Selesai. Yura baru saja menyelesaikan pesanan terakhirnya yang ia terima sebelum memutuskan untuk mengambil waktu istirahat. Jika biasanya Yura masih tetap membuka pesanan dengan tenggang yang cukup lama, kali ini ia benar-benar menyelesaikannya.
Hari ini Yura akan mengirim lebih dari setengah pesanannya pada pelanggan. Beberapa bisa ia kirim dengan jasa dan beberapa akan ia kirim langsung. Menurut rencananya, besok adalah hari di mana ia akan benar-benar beristirahat.
Dengan pakaian santainya, Yura membawa tas jinjing super besar di masing-masing tangannya. Sedikit memastikan barang bawaannya sudah benar, Yura kemudian keluar dari unitnya.
Saat memutar tubuh untuk berjalan menjauh setelah mengunci pintu, Yura sedikit dikejutkan dengan kebaradaan pria yang berdiri hampir di depannya.
"Akan pergi?"
Yura mengangguk dengan senyumnya setelah sedikit mengambil langkah mundur. "Kau perlu sesuatu?"
Henry menggeleng. Ia mengambil tas-tas yang Yura pegang. "Aku akan mengantarmu seharian." Henry membawa tas-tas itu sekaligus dalam satu genggamannya. Tangannya yang lain meraih tangan Yura untuk ia genggam. "Jaljinaesseo?¹⁶⁵"
Yura tersenyum dengan anggukkan kecil. Mereka berjalan menjauh menuju tempat Henry memarkir mobilnya. "Nee. Kau?" tanyanya. "Pertanyaannya seperti orang yang sudah lama tidak bertemu." Ia menyadari. Wanita itu terkekeh.
Henry berdesis namun juga menyelipkan tawa kecilnya di balik masker yang ia gunakan. "2 minggu, Yura. Itu lama sekali." Katanya.
Selepas menyelesaikan proyeknya, rencana Henry gagal total bahkan hanya untuk pulang tepat waktu. Beberapa masalah terjadi hingga produksi harus diperpanjang. Setelah itu pun ia tidak bisa benar-benar tenang. Masih mengurus hal lain yang perlu diselesaikan di agensi.
Henry sibuk kala itu. Hanya dapat kesempatan berbicara pada Yura mungkin 5 menit dalam 2 hari. Juga tidak banyak bertukar pesan.
"Hanya 2 minggu." Yura mengoreksi.
Henry membukakan pintu untuk Yura. Ia menyimpan bawaan Yura di kursi belakang. Pria itu kemudian duduk di kursi kemudi dan menyalakan mesin. "Yang pertama ke mana?"
Yura membacakan satu alamat pemesan pada Henry. Jaraknya tidak begitu jauh dari apartemennya. "Urusanmu sudah selesai?"
Henry membelokkan mobilnya ke luar area apartemen menuju jalan besar. Ia mengangguk. "Aku bisa tenang setidaknya sampai lusa." Jawabnya. "Ah kemarin itu sangat melelahkan."
Yura menoleh. "Kantung matamu sedikit menghitam. Sepertinya kau juga tidak makan dengan baik." Ia sedikit memperhatikan penampilan Henry. Pria itu sedikit lebih kurus dari terakhir kali ia lihat langsung.
Henry tersenyum. Ia melirik Yura yang masih memperhatikannya. "Ya. Tidurku sedikit tak teratur. Tapi aku makan dengan baik, Yura. Mungkin karena banyak pikiran saja."
Yura mengangguk.
"Pesanan yang dibawa banyak sekali." Henry kembali bicara. "Semua akan diantar satu persatu?"
Yura menggeleng. "Satu tas akan aku kirim dengan jasa pengiriman. Tas lainnya aku antar langsung. Dan masih harus kembali untuk ambil beberapa yang lain."
Henry menoleh dengan wajah terkejutnya. "Masih ada lagi?" tanyanya tak percaya. "Yura, kau mengerjakan semuanya sendirian?"
Yura tertawa. Henry terdengar sangat tak percaya dan khawatir. "Eung. Aku juga tak percaya bisa mengerjakan semuanya sendirian." Jawabnya masih dengan kekehan.
Henry mengintip tas-tas Yura di kursi belakang. Dari satu tas yang ia lihat saja sudah menampakkan 6 kotak khas bingkai berukuran sedang. Tidak bisa Henry bayangkan Yura memaksakan dirinya sendiri untuk menyelesaikan semua itu sendirian.

KAMU SEDANG MEMBACA
Not Too Late [END]
FanfictionPerjodohan bukan sesuatu yang bisa menyelesaikan masalah. Yura tahu itu. Entah apa yang membuat ibunya tega 'menjual' Yura pada orang yang meminjamkannya uang hingga anak satu-satunya yang ia miliki benar-benar menikah. Hidup dalam sebuah perjodoha...