[7] a blessing

268 18 0
                                    

Jay fokus menyetir sedangkan Jean dia menatap keluar jendela. Membuat keheningan diantara mereka.

"Pak, apa ini tidak terlalu cepat? Bahkan bapak baru mengatakannya kemarin". Ucap Jean memecah keheningan.

"Saya tidak punya banyak waktu Jean". Bales Jay masih fokus mengemudi.

"Kaya dikejar umur aja pak, usia bapak aja masih muda".

"Makanya jangan panggil saya pak".

"Tapi kan pak, saya kan masih sekolah, kalo saya dikeluarin gimana?".

"Gak akan, diusahakan pernikahan kita gak ada yang tau, saya juga hanya mengundang beberapa teman dan saudara yang saya percayai".

"Tapi pak..". Jay menoleh kearah Jean.

"Saya sudah punya pacar". Lanjutnya.

"Tenang aja, saya tidak akan mencampuri urusanmu, dan sebaliknya, kamu juga jangan urusi urusan saya". Ucap Jay

"Gini aja, kita bisa bercerai, JIKA tujuan saya untuk mendapat warisan itu sudah selesai, dan perusahaan saya dan kakak kamu juga sudah berhasil". Lanjutnya.

"Kita tidak tidur dalam 1 kamar, dan saya tidak akan menyentuhmu, bagaimana?".

"Baiklah, saya setuju". Jawab Jean

Dan Jay hanya tersenyum untuk menanggapinya.

"Pak, ngomong-ngomong, kita mau kemana? Perasaan ini bukan arah rumah saya?".

"Pikiranmu cuma rumah terus, kita mau kerumah sakit dulu".

"Loh pak, kan saya sehat". Tanya Jean bingung.

"Kita mau minta restu sama nenek dan orang tua saya".

Orang tua?

Jean khawatir, itu artinya dia akan menemui calon mertuanya, kalo dia gak sesuai sama yang diharapkan mereka gimana? Kalau mereka tidak suka dengan dia gimana?

"Gak usah khawatir, mereka pasti setuju kok, semua keputusannya kan ada disaya". Ucap Jay menenangkan.

"Bapak cenayang ya? Kok tau apa yang saya pikirkan?".

"Kelihatan dari raut muka kamu". Jawab Jay, sambil terkekeh.

Jean hanya mendengus sebal, kemudian ia beralih menatap jendela lagi.

Kini mereka berdua telah sampai dirumah sakit. Berjalan beriringan hingga sampai disebuah pintu rungan.

Jay langsung masuk kedalam ruangan tersebut, dengan diikuti oleh Jean dibelkangnya.

"Selamat sore nek, mama, papa". Sambut Jay.

"Sore Jay, akhirnya kamu datang juga". Sambut tuan Park.

Jay membalasnya dengan senyum lalu ia mendekati neneknya yang sedang berbaring.

"Gimana kabar nenek sekarang?".

"Nenek baik kok".

"Syukur kalo gitu".

Kemudian orang diruangan tersebut memandang Jean bertanya-tanya.

Jean hanya tersenyum canggung menanggapinya.

"Oh iya, nenek, mama, papa, kenalin ini Jean, calon istri Jay".

Sontak, orang yang ada disitu terkejut.

Bagaimana tidak, bahkan Jean masih memakai seragam sekolah, karana Jay mengajaknya saat pulang sekolah.

Kemudian Jay mendekati Jean.

"Jay, kamu yang benar aja, kami nyuruh kamu nikah, tapi gak sama anak SMA juga". Tegur sang papa.

"Tapi Jean udah kelas 12, bentar lagi juga lulus Pah. Kita berdua saling mencintai". Jawab Jay.

"Katanya nenek udah gak bisa nunggu lagi, makanya Jay bawa dia kesini buat Jay kenalin ke kalian". Lanjutnya.

"Anakmu memang keras kepala". Ucap nyonya Park, kepada tuan Park.

"Anakmu juga".

"Sini duduk Nak". Ucap nyonya Park, menepuk-nepuk tempat duduk disebelahnya, mengisyaratkan Jean untuk duduk.

Jean pun akhirnya mendudukkan dirinya disamping nyonya Park.

"Bener kata Jay? Kamu gak dipaksa sama dia kan?". Ucap tuan Park.

"Tidak om, ini sudah jadi keputusan Jean buat nikah muda". Jawab Jean.

"Terus kamu kan masih sekolah, kalo sekolah tau, kamu pasti dikeluarin". Ucap nyonya park khawatir.

"Mama gak perlu khawatir, pernikahan aku sama Jean bakal bersifat privasi, hanya menggundang beberapa orang kepercayaan aja". Kini Jay yang menjawab.

Nyonya Park hanya menghela nafas dan mengangguk paham. Karena keputusan dia serahkan pada Jay, toh dia yang menjalani kan. Kalau di jodohkan pasti dia tidak akan mau menerimanya.

"Terus rencana pernikahan kalian gimana?". Tanya sang Kakek.

"Udah 80% nek, mungkin kita akan melangsungkannya segera". Jawab Jay.

"Memangnya kapan kalian akan menikah?". Tanya tuan Park

"Satu minggu lagi". Jawab Jay singkat.

Jean tercengang, pasalnya Jay tidak mengatakan apa-apa mengenai rencana pernikahannya. Dia cuma terima beres.

Jean menatap Jay, penuh kekhawatiran. Namun hanya dibalas senyuman tipis oleh Jay.

"Terus bagaimana dengan orangtuamu? Apakah mereka Setuju?". Ucap nyonya Park pada Jean.

"Maaf tante, orang tua saya sudah meninggal semenjak saya SMP, karna kecelakaan, saya tinggal bersama kakak saya". Jawab Jean berusaha untuk Sopan.

"Oh maaf kan saya ya, tapi mulai sekarang kamu panggil saya Mama aja dan panggil dia papa". Ucap nyonya Park dan di angguki oleh tuan Park.

"Ma-ma? Papa?". Nyonya Park dan tuan Park terkekeh. Mendengar Jean memanggil mereka mama papa seperti Jay dulu saat pertama kali berbicara.

Dan akhirnya mereka mulai berbincang-bincang random untuk mengenal satu sama lain.

_____________________________







TBC...

Direction of Destiny || JayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang