25: Appa

28 3 0
                                        

Yura dan Henry kembali ke tempat ini setelah yang pertama sedikit gagal. Lain dengan tujuan kunjungan pertama mereka, kali ini mereka sudah duduk berdampingan dan sedang menunggu.

Mereka tiba di tempat ini 5 menit lalu. Tempat makan malam yang Yura datangi bersama Henry, milik Sohyun, kekasih Hyeri.

Jika malam itu mereka memilih tempat terbuka dan langsung menghadap laut, kali ini mereka memilih ruangan khusus masih dengan pemandangan yang sama hanya saja terhalang cermin.

"Kau gugup?"

Yura tersenyum. "Hanya sedang menebak reaksinya bagaimana." Jawabnya dengan kekehan kecil. "Paman Park sudah jelaskan sedikit tentangku padanya jadi, mungkin itu yang membuatku sedikit gugup."

Henry menggenggam tangan Yura. "Gwenchana. Aku ada di sampingmu."

Tidak lama kemudian, 2 orang pria berumur masuk ke ruangan diantar seorang pelayan. Pelayan itu kemudian pergi setelah memberi instruksi pada 4 pelanggannya.

Jantung Yura yang semula berdetak normal berubah meracau. Tangan Henry yang semula ia genggam, terlepas begitu saja saat ia melihat seseorang yang datang bersama Tuan Park.

Pria itu tampil lebih muda dari usianya. Pakaiannya cukup kekinian dengan beberapa rambut yang dibiarkan memutih. Kata primadona seolah tak hilang walaupun usianya sudah tidak lagi muda.

Warna kulit yang ia lihat di foto yang Tuan Park berikan padanya masih terbayang dan ia lihat secara langsung sekarang. Potongan wajah yang tegas namun lembut masih tercetak sempurna dengan beberapa kerutan yang mulai terlihat. Alis tebal dan bulu mata lentik juga bisa Yura cirikan walaupun mereka terpisah beberapa langkah. Ya. Ia bertemu dengan pria yang dulunya primadona. Chae Hyungmin. Ayahnya.

"Annyeonghasseyo." Yura lebih dulu menyapa dengan membungkukkan tubuhnya sempurna. Tak lupa, senyum di bibirnya terpasang begitu manis dan tulus. Juga tatapannya. Itu terlihat penuh suka namun terpancar aura tak percaya.

"Annyeonghasseyo." Henry di samping Yura pun menyapa dengan membungkukkan badannya.

Tuan Park dan Tuan Chae menampilkan senyum yang sama indahnya. Keduanya berjalan menuju meja yang Yura isi dan mempersilakan Yura juga Henry untuk duduk. Henry berhadapan dengan Tuan Park sementara Yura berhadapan dengan Tuan Chae, ayahnya.

Keadaan sedikit canggung, setidaknya itu yang Yura rasakan. Hening beberapa saat dan hanya diisi dengan senyum sebelum suara ketukan pintu dan seorang pelayan masuk membawa nampan.

"Ah, aku memesankan kopi lebih dulu. Aku harap itu tidak masalah." Henry bicara setelah pelayan itu menata pesanan di meja dan pergi dari ruangan.

"Tidak apa-apa. Aku orang Korea asli. Kafein adalah kebutuhan terbesar." Tuan Park menjawab dengan kekehannya. Ia kemudian menyeruput kopi miliknya. Henry melakukan hal yang sama.

Di sisi mereka, Yura dan Tuan Chae seolah berbicara dengan diamnya mereka. Keduanya juga menikmati minuman walau sesekali menatap sosok di depan mereka.

"Kau tidak bilang padaku kau sudah punya kekasih, Nak."

Yura menoleh pada Tuan Park. Ia menurunkan cangkirnya dan tersenyum. "Saat itu tidak sempat," katanya. "Ini Choi Henry, suamiku."

Ketiga pria di sekitar Yura itu menatapnya bersamaan. Yura mengerjapkan matanya. Ia bingung dengan reaksi ketiganya. Terutama Henry.

Henry memberikan ekspresi tak percaya pada apa yang Yura katakan. Ini kali pertama mereka bertemu dengan orang lain di luar lingkungan Henry dan ini juga kali pertama Yura menegaskan bahwa ia adalah suami Yura. Suamiku. Satu kata itu membuat detak jantung Henry berpacu hebat.

Not Too Late [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang