Tur adalah salah satu kegiatan yang ditunggu oleh penampil maupun penonton. Rasa lelah berlatih untuk menampilkan penampilan terbaik akan terbayar tuntas dengan antusias lautan penonton yang menyelam pada suasana yang dibuat.
Konser keenam dalam list baru saja dilakukan. Henry sudah menyelesaikan urusannya dengan keringat, tubuhnya terasa segar setelah menghabiskan waktu hampir 1 jam di kamar mandi. Pria dengan handuk kecil di tangan kirinya itu duduk di sofa kecil dengan ponsel di tangan kiri. Ia sedang menunggu makan yang terlalu malam ini. Benar, sudah lewat tengah malam.
Ponsel yang ia sandarkan di meja menggunakan botol air mineral sebagai penyangga itu menampilkan gambar seorang wanita yang sedang mengoceh tak jelas. Tepat saat keluar kamar mandi tadi, ponselnya berbunyi dan ia tahu jelas siapa yang meneleponnya bahkan di waktu-waktu begini. Siapa lagi kalau bukan Hyeri.
"Sungguh aku penasaran dengan tarian terbaru di lagu mu! Tidak puas rasanya hanya melihat dari video yang ku intip di ruang PD-nim,"
"Sudah tiga kali aku bilang, aku tidak menari, Shin Hyeri." Bantah Henry dengan mengacak rambutnya sendiri yang masih setengah basah.
"Kau menggerakan badanmu seirama dengan musik. Apa namanya kalau bukan menari?" Hyeri memasang wajah tak terima di seberang sana. Walau lampu di area wanita itu remang-remang, kulit putih bersihnya masih menampakan wajah cantik wanita itu. "Kalau ku tahu kau menambahkan tarian, aku tidak tolak untuk kolaborasi kita,"
"Tidak akan keluar lagu-lagu yang seperti itu. Semua mellow, tidak ada tarian."
Suara kekehan terdengar dari ponsel Henry. Wanita yang sedang berkabar dengannya itu menutup sedikit mulutnya dengan tangan. "Apa mungkin kau akan bawakan lagu mellow? Rasanya itu akan terjadi satu periode sekali."
"Ya! Banyak lagu mellow yang ku buat. Semua laku." Protes Henry sedikit tak terima.
"Aku tahu. Tapi tidak semua kau bawakan, kan? Kau tulis dan direct untuk artis lain." Jelas Hyeri. "Ngomong-ngomong, kau tidak bertanya aku di mana?"
Henry menggeser bagian atas ponselnya untuk melihat jam. Sudah lewat tengah malam tentunya. "Aku tidak tahu pukul berapa di sana. Tapi, kau pasti baru saja kabur dari agensi karena PD-nim memintamu sesuatu."
Hyeri berdecak. Ia memukul sesuatu di depannya. Wanita itu kemudian melepaskan ponsel yang ternyata ia simpan di dashboard dengan penyangga. "Kau benar. PD-nim memintaku untuk menambah tabungan laguku." Katanya. "Dan aku di sini sekarang."
Hyeri mengubah kamera depan menjadi belakang. Wanita itu menyorot apa yang jadi pemandangannya. Sebuah rumah besar.
Henry terdiam sepanjang Hyeri mengubah posisi kamera. Hingga akhirnya ia sadar satu hal, "kau tahu rumahku?"
Hyeri tertawa. Ia kembali membalik kamera dan menyorot wajahnya. Ia juga kembali menyimpan ponsel di tempat semula. "Kau tak tahu, aku tahu rumahmu?" tanyanya dengan nada serius yang dibuat-buat kemudian kembali tertawa. "Aku ingin bertemu Yura. Aku sering kemari, tapi tak pernah lihat siapapun di sini. Kalian di rumah yang sama, 'kan?"
Henry menatap ponselnya lekat-lakat. Pria itu terlihat marah. "Jangan aneh-aneh, Shin Hyeri." Peringatnya dengan nada cukup datar.
Hyeri mengerutkan keningnya. "Apa yang aneh?" tanyanya. "Kau yang aneh. Aku hanya ingin tahu Yura. Itu saja. Tambah bagus jika aku kenal dengannya. Banyak yang perlu aku bicarakan dengan Yura tentangmuu."
Henry tak menjawab. Pria itu bangkit dari tempatnya duduk dan mendekat pada pintu kamar. Seseorang menekan bel—mengantarkan makannya. Tak lupa berterima kasih pada staf yang mengantarkan, ia kembali duduk di kursinya. "Aku tutup. Makananku sudah tiba."

KAMU SEDANG MEMBACA
Not Too Late [END]
FanfictionPerjodohan bukan sesuatu yang bisa menyelesaikan masalah. Yura tahu itu. Entah apa yang membuat ibunya tega 'menjual' Yura pada orang yang meminjamkannya uang hingga anak satu-satunya yang ia miliki benar-benar menikah. Hidup dalam sebuah perjodoha...