4 SCdHP
Ketika Iqbal Al Hakim mengetuk pintu kamar, Yasinta yang tadinya sedang cekakak-cekikik menonton reels dari akun IG yang muncul di berandanya, cepat-cepat menonaktifkan layar ponsel dan melempar benda itu ke bawah bantal. Dia kini sudah berbaring di atas tempat tidur dan kedatangan Hakim telah membuatnya mesti bersikap seperti orang sakit.
Hakim sendiri masuk ke kamar bukan tanpa alasan. Sudah waktunya dia beristirahat dan seperti tadi malam, dia mesti tidur satu kasur dengan bini cerewetnya itu.
"Kakinya masih sakit?" Hakim bertanya, basa-basi sebab dilihatnya wajah Yasinta tampak panik. Tidak dia tahu kalau barusan sang nyonya sudah diinterupsi kesenangannya dan raut Yasinta saat itu lebih karena dia tidak bisa lagi menonton tayangan kesukaannya.
“Ya, sakitlah. Pakai nanya.”
Jawaban ketus Yasinta tidak membuat Hakim gentar meski sekarang hanya ada mereka berdua di rumah. Kenyataannya, kan, memang begitu. Pak Didin tentu saja pulang ke rumahnya dan akan kembali esok pagi. Namun, mengingat Yasinta bakal absen bekerja selama beberapa hari, Hakim sangsi, kehadiran pria itu masih dibutuhkan untuk saat ini.
“Kalau masih, aku bakal telepon dokter dan minta mereka suntik … “
Kalimat Hakim terputus karena Yasinta melemparinya dengan bantal guling. Menyuruh kakinya disuntik lagi? Lebih baik dia memilih mati.
“Nggak ada omongan lain, apa? Itu emang mau lo, kan? Lihat gue merana?” Yasinta bersedekap sementara Hakim berhasil mengambil bantal istrinya. Mereka duduk saling hadap dan saat ini, Yasinta melihat Hakim sedang menimang-nimang bantal di dalam pelukannya, seolah sedang berpikir untuk balas melempar dirinya.
Awas aja kalau berani.
“Aku tidak berniat seperti yang sekarang ada di dalam kepalamu.” Hakim bicara lagi. Matanya kembali melirik wajah Yasinta yang tampak kecut.”Kamu tahu benar kalau aku tidak pernah berniat jahat. Kita sudah saling mengenal sejak kecil.”
Saling mengenal sejak kecil. Sebenarnya, siapa saja yang mengenal mereka tahu kalau Yasinta dan Hakim adalah sepupu yang dinikahkan. Tidak ada perdebatan karena semua orang juga tahu, Hakim adalah istri lain seorang Rahadian Hadi. Tapi, kemudian, teman-temannya menggoda Yasinta dengan mengatakan kalau hatinya nyantol kepada hati sepupunya sendiri.
Tapi, semua orang lupa kalau Hakim telah menaruh hati kepada Sarina sejak lama. Sayangnya, kisah mereka terhalang restu. Farihah lebih memikirkan kelangsungan nasibnya yang jelas tidak sekuat Ruhi Karmila. Siapalah dia bila dibandingkan sang putri jenderal? Farihah hanya mantan kembang desa layu yang sekuat dia membesarkan putra semata wayang yang sejak dulu tidak pernah dianggap namun selalu dibanggakan oleh suaminya, yang juga suami Ruhi Karmila.
Wanita yang luar biasa cerdas, sejak awal menikah mengamankan aset atas namanya, nama suaminya, serta hampir semua hal, kecuali kemudian kenyataan bahwa dia tidak bisa memberikan keturunan kepada suaminya, yang kemudian menjadi kekuatan Farihah yang membuat Ruhi seperti mati kutu. Tidak peduli sebanyak apa aset yang dia kuasai, tetap saja, putra satu-satunya yang bakal menjadi penerus tahta keluarga.
Gara-gara itu juga, sejak muda dia dicekoki oleh tantenya bahwa keluarga Farihah tak ubahnya seperti lintah dan kini salah satu anggota keluarga lintah tersebut malah duduk satu ranjang dan berlabel suami di jidatnya. Belum lagi, omelan netizen tentang Sarina yang kini menjadi korban paling merana dibandingkan dirinya.
Padahal, dia seharusnya menjadi yang paling harus dikasihani. Adli dan Rafli, dua pria yang dari dulu menjadi pusat kesenangannya malah memilih mundur. Belum lagi kakinya yang kini mesti dibebat. Tidak terhitung betapa banyak penderitaan Yasinta demi menjadi istri pria di hadapannya itu.