11: Hyunseok

54 3 0
                                        

Hari terakhir yang Yura nobatkan sebagai hari liburnya tentu ia gunakan untuk mengunjungi panti asuhan. Tentu saja tangannya tidak kosong setiap kali ke sana. Ia bangun jauh lebih pagi dari kemarin hanya untuk membuat kukis.

Yura meletakkan paper bag bawaannya di dekat pintu. Ia kembali masuk saat menyadari ponselnya tertinggal saat menalikan sepatu di dalam. Tentu ia hanya mengambil dan kembali ke luar setelah mengamankan benda pipih itu.

"Eo-pulang?" gumam Yura saat satu mobil masuk ke garasi. Ia berjalan menuruni tangga dari pintu utama.

"Eodiga¹⁰⁰?" Henry yang baru saja turun dari mobilnya menghampiri Yura. "Antar pesanan pelangganmu?"

Yura menggeleng. "Aniyo. Hanya akan pergi saja."

"Eodi?" Henry melirik paper bag yang Yura bawa dengan tangan kirinya. "Dengan itu?"

Yura mengangguk. "Aku bekerja, tidak, bukan bekerja. Aku hanya akan berkunjung." Yura menjawab dengan penuh kegugupan. Ia sendiri tidak tahu kenapa harus gugup. Ia bahkan menggaruk tengkuknya saat berbicara.

"Makam ibumu?" Yura terdiam sebelum mengangguk sangat kecil. "Perlu aku antar?"

"Eo-aniyo. Andweyo. Gwenchanayo."

"Pulangnya kapan?"

"Mungkin sore nanti." Jawab Yura. "Kau ingin aku bawakan sesuatu?"

Henry menggeleng. "Gwenchana. Aku ke dalam." Ia mengulurkan tangannya menaikan ristsleting jaket Yura. "Masih cukup dingin. Cepat kembali."

❆❆❆

Kedatangan Yura di panti asuhan selalu membawa kenyamanan untuk anak-anak di sana. Ia memang tidak dekat dengan semua anak karena bagaimanapun anak-anak tidak semudah itu untuk di dekati. Namun, ia masih mendapat tempat di hati masing-masing anak.

"Dia tahu dia ada di mana. Sejak datang, tidak bicara tapi syukurnya masih mau makan bersama. Harin ajak dia main kemarin tapi masih tidak bisa dekat."

Yura memperhatikan satu anak laki-laki di sudut ruangan yang terlihat sedang sibuk sendiri dengan kertas dan pensil di tangan. "Ibunya yang antar dia langsung kemari, eonni?"

Satu wanita dewasa di sebelah Yura mengangguk kecil. "Ibunya menangis waktu bicara denganku. Hidupnya sangat kesulitan dan dia sedang sakit. Tidak ada keluarga yang bisa dititipkan untuk anaknya. Dia sempat bicara dengan anaknya dan bilang akan menjemput dalam waktu dekat. Tapi, anaknya diam dan sepertinya paham kalau itu tidak akan terjadi." Jelas Eunbin. "Ini juga kali pertama kita menerima anak yang diantarkan langsung orang tuanya."

Yura mengangguk lemah. "Geurae, eonni. Aku akan coba ajak bicara." Eunbin mengangguk sebelum Yura pergi.

Yura tidak dekat dengan anak laki-laki di panti asuhan. Kata para anak manis itu, Yura tidak bisa main mobil-mobilan bersama makanya mereka tidak begitu dekat. Ini jadi satu tantangan tersendiri untuk Yura. Anak laki-laki yang baru beberapa hari menginap di panti asuhan akan menjadi tantangan terbarunya.

"Annyeong." Yura duduk di samping anak berjaket biru tua itu. "Mwohae¹⁰¹?" tanyanya dengan lembut.

Anak laki-laki itu menoleh sekilas pada Yura dengan wajah tanpa ekspresinya. Yang Yura bisa lihat dari tatapan sesingkat itu, anak manis di dekatnya mungkin saja baru selesai menangis.

"Aigo, bagus sekali gambarnya. Jalhaesseo¹⁰²." Yura menepuk kecil pucuk kepala anak itu. "Noona bisa membuat gambar, tapi tidak bisa sebagus ini. Bureobda¹⁰³."

Not Too Late [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang