Perjodohan bukan sesuatu yang bisa menyelesaikan masalah. Yura tahu itu. Entah apa yang membuat ibunya tega 'menjual' Yura pada orang yang meminjamkannya uang hingga anak satu-satunya yang ia miliki benar-benar menikah.
Hidup dalam sebuah perjodoha...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Agensi membuat pernyataan di jam sarapan kebanyakan orang.
Berita menyebar begitu cepat. Dalam waktu semalam saja, puluhan media sudah membagikan salinan berita dari satu artikel yang sama. Para penggemar ramai-ramai memberi komentar terkait artikel tersebut.
-"Sepertinya ini diambil secara diam-diam. Aku tidak yakin ini bisa dibenarkan."
-"Ini melanggar privasi artis. Biarkan dia menjalani hidupnya tanpa kamera."
-"Wanita itu terlihat tidak asing. Dari belakang saja sudah terlihat seperti model."
-"Aku mendukung hubunganmu dengan siapapun, Oppa, huh"
-"Banyak sekali yang mencampuri asmara Henry Oppa. Baru saja rumornya dengan Zoea Eonni hilang, sudah ada yang baru lagi. Tolong biarkan Oppa sendiri, nikmati saja karyanya."
Pengguna internet memang sudah tradisinya selalu terbagi saat ada berita semacam itu. Namun Hyeri benar, penggemar Henry jauh lebih dewasa untuk masalah seperti ini.
Agensi juga sudah mengonfrontasi media pertama yang mengeluarkan artikel. Bisa dibilang, pemasalahan itu selesai sekarang. Hanya saja rasanya masih ada yang mengganjal untuk Henry.
"Aku sudah dapat alamatnya. Kau mau aku bertemu dengan Yura dulu?"
Henry menoleh ke pintu studionya yang baru saja dibuka. "Kau dapat alamatnya?" ia melihat Hyeri mengangguk. "Di mana?"
"Kau akan menemuinya? Sungguh?" tanya Hyeri bertepatan dengan duduknya.
Henry terlihat bingung menjawab sebelum akhirnya ia mengangguk dengan masih ragu. "Aku takut." Henry mengusap kasar wajahnya. "Aku bahkan baru menjanjikan sesuatu pada Yura sebelum ini terjadi."
"Kau menjanjikan sesuatu?'
Henry mengangguk kecil. "Aku banyak berjanji padanya akhir-akhir ini. Terutama tentang aku yang ingin mencoba mengusahakan hubungan kami."
Hyeri tersenyum miring. "Kau tahu itu akan sulit, terutama untukmu. Yura juga terlihat tidak akan mudah menjalani hidupnya denganmu." Hyeri berpendapat. "Maksudku, akan sulit juga untuknya menerimamu. Tanpa kejadian seperti ini pun kau sibuk. Kalian pasti sulit menemukan waktu bersama. Ditambah sekarang ada kesalahan yang kau buat sendiri. Yura sepertinya bukan wanita yang senang bicara, memarahimu, atau menilaimu secepat itu. Tapi aku yakin dia pasti akan melakukan sesuatu."
Henry menyetujui itu dalam hatinya. "Apa yang harus aku katakan saat bertemu dengannya?" tanya Henry dengan suara kecil. Pertanyaan itu tidak ia tunjukan untuk Hyeri, melainkan untuknya sendiri.
"Ini juga sulit untuk Yura." Henry mengangkat kepalanya yang semula tertunduk. "Kau pria pertamanya. Kau berpotensi sebagai cinta dan patah hati pertamanya. Tidak akan mudah untuk kalian."