ketika merebahkan diri di atas kasur dan menghabiskan waktu hingga berjam-jam menyusuri laman internet sesuka hatinya? Dan pelakunya bukan hanya Yasinta seorang. Jadi, jika Ruhi atau Hakim ingin marah, mereka harus protes pada produsen kasur dan ponsel karena menciptakan kedua alat itu untuk hidup semati seperti sepasang kekasih baru jadian.
“Nah, udah teler aja.” Yasinta mendekat dan membantu melepas kacamata yang dipakai oleh suaminya tersebut.
Setelah meletakkan kacamata Hakim ke atas nakas sebelah tempat tidur, Yasinta juga menemukan ponsel Hakim yang layarnya masih terbuka. Dia sedang memeriksa beberapa surat-surat dan Yasinta merasa agak tidak enak hati. Di rumah orang tuanya, Hakim jadi banyak mengerjakan hal remeh temeh seperti membersihkan gudang, memotong rumput dan semak yang mulai meninggi, memanaskan mobil dan kendaraan milik abang dan papa Yasinta, ikut membantu melepas gorden, dan saat sadar, hari sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Yasinta sempat membujuk Hakim untuk pulang keesokan paginya supaya mereka bisa membersihkan rumah mereka juga. Untung saja, Hakim sempat membawa pakaian kotor yang tidak sempat dicuci ke binatu terdekat dan sebelum ini, seragam hari Senin Yasinta sudah dicuci dan disetrika dengan rapi olehnya sendiri.
Yasinta menghabiskan beberapa menit memandangi Kim So Hyun rasa Jakarta yang kini hanya berjarak beberapa senti darinya. Sesekali, dia tersenyum dan menyadari betapa lucunya hidup telah membuat mereka jadi bersama seperti saat ini.
Kamu nyasar sampai ke Amerika, pacaran sama anak keraton, eh, kawin sama sepupu tiri. Ngapain jauh-jauh kalau begitu?
Yasinta ingin mengambil ponsel milik Hakim dan memindahkannya ke atas nakas. Tetapi, dia takut suaminya terbangun. Jika sudah bekerja Hakim kadang tidak ingat waktu. Awal-awal menikah dulu juga dihabiskan Hakim di ruang kerjanya. Setelah itu, baru Yasinta tahu, selain memang fokus menyelesaikan tugas-tugas yang tidak kelar di kantor, menyembunyikan diri di kantor pribadinya juga amat membantu supaya tidak tergoda sang nyonya genit yang gemar membuat si Joni berontak dari sarangnya.
Ternyata, Hakim tidak sealim penampilannya. Wajar saja Yasinta selalu salah duga, menyangka dia dan Sarina sudah berbuat aneh-aneh saat berpacaran.
Ponsel Hakim bergetar sekali dan sebuah notifikasi pesan Whatsapp muncul, membuat Yasinta penasaran karena dengan jelas, walau dari arah berlawanan, tertera nama Rina di bagian pengirim yang membuat jantungnya berdebar dengan amat cepat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sebaris Cinta Dari Halaman Pertama
Literatura FemininaYasinta Aurahana vs Iqbal Al Hakim