5.1 Hidup Yang Tidak Berarti

199 71 8
                                    

"Anda tahu jika Anda tidak bisa melakukan ini, Sir. Anda harus dirawat hingga luka Anda sembuh."

Nathaniel cemberut mendengar apa yang Thomas katakan itu. Ia sudah berada di rumah sakit ini seharian, dan Nathaniel benar-benar ingin pulang. Ia benci rumah sakit. Ia benci bau kematian dan duka di tempat seperti ini, karena itu hanya akan mengingatkannya, lagi!, pada Aniela.

"Aku ingin pulang!" gerutu Nathaniel lagi entah untuk ke berapa kalinya hari itu.

Ia sudah diperiksa dokter spesialis. Cedera kepalanya tidak terlalu parah, tetapi juga bukan sesuatu yang bagus juga karena Nathaniel masih sering merasa pusing dan mual. Karena itu, ia masih tidak boleh turun dari tempat tidur. Apalagi pulang seperti yang diinginkannya.

Sebenarnya, ini juga baru pertama kalinya terjadi. Biasanya, meskipun telah menjadi seorang manusia, tubuh Nathaniel akan memiliki kemampuan ajaib untuk sembuh lebih cepat jika dirinya terluka atau sakit.

Sekarang, hal itu tidak terjadi, dan Nathaniel hanya bisa menyimpulkan satu hal. Kekuatannya perlahan menghilang, dan ia benar-benar akan segera menjadi manusia biasa jika tidak segera menyelesaikan tugas terakhir dengan keberhasilan.

"Saya khawatir kondisi Anda tidak memungkinkan untuk pulang, Sir. Bukankah Anda sendiri merasa ini tidak seperti biasanya?" tanya Thomas dengan sopan, pelan, dan cukup hati-hati, meskipun tidak ada orang di sana selain mereka berdua.

Thomas adalah satu-satunya orang yang mengetahui siapa diri Nathaniel sebenarnya. Pria tua itu sudah menjadi pelayannya sejak sebelum ia mengenal Pebble. Bahkan sebenarnya, Thomas sudah ada bersamanya hampir selama Nathaniel hidup di bumi. Pria itu tiba-tiba muncul di hutan, dan membawanya ke sebuah rumah yang, saat itu, menjadi rumah pertama Nathaniel hingga beberapa tahun kemudian.

Nathaniel tidak pernah bertanya tentang asal usul Thomas, tetapi ia tahu jika pria itu pasti suruhan ayahnya. Nathaniel menyadari itu di tahun ke sepuluh Thomas menjadi pelayannya. Sama seperti dirinya, Thomas tidak menua. Walaupun memang, penampilan pria itu seperti pria tua. Akan tetapi, kondisinya tetap seperti itu. Hingga sekarang.

"Bukankah akan lebih baik jika kau meminta pada ayahku untuk kembali ke Eyden sekarang, Thomas?" tanya Nathaniel dengan lelah.

"Apa maksud Anda, Sir?"

Nathaniel memejamkan mata. "Kau salah seorang utusan ayahku, yang ditugaskan mengawalku di sini. Dan kau juga melihat sendiri bagaimana tugasku tidak pernah berhasil selama ini. Bukankah lebih baik kau pulang lebih dulu daripada kau mendapatkan nasib yang sama sepertiku nanti?"

Mereka tidak pernah membicarakan hal ini sebelumnya. Bahkan tidak dalam pembahasan yang paling serius mengenai kegagalan-kegagalan Nathaniel. Akan tetapi, Nathaniel tidak ingin mengorbankan Thomas jika tugas terakhirnya juga gagal. Ia tidak tahu perjanjian apa yang dibuat ayahnya dan Thomas, tetapi Nathaniel jelas tidak ingin mengorbankan hidup pria itu demi dirinya.

"Saya akan tetap bersama Anda sampai saat terakhir, Sir."

Itu jelas sebuah kesetiaan yang begitu besar. Akan tetapi, Nathaniel sangat tidak menyukai itu. Ia ingin Thomas mendapatkan lagi hidupnya di Eyden sebelum ini. Kehidupan yang tidak pernah Nathaniel tahu, karena ia jelas tidak mengenal Thomas selama tinggal di Eyden. Ia bukan ayahnya, atau Azrael, yang selalu menyapa dan mengenal semua malaikat di sana.

"Kau tentu punya kehidupan sebelum ini. Bukankah kau ingin kembali dan mendapatkannya lagi?"

Thomas tersenyum muram meskipun masih tampak sopan. "Saya menjalani hidup yang tidak berarti di Eyden, dan sebenarnya, tidak terlalu ingin kembali."

Hidup yang tidak berarti. Itu adalah jenis kehidupan yang Nathaniel miliki sejak menjadi manusia. Ia benci membantu gadis-gadis menggapai cintanya dan justru berbalik menjadi boomerang baginya karena mereka semua jatuh cinta padanya. Itu hanya membuktikan lagi bahwa memang tidak ada satu pun kelebihan yang ia miliki selain membuat para wanita jatuh cinta.

"Tetap saja kau tidak bisa terus berada di sini. Perjanjian apa yang kau miliki dengan ayahku?"

Pria itu menatapnya datar dan tanpa emosi. Nathaniel menunggu dengan sabar. Namun, sebelum Thomas sempat menjawab, pintu diketuk pelan, dan terbuka. Seorang dokter senior, dan perawat berada di belakangnya, memasuki kamar Nathaniel. Bukan perawat muram yang tadi ada di unit gawat darurat.

Setelah Jenkins mengetahui siapa dirinya, Nathaniel segera dipindahkan ke ruang perawatan super naratama. Kamarnya luas dan sebenarnya sangat nyaman. Standar kamar di hotel-hotel berbintang dengan fasilitas lengkap dan kelas satu. Sayangnya, sebaik apapun fasilitasnya, ini rumah sakit, bukan hotel.

"Saya datang untuk pemeriksaan rutin Anda, Sir," ucap dokter senior itu sambil setengah membungkuk.

Nathaniel tidak menyukai pria ini. Ia terlalu banyak bicara, dan juga terlalu menjilatnya karena tahu jika dirinya adalah pemegang saham besar di rumah sakit ini.

"Aku ingin pulang," ucap Nathaniel lagi yang disambut helaan napas lelah Thomas yang berdiri di belakang dokter itu.

Pria itu memeriksanya dan tersenyum. "Saya mohon maaf belum bisa mengabulkan keinginan Anda, Sir. Kondisi Anda tidak memungkinkan untuk dirawat di rumah tanpa seorang professional."

Nathaniel bahkan tidak peduli jika dirinya mati. Itu bahkan lebih bagus lagi. Lebih baik ia mati sebelum menjalankan tugas terakhirnya.

"Sampai berapa lama?"

"Mungkin..." Pria itu berpikir sejenak, "Satu atau dua minggu."

Lama sekali! Sial! Apa ia benar-benar hanya akan berbaring di atas tempat tidur seperti seorang yang tidak berguna sama sekali?

"Kau tahu aku orang sibuk. Bisnisku banyak, dan aku harus mengurus semuanya."

"Saya..."

"Saya yang akan mengurusnya, Sir!" seru Thomas agak terlalu keras, dan terlalu puas, sebelum sang dokter menyelesaikan perkataannya.

Nathaniel cemberut menatap pelayan pribadinya yang tersenyum penuh kemenangan itu, sebelum kembali melayangkan pandangan pada si dokter.

"Dokter..." Ia mengangkat alis untuk mendengar dokter itu menyebutkan namanya.

"Champbell. Simon Champbell, Sir. Kepala unit bedah syaraf di rumah sakit ini," sahutnya dengan kebanggaan yang begitu kental dalam suaranya.

"Dokter Champbell, kalau memang aku harus dirawat di sini cukup lama, aku ingin ada satu hal yang kau lakukan untukku."

"Apa itu, Sir?" tanyanya setengah berharap itu bukan sesuatu yang akan mengancam karier maupun kedudukannya di rumah sakit.

"Aku ingin satu perawat yang khusus merawat dan mengurusku selama di sini. Satu perawat yang hanya bekerja untukku, bukan pasien lain. Aku tidak mau perawat yang mengurusku setelah menyentuh pasien lain yang mungkin memiliki penyakit menular. Kau tahu, aku sangat sensitive mengenai masalah tersebut."

Perawat muda yang berdiri di belakang dokter Champbell berseri-seri menatapnya. Seakan telah menduga bahwa dirinyalah yang akan mendapatkan tugas kehormatan itu.

"Tentu saja, Sir! Miss Parker akan merawat Anda dengan baik di sini. Dia sudah bekerja beberapa tahun di bangsal naratama, dan..."

"Aku tidak mau dia!" seru Nathaniel sambil memalingkan wajah dari gadis itu.

Dari sudut matanya, Nathaniel bisa melihat jika senyum yang tadi menghias bibir Miss Parker, lenyap, dan sinar matanya meredup.

Dokter Champbell tampak sedikit kaget, tetapi segera memasang wajah ramah yang dipaksakan. "Kalau begitu, saya akan meminta perawat lain di bangsal naratama untuk..."

"Aku tidak mau satu orang pun yang ada di bangsal naratama."

"Lalu..." dokter Champbell menggaruk hidungnya dengan gusar. "Ada permintaan khusus yang Anda inginkan?"

Nathaniel mengangguk sebagai jawaban, sebelum ia membuka mulutnya dan membuat mereka yang ada di ruangan itu, selain Thomas tentunya, terkejut.

"Miss Winter. Perawat di Unit Gawat Darurat. Aku ingin dia menjadi perawat pribadiku."

The Cursed Angel (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang