Besok atau lusa eke buka PO Hana-Hakim bundel ama Syauqi dan Gendhis. Siapin wit yang banyak, ya.
Mo nunggu di shopee juga boleh. Tapi, harganya mungkin beda. Ada biaya admin yg makin mehong. Kalo lewat penulis nanti cuma bayar 10K buat ongkir sisanya eke subsidiin.
Kirim format tar ke eke aja, ya. Nanti dikasih no hp baru.
Yang ke olshop nambah 5K perbuku ya.
Ribet, Mak.
Ya, soalnya buku eke tu kadang dah dimurahin banget, makanya eke belain SP. Bisa tebel tapi ga mahal. Kemaren kalian pesan Yaya Malik, 700hal harganya 110. Sekarang, ga dapat lagi buku harga segitu. Karena ga mau bebani kalian. Cuma, kalo harga cetak aja udah naik banyak, fee olshop, fee shopee, eke dapet capeknya doang. Belum lagi grup bajak membajak, ya ampun. Padahal, yang gratisan masih nangkring di Wattpad. Otaknya di dengkul. Lain kali, eke share semua muka penikmat bajak2 beserta muka keluarganya, biar niqmat kalian mencela.
Bab ini banyak sensor. Yang hot ada di sebelah.😛 banyak yg suci murni kek susu bearbrand di sini.
***32 SCdHP KBM app
Hakim terdiam selama beberapa detik sewaktu mendengar pertanyaan tersebut. Apalagi, di saat yang sama, Yasinta mulai menunduk dan bicara lagi dengan nada pelan, “Gue lagi belajar sayang sama Bapak. Jadi, sebelum nanti patah hati, mending gue tanyain sekarang.”
Tangan Hakim yang tadinya berada di pinggang Yasinta berpindah ke pipi istrinya. Dia memberi usapan amat pelan dan lembut yang sempat membuat sang nyonya memejamkan mata. Jangan sampai tergoda, please, pinta Yasinta kepada hatinya. Namun, begitu membuka mata, hampir tidak ada jarak di antara bibirnya dan bibir Hakim dan godaan itu begitu sulit dia lepaskan.
“Aku juga lagi belajar menjauhkan wajah dan bibir ini dari kepalaku, tapi, kamu tahu? Sepanjang hari yang kupikirkan cuma kamu, kamu, dan kamu, Yasinta Aurahana. Harusnya aku yang bertanya, kenapa kamu bisa dengan mudah membuat aku selalu berpikir di dalam kepalamu ini, siapa yang sedang kamu bayangkan. Aku atau cowok-cowok Korea kesukaanmu, atau si Adli yang sepanjang perjalanan kita ke Yogya selalu menatap biniku, atau bapaknya Anno yang diam-diam kirim WA …”
“Eh? Kok, tahu kalau Mas Rafli kirim WA?”
Sumpah, Hakim amat jengkel mendengar Yasinta dengan mudah memanggil pria lain dengan sebutan Mas, apalagi, dengan nada lembut dan penuh kasih sayang seperti yang barusan dia dengar.
“Mas Rafli?” Hakim mencubit pipi kiri Yasinta, tidak keras, namun membuat separuh rasa jengkelnya menguap.
“Ya, masak gue panggil dia Papa kayak Anno?”
Yasinta tertawa sewaktu melihat perubahan di wajah Hakim. Pria tersebut tidak pernah menampakkan hal seperti itu sebelumnya.
“Kamu tahu? Aku cemburu setengah mati waktu kamu panggil dia Papa.” Hakim menarik Yasinta hingga wanita itu berpindah ke pangkuannya dan Yasinta sendiri yang sadar bakal ada bahaya bila meladeni Hakim, memilih untuk mundur. Namun sayang, usahanya gagal. Hakim melihat kalau perbuatan Yasinta barusan adalah dia sedang berusaha membela diri dan itu membuat suaminya semakin cemburu.
“Jangan mengalihkan perhatian, ya. Seharusnya gue yang nanya, kenapa lo bisa tahu dia WA? Atau jangan-jangan HP gue disadap?”
Hakim tidak menjawab, tidak pula dia mengelak. Yang dilakukannya adalah berusaha bangkit dan membawa Yasinta yang masih berada di dalam pelukannya hingga wanita itu kembali protes.
“Lepasin, ih. Main panggul-panggul orang, memangnya gue karung beras?”
“Nggak bakal. Mau aku kurung di kamar sampai pagi, balas dendam lanjutan karena sudah bikin aku cemburu.” Hakim menjawab tanpa menoleh lagi, sementara Yasinta yang kini melingkarkan kedua lengan di leher pria itu menatapnya penuh kengerian.