"Harin-ah, Hyunseok eodi?"
Harin menatap Yura dengan ekspresi yang sulit dibaca. Ia menunjuk gazebo tempat biasa mereka menghabiskan waktu dan kemudian pergi.
Yura segera pergi ke tempat yang Harin tunjuk setelah menyapa beberapa anak. Ia melihat Hyunseok yang sedang merebahkan diri dengan pandangan kosong ke arah langit-langit.
"Noona yeogi,"
Mendengar suara yang ia tunggu-tunggu, Hyunseok bangkit bahkan tanpa menoleh. Ia kemudian memeluk Yura begitu sudah memastikan.
Yura yang masih berdiri langsung membalas pelukan Hyunseok dengan erat. Ia langsung menyadari saat itu, badan Hyunseok terasa lebih hangat dari biasanya dan sedikit lemas.
"Noona," lirih Hyunseok yang masih memeluk Yura. "Eomma datang. Eomma betul-betul datang, Noona."
Yura menahan dirinya untuk bicara. Ia membiarkan Hyunseok yang sudah mulai terisak itu untuk melegakan dirinya sendiri hingga tangisannya berhenti. Ia melepas pelukan mereka dan duduk berhadapan dengan anak laki-laki yang hidungnya sudah memerah itu.
"Aku mengerti kenapa Noona bilang padaku untuk tidak berteriak saat eomma datang. Itu yang aku rasakan, noona. Rasanya aku ingin berteriak dan menangis di hadapan eomma. Tapi aku sudah janji pada noona,"
Sebulir air mata yang jatuh dari sudut mata Hyunseok dibiarkan terjun bebas oleh Yura. Ia menatap anak itu dengan sedikit senyum namun hatinya tentu saja tersayat. "Hyunseok tidak dengar eomma bicara?"
Hyunseok menarik napas dan isakan kembali muncul. "Eomma bilang maaf sudah bawa aku ke sini. Lalu eomma kasih tahu appa pergi."
"Appa pergi?"
"Eomma bilang, appa bukan orang baik. Appa bikin banyak kesalahan sampai harus dibawa polisi. Appa dipenjara, noona. Eomma yang laporkan appa."
Mata Yura melebar mendengar itu. Ia belum sempat bicara pada Eunbin, tapi apakah ini mungkin? "Lalu bicara apa lagi?"
Hyunseok terlihat begitu gugup. Ia memainkan jari-jarinya sendiri di pangkuan. "Eomma bilang eomma berbohong. Eomma tidak pernah sakit." Hyunseok menjeda ucapannya cukup lama sebelum kembali melanjutkan. "Eomma ajak aku pergi dari sini, noona. Tapi aku takut."
"Wae? Hyunseok tak suka dengan eomma?"
Hyunseok menunjukkan kedua lengannya pada Yura. "Noona sudah sembuhkan merah-merahnya. Nanti, kalau Hyunseok kembali pada eomma, aku takut merah-merahnya ada lagi."
Hancur. Yura benar-benar hancur mendengar itu. Ia beberapa kali berkedip ke atas untuk tak membiarkan air matanya jatuh. "Tapi, kalau eomma janji eomma tidak akan kasih merah-merahnya, Hyunseok mau kembali dengan eomma, tidak?"
Tatapan ragu muncul dari mata Hyunseok yang masih berair. "Tidak tahu, noona." Jawabnya dengan suara kecil. "Eomma pernah berjanji pada nenek seperti itu, tapi sampai di rumah, eomma tambah lagi merah-merahnya karena aku bertanya pada nenek cara menghilangkan merah-merahnya."
"Kalau eomma biarkan Hyunseok di sini, tapi eomma sering datang kemari, Hyunseok suka, tidak?"
"Tidak suka." Jawab Hyunseok tanpa terlihat berpikir. "Kemarin saat eomma baru saja datang, eomma sudah ditelepon untuk kembali pulang karena bayinya menangis. Percuma saja sering kemari, noona."
"Lalu, Hyunseok ingin tetap di sini, tanpa eomma, tanpa sering dikunjungi eomma, begitu ya?"
Anak itu menggigit bibirnya. Ia tak berani menatap Yura dan saat itu pula air matanya kembali terjun. Ia langsung menubrukkan diri pada Yura dan memeluknya erat. "Aku rindu eomma, noona. Rindu sekali."
KAMU SEDANG MEMBACA
Not Too Late [END]
Fiksi PenggemarPerjodohan bukan sesuatu yang bisa menyelesaikan masalah. Yura tahu itu. Entah apa yang membuat ibunya tega 'menjual' Yura pada orang yang meminjamkannya uang hingga anak satu-satunya yang ia miliki benar-benar menikah. Hidup dalam sebuah perjodoha...