Notif di KK keluar ga ya? Kayaknya dari views yang tahu dikit, jadi eke sekalian pengumuman dah bab paling terkini, dah. Wkwk. Bentar lagi tamat, bebku. Doain segera jadi buku. Yang ga bacak, rugi.
Ramein bab ini ya
***
18 SCdHP
Iqbal Al Hakim tidak bisa menyembunyikan tawa sewaktu dia berhasil membawa istrinya masuk mobil dan duduk di sebelahnya. Mulanya, Yasinta nekat ingin duduk di belakang. Namun, Pak Didin yang lebih dulu menceramahi Neng kesayangannya itu, “Aduh, Neng. Pamali duduk jauhan sama suami. Kalau sama Bapak, nggak apa-apa. Bapak, kan, emang sopir.”
Jadinya, Yasinta terpaksa duduk di sebelah Hakim dan membiarkan suaminya membawa mereka ke rumah sakit untuk memeriksakan kondisi terakhir kaki Yasinta dan juga mengikuti proses terapi agar kakinya semakin cepat pulih. Tapi, gara-gara itu juga, Yasinta sadar kalau selama ini Hakim tidak “menyentuhnya” karena dia belum sehat.
“Jauh-jauh.” Yasinta memasang raut garang ketika Hakim hendak membantunya turun. Pria itu sudah mengulurkan tangan, namun, Yasinta menolaknya.
“Tongkatnya ditinggal di kantor, nggak ada jalan lain, kamu mesti pegang tanganku.” Hakim memberi tahu.
Jika Hakim tidak menggodanya seperti tadi, Yasinta tentu masih akan menerima uluran tangan suaminya dan tidak bakal minta dilepaskan walau mereka berdua sudah berada di rumah. Tapi, kenyataannya, Hakim sendiri yang memberi tahu kalau selama ini dia benar-benar menahan diri dan hal tersebut langsung membuat Yasinta seperti dilempar seribu ekor belatung. Rasanya sangat mengerikan.
“Malam pertama, tuh, segala sakit pas lagi haid digabung jadi satu. Ibarat, kita lagi sehat wal’afiat, eh, malah diberondong tembakan ama Belanda, tinggi, gede, berurat …”
Salahkan Okta yang terus meracuninya dengan cerita-cerita menyeramkan. Lagipula, orang Belanda sebelah mana yang punya banyak urat? Kalau bakso, dia bisa mengerti, kalau urat yang lain?
Yasinta bergidik, tepat saat Hakim meraih tangannya dan dia bisa merasakan kehangatan tangan suaminya sendiri hingga jantungnya berdebar amat lebar. Hakim yang melihat ke arahnya berpura-pura tidak terjadi apa-apa, sehingga Yasinta menjadi makin dongkol kepadanya.
“Kenapa, sih, salah tingkah terus dari tadi? Kita pegangan tangan hampir setiap hari. Malam juga tidur dipeluk.”
Dipeluk? Pasti ada konspirasi. Yasinta tidak pernah menjauh dari bantal dan setiap bangun tidur, semua bantal telah hilang. Yang ada hanyalah dia terlelap di dalam pelukan Hakim dan hal tersebut terjadi setiap malam.
“Lo pasti ngelempar semua bantal gue ke lantai, makanya gue bisa lo peluk. Ngaku aja! Ada konspirasi yang lo buat supaya gue nyerah.”
Yasinta terus mengoceh tanpa menyadari kalau mereka berdua sudah tiba di meja pendaftaran. Yasinta sendiri kemudian mengeluarkan dompet dan menunjukkan kartu asuransi miliknya, yang kemudian ditolak oleh suaminya sendiri.
“Kita pasien umum.” Hakim mengingatkan, “Biar bisa cepat pulang.”
Meski terdengar biasa saja, nyatanya Yasinta makin merinding saat suaminya mengucapkan kalimat barusan. Kesannya seperti meminta mereka buru-buru pulang agar bisa melanjutkan “aktivitas” bersama di rumah yang membuatnya makin panik.
“Lo ngapain nyuruh gue cepat-cepat balik?” Yasinta berusaha menarik tangannya dari genggaman Hakim, namun gagal. Dia benci dengan otaknya saat ini. Tapi, membayangkan kekasih Raden Sarina tersebut menyentuh tubuhnya, membuat dia ingin menangis saat ini juga.
“Bukannya kamu nggak mau lama-lama di rumah sakit?” Hakim menjawab jujur. Raut mukanya tampak datar dan dia merasa heran Yasinta tidak ingin cepat pulang.
![](https://img.wattpad.com/cover/346172781-288-k802812.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Sebaris Cinta Dari Halaman Pertama
Romanzi rosa / ChickLitYasinta Aurahana vs Iqbal Al Hakim