Hidup di bumi sangat tidak enak. Begitu tidak enaknya hingga Nathaniel menghabiskan setiap harinya selama dua ratus sembilan puluh sembilan tahun ini dengan penyesalan.
Tidak peduli sebaik apapun hal yang ia temui di bumi, itu tidak akan membuat rasa sesalnya menghilang. Dan selain itu, seperti apa yang ayahnya katakan, rasa bersalahnya kepada Aniela juga semakin membesar seiring tidak pernah berhasilnya tugas yang diberikan yang ayah padanya.
Ia sudah mengira jika tugas yang ayahnya berikan akan menjadi sangat sulit, tetapi Nathaniel tidak menyangka jika konsekuensinya akan begitu besarnya.
Setiap malam, setiap kali Nathaniel mengingat tugas-tugas yang gagal dilaksanakannya, juga mengingat mata Aniela yang menatapnya sebelum tertutup selamanya, ada sesuatu dalam jantungnya yang terpilin begitu kuat.
Rasanya begitu menyakitkan meskipun tidak ada luka fisik di tubuhnya. Ia akan bergelung di atas tempat tidurnya seperti bayi, meremas dadanya yang kesakitan, dan menangis. Ia akan meraung-raung memanggil ayahnya, memohon pengampunan untuknya, dan memberinya hukuman lain.
Namun, bahkan meskipun Raphael terkenal sebagai Malaikat Agung yang welas asih, tangisan dan permohonan Nathaniel tidak pernah menggoyahkan pendiriannya.
Nathaniel tahu ayahnya mendengar tangisannya, mendengar kesakitannya, tetapi tidak mau berbuat apapun untuk mengurangi hukuman yang diterima Nathaniel.
Seperti malam ini, ia sudah meraung dan memohon selama berjam-jam, tetapi tidak ada satupun utusan ayahnya yang datang. Tenggorokan Nathaniel terasa kering, matanya perih, sementara jantungnya terpilin begitu sakitnya hingga ia berharap akan bisa mati saja sekarang.
"Ayaaaahhh!!! Bunuh saja aku sekaraang!!" teriaknya pilu kepada langit-langit kamarnya yang temaram. "Aku tidak mau hidup lagi!!!"
Namun, seperti yang selalu terjadi, tidak ada apapun. Tidak ada kilatan petir seperti dulu saat ia masih menjadi malaikat. Yang bisa menimbulkan petir ketika marah, atau bisa membuat hujan di kala dirinya menangis.
Sekarang, di sekitarnya tetap tenang seperti biasa. Bahkan terlalu tenang hingga Nathaniel bisa mendengar angin yang berembus, juga daun jendelanya yang berderik. Tidak ada siapapun yang akan mendengar teriakannya. Bahkan tidak pelayan setianya yang tinggal di sayap lain rumah ini.
Selama di bumi, Nathaniel tinggal di rumah besar dan luas yang jauh dari sekitar. Tinggal selama ratusan tahun di bumi, dengan berbagai profesi berbeda, dan juga penyamaran sempurna, menjadikannya bisa memiliki kekayaan yang tak terbatas.
Meskipun semua itu tidak akan berguna nanti saat ia kembali ke Eyden, setidaknya Nathaniel merasa puas karena ia tidak pernah kekurangan apapun selama menjadi manusia.
Seandainya ia masih bisa kembali ke Eyden.
Tugasnya yang terakhir, sama seperti tugas yang lainnya, gagal.
Gadis itu, Anne Marie, jatuh cinta padanya setengah mati setelah mereka dekat selama enam bulan ini. Tadinya, Anne jatuh cinta pada Michael, rekan sesama guru di sekolah tempat gadis itu mengajar.
Namun, beberapa minggu lalu, Anne mendatanginya di ruang kerjanya, dan berkata jatuh cinta padanya serta ingin menjalin hubungan yang serius dengan Nathaniel.
Selalu terjadi kebetulan yang aneh setiap kali Nathaniel harus menjalankan tugasnya. Tiba-tiba saja ia bisa berada di sekolah itu, menjadi guru, dan dekat dengan Anne demi misinya.
Sejak awal, Nathaniel tahu ini tidak akan berhasil sama seperti yang lainnya. Gadis itu sudah terlihat mengabaikan Michael di detik pertama Nathaniel tersenyum padanya. Dan meskipun Nathaniel ingin pergi, ia tidak bisa melakukannya. Ia bukan lagi malaikat yang bisa melakukan apapun sesuka hati.
Sekarang, hidupnya berada di bawah kendali penuh ayahnya dari Eyden. Segalanya telah berbeda. Ia hanyalah manusia biasa tanpa kemampuan apapun selain memikat lawan jenis.
Nathaniel jatuh tertidur setelah kelelahan karena menangis. Ia tidur dengan mimpi buruk seperti yang selalu menghantuinya seperti ratusan tahun ini. Sayangnya, kali ini mimpinya jauh lebih buruk lagi.
Ia melihat Aniela di mana-mana. Gadis itu menatapnya dengan mata terluka dan tubuh penuh darah, sementara Azrael dan para malaikat lain tertawa bengis di atasnya.
Saat itu, Nathaniel tahu, adalah saat ia menjadi manusia seutuhnya. Semua malaikat mencemoohnya karena ia akan menjadi manusia yang hina dan tidak lagi memiliki keistimewaan sebagai malaikat.
Ia bangun dengan terengah-engah di tempat tidurnya yang besar. Tubuhnya bersimbah keringat meskipun ruangan itu berpendingin udara yang disetel maksimal. Rasanya seperti ia baru saja berusaha berlari di panas terik. Rambutnya basah kuyup, begitu juga bantal yang baru saja ia tiduri.
Dengan gemetar, tangan Nathaniel meraih gelas yang ada di meja samping tempat tidur. Namun, sebelum sempat membawa benda itu ke bibirnya, gelas tersebut terjatuh dan pecah dengan suara nyaring yang seakan memekakkan telinga Nathaniel.
Matanya memandang nanar pecahan kaca di atas lantai kayu gelapnya, lalu memandang tangannya yang masih gemetar. Mimpi buruknya tidak pernah menghantuinya seperti ini sebelumnya.
Nathaniel memejamkan mata seraya mendongakkan kepala, dan menghirup napas dalam-dalam untuk menenangkan diri, juga jantungnya yang masih bertalu-talu.
Tidak apa-apa. Yang berikutnya kau akan berhasil.
Itu adalah mantra yang selalu Nathaniel ucapkan pada dirinya sendiri setiap kali mengalami kegagalan. Ia selalu percaya bahwa sang ayah tidak akan pernah sekejam itu padanya.
Akan tetapi, perlahan-lahan, kepercayaan Nathaniel pada ayahnya mulai tergerus. Sudah hampir tiga ratus tahun, dan tidak pernah ada satu tugas pun yang berhasil. Padahal, Nathaniel tahu adalah hal mudah bagi ayahnya untuk memuluskan tugasnya. Namun, ayah tidak melakukannya.
Apa mungkin ayahnya memang tidak ingin Nathaniel kembali?
![](https://img.wattpad.com/cover/346303330-288-k929816.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
The Cursed Angel (TAMAT)
Художественная прозаVERSI LENGKAP SUDAH TERSEDIA DI KARYAKARSA Nathaniel dikutuk menjadi manusia dan diusir dari Eyden, tempat tinggal para malaikat, karena kesalahan fatal yang tidak bisa dimaafkan. Sang ayah memberinya 'tugas' sebagai syarat agar dirinya bisa kembali...