Yura terbangun dari tidurnya. Setiap ini terjadi, hal pertama yang ia sadari adalah posisinya yang selalu sama, berada dalam pelukan Henry. Ia selalu tersenyum saat menyadari itu.
Dengan gerakan perlahan, Yura melepaskan diri dari dekapan Henry. Begitu pelan, tak ingin membangunkan pria itu dari tidur nyenyaknya. Alasan Yura terbangun sudah pasti karena hasrat untuk buang air kecil. Ini sedikit jarang terjadi namun ia tahu alasannya. Ia terlalu banyak minum teh siang kemarin.
Selepas mengeringkan tangannya, Yura tidak kembali ke kamar. Sulit untuknya kembali tidur setelah terbangun. Ia memilih ke ruang utama untuk melanjutkan rajutan terbarunya.
Yura berhasil menyelesaikan satu boneka cukup besar di hari ke-2 mereka di tempat ini. Boneka yang jauh lebih besar dari yang biasa ia buat. Ukuran boneka sungguhan, bisa dipeluk dengan nyaman. Dan kini boneka itu berada di kamar tempat mereka tidur. Henry yang membawanya.
Ini hari ke-6 mereka berlibur di tempat ini. Dan Henry sama sekali tidak membuat Yura merasa bosan walaupun mereka beberapa kali mengulang hal yang sama. Yura sendiri bukan orang yang energik, mempunyai banyak tenaga untuk melakukan aktivitas seharian penuh. Ia senang berada di sini. Suasana di sini sangat membuat mood nya baik.
Saat ia terbangun tadi, keadaan di luar masih sangat gelap. Kini, rajutannya sudah selesai, matahari perlahan terlihat.
Yura membuka gorden yang menutupi jendela besar di ruang utama. Kaca jendela itu terlihat buram karena embun. Yura tak berani membuka pintu. Sudah bisa dibayangkan betapa menusuknya udara yang masuk jika ia membuka pintu.
Yura kembali duduk dengan bersandar pada tembok mengarah pada jendela yang sudah ia lap sekedarnya. Ia tersenyum saat melihat burung yang terbang beriringan. Beberapa hari tinggal di sini mengingatkan ia dengan kota asalnya.
Yura lahir dan besar di kawasan yang cukup jauh dari perkotaan. Daerah kecil namun menenangkan. Seperti yang Yura pernah katakan pada Hyeri, keluarganya dulu bukan keluarga kaya namun juga tidak kesusahan. Ia menjalani hidupnya sendirian walaupun dalam kenyataannya masih memiliki ibu. Yura tidak dekat dengan siapapun. Ibunya sudah sering meninggalkannya saat usianya 10 tahun. Ayahnya sudah tiada sejak ia kecil. Yura tidak pernah tahu alasan orang tuanya bercerai, tidak pernah tahu juga penyebab kematian ayahnya. Tentu saja Yura sempat bertanya pada sang ibu, namun tak mendapatkan jawaban. Ia dimarahi saat itu. Ibunya seperti tak ingin ia tahu ayahnya sendiri.
Banyak sekali pertanyaan Yura yang ia tanyakan pada ibunya tapi sama sekali tak mendapat jawaban. Paling utama sudah pasti tentang ayah kandungnya, alasan ibunya menikah lagi tanpa memberitahunya untuk yang pertama kali, alasan ibunya tetap mempertahankan pernikahan ke-2nya walaupun sering mendapatkan kekerasan hingga berhasil bercerai, alasan ibunya merebut suami orang hingga menikah untuk ke-3 kali, alasan ia hanya diundang di pernikahan ke-3 ibunya, bagaimana ibunya kenal dengan orang tua Henry, alasan ibunya meminjam uang terus menerus pada orang tua Henry, dan kenapa ibunya melibatkan dirinya dalam masalah utang-piutang yang terjadi hingga ia menikah dengan Henry.
Pernikahan. Yura tersenyum hanya dengan memikirkan satu kata itu.
Sampai saat ini, Yura masih tak menyangka dirinya berada dalam sebuah pernikahan. Sudah hampir 2 setengah tahun. Yura terkekeh mengingat berapa lama ia dan Henry sudah menikah. Tiba-tiba saja ia tertarik pada memori awal pernikahannya.
Jika pada umumnya hari pernikahan akan menjadi hari paling berkesan karena haru dan bahagia yang bercampur kekhidmatan saat mengucap janji pernikahan, itu sama sekali tak Yura rasakan. Baginya, bagi pernikahannya, hal yang paling berkesan saat hari pernikahannya adalah saat ia bertemu dengan Henry. Hari pernikahan adalah hari di mana ia bertemu dengan Henry. Kadang Yura berpikir, apakah ada wanita yang merasakan hal yang sama? Bertemu dengan calon suami, di hari yang sama dengan hari pernikahannya.
![](https://img.wattpad.com/cover/327896166-288-k422860.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Not Too Late [END]
FanficPerjodohan bukan sesuatu yang bisa menyelesaikan masalah. Yura tahu itu. Entah apa yang membuat ibunya tega 'menjual' Yura pada orang yang meminjamkannya uang hingga anak satu-satunya yang ia miliki benar-benar menikah. Hidup dalam sebuah perjodoha...