Yura dibuat bingung mendapati dirinya duduk berhadapan dengan seorang pria di sebuah café. Pria yang baru ia temui dua kali sebelumnya. Pria yang ia beri julukan cokelat. Pria yang memesankannya minuman cokelat saat ini.
"Aku tidak membawamu ke tempat sepi. Santai saja." Ujar pria dengan jaket biru kehitaman itu. "Sudah bisa ingat namaku?" tanyanya santai sebelum menyesap minuman cokelatnya.
Yura mencoba rileks saat percaya pria itu orang baik-baik. Ia mengangguk kecil. "Sunghee. Park Sunghee."
Pria itu tersenyum dengan anggukkan. "Harusnya kau menambah oppa. Aku lebih tua darimu."
Kening Yura mengerut. "Kau tahu aku?" tanyanya. "Kita saling mengenal?"
Sunghee ikut mengerutkan keningnya sambil menyimpan gelas minuman cokelat. "Aku kecewa kau tidak tahu aku sama sekali." Kata pria itu dengan sedih yang dibuat-buat. "Tapi bisa dimaklumi. Saat itu kita tidak bertemu lama."
"Tentu saja." Yura mengangguk tegas. "Kita hanya bertemu saat di super market waktu itu."
Sunghee tersenyum, lalu tertawa dengan anggukan. "Kau tinggal di mana sekarang?" tanyanya. Ia menyesap minuman cokelatnya dan menyimpan di meja. "Menurutmu lebih menyeramkan aku tahu kau tinggal di mana atau aku bertanya kau tinggal di mana?"
"Sama saja." Jawab Yura. "Tidak ada yang lebih baik."
"Aku bertanya baik-baik. Kau tidak perlu curiga padaku." Suara Sunghee sangat meyakinkan. "Biar aku yang mulai. Aku tinggal di apartemen dekat tempat kau bekerja. Hanya sesekali pulang untuk menemui adikku, kalian bertabrakan saat kita bertemu terakhir kali."
"Ani, jogiyo¹⁵⁷, kita tidak saling mengenal. Aku bahkan baru mengetahui namamu." Yura sempat mengerjapkan matanya karena terkejut. "Kau tidak perlu membertahuku apapun tentangmu."
"Aku ingin mengenalmu dan kau tidak percaya padaku. Apa yang harus aku lakukan selain memulai dengan memberitahu tentang diriku?"
"Tapi basa-basi untuk menjadi teman tidak seperti itu." Yura membela diri. "Siapa namamu? Tahun kelahiranmu? Lalu—"
"Lalu saat sudah tahu, pertanyaan tentang tempat tinggal yang ditanyakan. Begitu, kan?" Sunghee memotong dan sempat tertawa kecil. Yura terlihat sangat ingin membantah namun juga tak tahu harus mengatakan apa. "Araseo. Aku akan ubah. Aku sempat ke super market itu beberapa kali setelah kita bertemu. Aku tidak melihatmu di sana. Kau sudah tidak bekerja di sana?"
Yura diam. Ia menghela napas. Pria di depannya ini sangat bekerja keras untuk mengenalnya. "Nee. Sudah tidak di sana." Jawab Yura sebelum menyesap minumannya.
Sunghee mengangguk. "Sekarang bekerja di mana?" tanyanya. "Apa sudah tidak bekerja lagi?"
"Bekerja di rumah." Jawab Yura. "Menjalankan bisnis kecil."
"Menjual lukisan?" Yura membulatkan matanya karena terkejut. Ia berniat menuduh Sunghee yang tidak-tidak. "Kantung belanjaanmu. Itu toko seni dan kau membeli banyak kertas untuk cat air." Sunghee mencegah Yura menuduhnya. Ia menunjuk kantung belanja yang diletakan di kursi samping Yura.
Yura mengangguk kecil. "Ya. Semacam itu." Jawabnya. "Tidak secara sengaja juga."
Sunghee menyelesaikan kunyahan slice cake-nya. "Tidak sengaja? Bagaimana maksudnya tidak sengaja?"
"Sempat memberi hadiah pada teman, lalu beberapa orang menyukainya dan berakhir aku menjualnya."
Sunghee mengangguk-angguk. "Kau suka melukis?" tanyanya. "Maksudku, sebelum kau menjual karyamu, kau suka melukis? Sekolah seni, tidak?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Not Too Late [END]
FanficPerjodohan bukan sesuatu yang bisa menyelesaikan masalah. Yura tahu itu. Entah apa yang membuat ibunya tega 'menjual' Yura pada orang yang meminjamkannya uang hingga anak satu-satunya yang ia miliki benar-benar menikah. Hidup dalam sebuah perjodoha...