Selama sesaat, Nathaniel merasa jantungnya berhenti berdetak. Ia tidak pernah, selama menjadi malaikat –apalagi manusia biasa, melihat seseorang yang begitu memikat seperti itu. Bahkan, kecantikan Aniela, sebagai malaikat tercantik di Eyden, tidak bisa dibandingkan dengan satu sosok yang berdiri agak jauh darinya itu.
Mungkin Aniela memang malaikat paling rupawan, tetapi, malaikat yang satu ini, punya jenis kecantikan berbeda. Sesuatu yang jauh lebih sederhana, tetapi tidak membuat siapapun yang memandangnya menjadi bosan. Juga, aura lembut dan keibuan yang dipancarkan wajah itu, membuat siapapun, terutama pria, akan antri untuk bisa memandang wajah cantiknya berlama-lama.
Mata Nathaniel mengeksplorasi sosok itu. Rambutnya yang kecoklatan digerai berantakan di sekitar lehernya yang jenjang, sementara wajah cantiknya terpoles riasan halus dan sama sekali tidak berlebihan.
Kedua matanya berwarna hazel yang jernih, disangga oleh hidung yang panjang dan sedikit berbintik, sementara bibirnya yang sensual dipoles lipstick berwarna merah jambu. Mengundang siapapun pria normal yang memandangnya, ingin melumat bibir itu dalam sebuah ciuman yang panas.
Dan karena Nathaniel adalah pria normal, hasrat itu membanjiri pembuluh darahnya. Tubuhnya memanas sementara ia ingin turun dan berlari untuk menciumi bibir ranum itu. Beruntung ia sama sekali tidak bisa turun dari tempat tidur sekarang. Jika bisa, ia mungkin sudah mempermalukan dirinya sendiri dengan hasrat yang selalu bisa dikekangnya selama ratusan tahun itu.
Tidak, tidak pernah ada malaikat secantik ini di Eyden. Dan lagi, selama hampir tiga ratus tahun menjadi manusia, tidak pernah satu kali pun, ayahnya menyuruh seorang malaikat lain turun ke bumi untuk menemuinya. Ayahnya tidak mungkin sebaik itu dengan menyuruh seorang malaikat rupawan menemani saat terakhir hidupnya sebagai manusia.
"Kau...kau siapa?" tanya Nathaniel dengan suara parau saat mendapatkan suaranya kembali.
Malaikat cantik itu mengerutkan keningnya, membuat Nathaniel semakin gatal ingin turun dari tempat tidur dan mengusap kerutan itu agar menghilang dari kulitnya yang halus. Apa kulitnya benar-benar sehalus kelihatannya?
"Sir Oxley? Anda mengalami amnesia?" malaikat itu balas bertanya sambil melangkah mendekat dan mengamatinya dengan seksama.
Nathaniel tergagap saat wajah cantik itu hanya berjarak beberapa inci dari wajahnya sendiri. Ia bisa melihat dengan lebih jelas, bintik-bintik di sekitar hidung itu. Bintik-bintik yang sedikit familier, tetapi karena otaknya kacau, ia tidak bisa mengingat di mana ia melihat itu. Detak jantungnya juga semakin menggila, dan ia menjadi semakin tergagap.
Oh, ia tidak pernah tergagap! Biasanya, dirinya yang selalu membuat para wanita merona dan tergagap. Kenapa sekarang ia yang merasakannya? Apa ini karma? Malaikat ini pasti akan tersenyum penuh kemenangan jika tahu hanya dia yang bisa membuat Nathaniel seperti ini.
"Ka...kau mengenalku?" tanyanya dengan kegugupan yang begitu kental.
Malaikat itu berdecak tidak sabar, lalu menoleh pada Thomas yang sama diamnya dengan Nathaniel.
"Apa yang terjadi padanya, Sir?"
Bibir Thomas sedikit cemberut. "Siapa Anda masuk ke sini tanpa permisi? Sir Oxley sudah memiliki dokter pribadinya sendiri. Anda tidak berhak bertanya."
"Astaga! Kalian tidak mengenaliku? Bahkan suaraku??" serunya sambil memandang Nathaniel dan Thomas bergantian.
Nathaniel mengamati malaikat itu, mencoba mengingat dan mencerna suara yang diucapkan dengan frustasi itu, dan ketika kesadarannya benar-benar kembali, ia terkesiap. Sial, ini tidak mungkin!
"Izzy?" bisiknya masih setengah tak percaya.
Gadis itu menarik napas dengan kasar. "Ya, ini aku, Sir!"
Detak jantung Nathaniel perlahan melambat, walaupun sebenarnya masih terlalu cepat daripada detaknya yang normal.
Ia menatap Izzy lekat-lekat seakan ingin meyakinkan diri bahwa itu memang Izzy yang tadi pergi dari sini sebagai perawat muram yang mengurusinya.
Izzy yang berdiri di hadapannya benar-benar berbeda dengan yang biasa Nathaniel lihat. Tidak hanya gaya rambut dan riasannya, juga mata yang tanpa kacamata jelek, tetapi juga pakaian yang dikenakannya.
Tidak ada lagi sweater kedodoran dan celana jins jelek yang Izzy kenakan saat pertama kali masuk kemari.
Gadis itu sekarang mengenakan celana jins yang memeluk kaki jenjangnya dengan sangat ketat. Atasannya, masih sweater, tetapi kali ini sangat trendi dengan leher berbentuk Sabrina yang memperlihatkan bahu mulus gadis itu, dan berlekuk di bagian pinggangnya yang ramping.
Ia juga mengenakan sepatu hak tinggi dengan bagian depan terbuka yang memperlihatkan kuku kakinya yang baru saj dicat. Izzy yang ini benar-benar terlihat sedang keluar dari sebuah majalah fashion.
"Anda tidak mungkin gadis tidak bertanggug jawab itu!" seru Thomas tak percaya. "Gadis itu sangat..."
Nathaniel melirik pria tua itu, hingga Thomas menutup mulutnya dengan sedikit menggerutu. Ia kembali melayangkan pandangannya kepada Izzy, dan menyadari bahwa wajah itu memang milik Izzy.
Kenapa sebelum ini Nathaniel tidak menyadari jika Izzy menyimpan pesona yang begitu besar di balik kacamata dan wajah muramnya? Ia tidak pernah berpikir bahwa sedikit perubahan akan membuat Izzy benar-benar seperti orang yang tidak dikenalnya.
"Jadi ini yang membuatmu terlambat datang?"
Wajah cantik Izzy merona. Warna merah menyebar hampir di seluruh pipinya hingga membuatnya semakin terlihat menggemaskan. Lagi-lagi, Nathaniel gatal ingin mengusap rona merah itu dan merasakan kehangatan pembuluh darahnya.
"Anda benar-benar tidak bertanggung jawab kabur dari pekerjaan seperti ini, Miss!" seru Thomas dengan marah sebelum Izzy sempat menjawab pertanyaannya. "Apa Anda tahu jika waktu makan malam Sir Oxley sudah sangat terlambat hanya karena menunggu Anda?"
"Thomas..." kata Nathaniel pelan, "...aku baik-baik saja."
"Oh, maafkan saya, Sir!" Izzy membungkuk meminta maaf hingga helaian rambutnya jatuh di depan dadanya yang penuh. "Saya tidak..."
"Kau tidak berpikir jika Sir Oxley akan menunggumu hanya untuk makan malam kan? Karena itu kau berbuat sesukamu. Ya kan?" potong Thomas lagi dengan ketus.
"Thomas, aku rasa kau bisa pulang sekarang. Izzy sudah ada di sini."
"Sir..."
"Sekarang, Thomas. Kau harus bertemu Pebble besok."
Nathaniel membuat suaranya terdengar tegas hingga Thomas hanya menarik napas panjang dan membungkuk sebelum keluar dari kamarnya setelah melayangkan pandangan sengit pada Izzy.
Izzy cepat-cepat meraih nampan tempat makan malam Nathaniel, dan menarik sebuah kursi mendekat ke ranjang Nathaniel.
"Maafkan saya, Sir. Saya..."
"Apa kau bersenang-senang hari ini?"
Izzy tampak begitu merasa bersalah setelah mendengarnya belum makan malam, tetapi bahkan sejak awal, ketika Nathaniel tahu ia terlambat, ia tidak merasa marah kepada gadis itu. Dan ia tidak ingin Izzy merasakan hal itu.
"Saya...saya..."
"Iz," sela Nathaniel dengan lembut hingga gadis itu mengangkat wajah cantiknya pada Nathaniel.
Lagi, detak jantung Nathaniel menggila hingga suara mesin yang terhubung padanya begitu berisik di ruangan yang hampir senyap itu.
"Anda baik-baik saja, Sir? Sejak tadi, detak jantung Anda terlalu cepat."
"Aku baik-baik saja sekarang setelah kau ada di sini."
Nathaniel hampir menggigit lidahnya sendiri setelah mengatakan itu. Namun, ia segera menenangkan diri dan berkata, "aku jadi bisa makan sekarang."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Cursed Angel (TAMAT)
Ficción GeneralVERSI LENGKAP SUDAH TERSEDIA DI KARYAKARSA Nathaniel dikutuk menjadi manusia dan diusir dari Eyden, tempat tinggal para malaikat, karena kesalahan fatal yang tidak bisa dimaafkan. Sang ayah memberinya 'tugas' sebagai syarat agar dirinya bisa kembali...