22. Posesif

220 68 17
                                    

Nathaniel merasa jauh lebih baik sekarang. Sangat jauh lebih baik daripada sebelumnya. Tubuhnya terasa ringan, kepalanya tidak lagi berdentam-dentam, dan yang paling penting, hatinya tidak lagi terasa sakit.

Kecuali kakinya yang masih sedikit nyeri karena memang kaki itu terluka sebelumnya, Nathaniel hampir tidak bisa mengingat lagi bagaimana kesakitannya karena ditinggalkan Izzy dalam waktu...berapa lama? Tiga jam? Empat jam?

Ia yakin ini bahkan belum enam jam, dan Nathaniel sudah merasa sesakit itu? Bagaimana jika selamanya ia tidak bisa lagi bertemu dengan Izzy? Bagaimana jika pada akhirnya nanti, takdir mengatakan bahwa mereka tidak bisa bersama lagi? Apa ia bahkan akan lebih memilih hidup tanpa Izzy jika mereka akhirnya terpisah? Rasa sakit seperti apa yang harus Nathaniel tanggung nanti?

Pemikiran itu, membuat jantung Nathaniel berdenyut-denyut, dan dengan cepat, rasa sakitnya menyebar hingga ke seluruh tubuhnya hingga membuatnya mengerang kesakitan. Dadanya sesak, jantungnya seakan sedang diremas dengan sangat kuat hingga ia hampir menjerit untuk memohon ampun pada ayahnya lagi.

"Nathaniel, ada apa? Kau merasa kesakitan lagi?"

Suara itu menembus kabut rasa sakitnya. Terdengar begitu dekat, tetapi juga terasa jauh. Sekuat tenaga, Nathaniel melawan rasa sakit itu membuka mata karena mendengar suara khawatir itu. Izzy masih ada di sini bersamanya.

Tangan Nathaniel terulur untuk menggenggam jemari yang hangat itu, hanya untuk memastikan bahwa ini bukan mimpi, dan ia mendesah lega sambil kembali memejamkan mata, ketika itu memang benar-benar Izzy. Bukan hanya bayangannya semata.

"Kau bermimpi buruk?" tanya Izzy lagi sambil menyeka keringat di keningnya dengan sebuah handuk.

Saat matanya terbuka, ia langsung menangkap bibir Izzy yang tepat berada di atas matanya. Bibir itu tampak ranum, berwarna merah alami, dan sangat menggoda Nathaniel. Ia sangat ingin mencium Izzy lagi karena yang dilakukannya tadi bukanlah apa-apa walaupun, ia mengakui, dunianya cukup terguncang detik di mana ia menempelkan bibirnya pada Izzy.

Nathaniel tidak pernah mencium seorang gadis sebelumnya. Tidak saat menjadi malaikat, apalagi saat ia hanya manusia biasa seperti ini. Baginya, berciuman hanya bisa dilakukan oleh orang-orang yang saling memiliki perasaan yang sama. Itu adalah hal yang sangat intim selain berhubungan seks.Dan ia juga tahu jika satu ciuman saja akan bisa mengarah ke hal-hal lain yang jauh lebih besar.

Namun, meskipun ia tidak bisa mengetahui bagaimana perasaan Izzy padanya, Nathaniel tidak bisa menahan dirinya untuk tidak mencium gadis itu. Segala hal tentang Izzy telah menariknya dengan begitu kuat seperti magnet. Apa memang jatuh cinta selalu seperti ini rasanya? Atau...ini karena Izzy?

"Nathaniel? Kau melamun," tegur Izzy ketika gadis itu selesai dengan kegiatannya, dan kembali duduk di nyaman di kursi. Satu tangan Izzy masih berada di genggamannya.

"Aku hanya sedang mencerna semua ini. Kukira kau hanya mimpi."

Gadis itu tersenyum dan Nathaniel terpana. Selama satu bulan kebersamaan mereka, tentu saja ia sudah sering melihat Izzy tersenyum dan tertawa. Namun, kali ini, ada sesuatu dalam senyumannya, dan ia tidak tahu apa itu.

Ia hanya merasa...begitu tenang melihat senyum Izzy. Seakan Izzy sedang berkata bahwa keadaan akan membaik hanya dengan senyumnya.

"Kau sangat cantik," bisiknya tanpa berpaling dari wajah Izzy.

Senyuman Izzy lenyap, berganti dengan raut wajah kaku dan gugup yang merona. Satu tangannya yang bebas, sibuk membenahi rambutnya yang terikat.

"Dan kau jauh lebih cantik lagi dengan rambut terurai."

The Cursed Angel (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang