Akhirnya, akhirnya, akhirnya!
Batin Izzy dengan girang saat ia melepas seragamnya malam itu. Setelah kepulangannya yang tertunda tadi pagi, dilanjutkan pasien yang berdatangan tiada henti, dan lagi-lagi, menghambatnya untuk pulang, akhirnya Izzy akan segera keluar dari tempat terkutuk ini.
Kadang, Izzy menyesal karena telah memilih pekerjaan ini sebagai hidupnya. Dulu, Izzy pikir, dengan menjadi perawat, ia bisa bekerja di rumah sakit milik keluarga Prince dan menarik perhatian pria itu.
Yah, ia memang bekerja di rumah sakit pria itu. Namun, ia sama sekali tidak berhasil menarik perhatian Prince. Bahkan, mungkin tidak akan pernah.
Ia menutup pintu lokernya dengan keras hingga Johanna yang berdiri di sebelahnya terlonjak kaget, dan bangun dari tidurnya. Yeah, tidur sambil berdiri bukan hal asing bagi mereka.
"Astaga! Kupikir ada gempa bumi!" seru Johanna sambil menguap dan melepas seragamnya. "Sial, aku sangat kelelahan. Aku menyesal kita tidak akan bisa makan dulu sebelum pulang."
Izzy mengangguk. "Aku baru akan mengatakannya. Aku hanya ingin pulang dan tidur. Kutunggu kau di lobi, oke?" katanya sambil membuka pintu yang disambut lambaian tangan Johanna.
Mereka sering bekerja dalam shift yang sama, dan selalu pulang bersama. Mungkin, di sini, Johanna adalah satu-satunya sahabat dekat yang Izzy miliki. Meskipun sudah bekerja selama hampir dua tahun di sini, terkadang Izzy masih merasa sungkan dekat dengan orang lain. Terutama karena semua orang tahu masa lalunya.
Johanna juga tahu, tetapi gadis itu tidak mempermasalahkannya. Gadis itu bahkan tidak mau menjauh saat Izzy berkata jika orang-orang mungkin akan menggunjingkannya karena berteman dengan anak 'penjahat'.
Izzy menyusuri koridor dengan setengah tertidur, dan hampir mencapai lobi, ketika ia mendengar seseorang berseru memanggil namanya dengan tergesa.
Oh, tidak! Jangan lagi!
Ia sungguh ingin pulang dan tidur. Ia tidak akan bisa mengurus pasien lagi hari ini.
Namun, Izzy tahu jika ia tidak akan punya pilihan selain berbalik dan menatap dokter Smith yang melambai padanya dari pintu gawat darurat yang terbuka. Pria itu melambai, menyuruhnya mendekat. Izzy menahan erangan dan segera melangkah mendekati dokter Smith. Semakin cepat ia tahu apa tujuan pria itu memanggilnya, semakin cepat dirinya bisa pulang.
"Sir Jenkins dan dokter Champbell ingin menemuimu!" seru pria itu bahkan sebelum Izzy bertanya ada apa.
Langkah kakinya terhenti. "S...Sir Jenkins?" tanyanya dengan gugup. Ada apa pria itu ingin menemuinya? Apa ia melakukan kesalahan?
Dokter Smith mengangguk. "Sekarang! Kau tahu kan dia tidak suka menunggu."
"T...tapi..."
"Ada apa, Izzy?" tanya Johanna sambil mendekatinya.
Ia menoleh menatap gadis itu. "Sir Jenkins..."
Hanya nama itu yang bisa bisikkan pada Johanna karena dokter Smith telah menarik tangannya untuk menjauh dari Johanna.
"Jangan tunggu aku, Jo!" serunya sebelum memasuki pintu lift yang terbuka.
Ia berdiri dengan gelisah di sebelah dokter Smith yang tampak bersemangat.
"Kenapa Sir Jenkins ingin menemuiku, Dokter?"
Ketua rumah sakit dan perawat rendahan di bagian gawat darurat adalah sesuatu yang tidak mungkin bertemu. Posisi Jenkins terlalu di atas sana, tidak akan bisa Izzy gapai.
"Aku juga tidak tahu, tetapi sekretarisnya berpesan kau harus menemuinya secepatnya."
Izzy menatap dirinya dan mendesah. Ia hanya memakai sweatshirt sederhana berwarna coklat, dan celana jins. Ia juga tidak memulas wajahnya dengan riasan ataupun menyisir rambutnya. Sial! Ia bahkan sudah dua hari tidak keramas.
Lift berdenting dan terbuka di lantai mewah tempat para naratama dan para orang penting di rumah sakit berkantor. Izzy tidak pernah menginjak lantai ini kecuali dulu saat melakukan hospital tour, ketika dirinya baru bekerja di sini. Tentu saja, segala yang ada di lantai ini menjeritkan kata 'mewah' dan 'mahal'. Sesuatu yang, lagi-lagi, sangat jauh dari jangkauan Izzy.
Dokter Smith berhenti di depan pintu ganda berwarna coklat mahoni yang tampak mengkilap, dan mengetuknya cepat. Suara dalam Prince, menyuruhnya masuk, dan Izzy merasa jantungnya berdebar kencang. Ini seperti berkat karena ia bisa bertemu Prince dua kali dalam satu hari ini.
Pria itu duduk dengan anggun, dan angkuh, di ujung kepala meja dengan dua tangan terkait di atas pangkuannya. Prince tampak tak tercela, berbeda jauh dengan dirinya, si itik buruk rupa.
Di sebelahnya, ada dokter senior, yang pastilah seseorang yang bernama dokter Champbell. Pria itu mengerutkan kening, setengah jijik, pada Izzy.
"Ini benar Miss Winter yang dimaksud?"
Jika raut wajahnya tidak cukup menunjukkan rasa jijiknya, maka pertanyaan dan nada bicara itu jelas sangat mewakili.
Dokter Smith mengangguk. "Benar, Dokter. Hanya ada satu Miss Winter di unit kami."
"Duduklah!" perintah Prince, bahkan dengan suara yang lebih angkuh dari cara duduknya.
Mereka duduk di sofa terjauh dari pria itu. Merasa bahwa hanya sebatas inilah mereka akan diijinkan duduk.
"Apa ada kesalahan yang Miss Winter lakukan hingga dipanggil kemari?" tanya Dokter Smith mewakilinya.
Izzy menatap kedua pria angkuh itu sambil meremas-remas ujung bajunya dengan gugup. Raut wajah Prince bahkan tidak pernah berubah. Raut wajah yang mengatakan jika mereka tidak pernah saling mengenal di masa lalu.
"Apa kau mengenal Sir Oxley sebelum hari ini, Miss Winter?" tanya Prince dengan nada tegas.
Izzy mengerutkan kening. Siapa Sir Oxley? Ia tidak merasa mengenal nama itu. Namun, keningnya berkerut saat berusaha mengingat lagi. Pria itu. Pasien pertama yang membuatnya gagal pulang.
"Tidak," jawab Izzy dengan yakin.
"Kau yakin? Tidak pernah bertemu sama sekali?" tanya Prince lagi seakan tidak percaya dengan apa yang Izzy katakan.
"Yakin, Sir. Saya tidak mengenalnya."
Prince dan dokter Champbell berpandangan dengan kening berkerut. Kenapa mereka memanggilnya kemari hanya gara-gara seseorang yang tidak dikenalnya?
"Begini..." Prince berdeham, "...Miss Winter..."
Izzy bisa menangkap nada jijik lain dari suara Prince saat menyebut namanya.
"Kau pasti tahu jika Sir Oxley dipindahkan ke ruang naratama siang tadi."
Izzy mengangguk. Ia sendiri yang mengurus kepindahan itu di unitnya sebelum perawat naratama mengambil alih.
"Tapi kau mungkin tidak tahu jika Sir Oxley adalah pemegang saham di rumah sakit ini sekarang." Prince mendengkus saat mengatakan itu.
"Kau jelas tidak tahu. Kau hanya perawat rendahan," gumamnya, mungkin dimaksudkan untuk dirinya sendiri, tetapi Izzy, dan juga dua pria lainnya, mendengarnya dengan sangat jelas, dan itu menimbulkan sedikit rasa sakit hati dalam diri Izzy.
"Lalu? Ada hubungan apa saya dipanggil kemari, Sir?"
Pertanyaan itu mungkin terlalu berbasa basi dan tidak sopan. Akan tetapi, Izzy sudah sangat kelelahan dan ingin tidur.
"Sir Oxley ingin perawat pribadi yang mengurusnya selama di sini," dokter Champbell yang menjawabnya. "Maksudku, benar-benar hanya merawatnya, dan tidak pasien lain."
Hawa dingin mulai merambati leher Izzy saat mendengar itu. Ini tidak akan mungkin. Pria itu tidak akan menunjuknya kan?
"Dan?" tanya Izzy hanya berupa bisikan ngeri.
"Dan dia ingin kau yang merawatnya."
Sial! Jika ada satu alasan lagi ia membenci pekerjaannya, itu adalah hal ini.
![](https://img.wattpad.com/cover/346303330-288-k929816.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
The Cursed Angel (TAMAT)
General FictionVERSI LENGKAP SUDAH TERSEDIA DI KARYAKARSA Nathaniel dikutuk menjadi manusia dan diusir dari Eyden, tempat tinggal para malaikat, karena kesalahan fatal yang tidak bisa dimaafkan. Sang ayah memberinya 'tugas' sebagai syarat agar dirinya bisa kembali...