20

10.5K 281 0
                                    

Jangan lupa follow:)

.
.

Buat kalian yang suka baca cerita aku bisa support cerita ini dengan memberikan sedikit traktiran kalian di
https://trakteer.id/nu_ha/tip
(Lik ada di bio)

.

Malam ini Nara memutuskan untuk tidur bersama dengan tiga temannya di kamar tamu, meskipun sempat terjadi penolakan dari sang suami namun Nara kekeh dengan keinginannya, apalagi sudah berbulan-bulan lamanya Nara tidak bertemu dengan ketiga temannya semasa di Jakarta.

"Saya gak mau tidur sendiri!" Nara memutarkan bola matanya ketika mendengar jawaban ketus dari suaminya, setelah kedatangan ketiga temannya Nara hanya fokus kepada mereka, meskipun begitu Abhi juga sadar akan kerinduan dan juga antusias istrinya tapi dengan memutuskan untuk tidur bersama mereka dan meninggalkannya sendiri di kamar ini tentu saja Abhi akan melarangnya.

"Mas, cuman semalam aja ko, lagian aku tuh kangen sama mereka, aku juga masih pengen ngobrol-ngobrol banyak soalnya besok pagi mereka harus pulang lagi ke Jakarta" renggut Nara.

"Justru karena besok mereka mau pergi, kenapa kamu tidak membiarkan mereka untuk istirahat saja!"

"Mas ih... Kamu tuh gak tau urusan perempuan, justru itu poinnya kita bisa saling curhat satu sama lain" kekeh Nara

"Gak!" Sepertinya Nara harus mengeluarkan satu jurus terakhir untuk membujuk suaminya itu.

"Pokonya aku gak peduli, kalau mas gak bolehin aku tidur sama mereka, mas mau puasa sebulan full??" Melihat wajah kesal suaminya Nara tersenyum penuh kemenangan, ancaman seperti ini memang selalu ampuh untuk suaminya.

"Oke.. hanya malam ini"Nara berteriak kegirangan mendengar jawaban sang suami, meskipun Abhi mengatakan hal tersebut dengan berat hati, tapi mau tidak mau Abhi menginjakan istrinya untuk tidur bersama dengan teman-temannya daripada dia harus kehilangan jatahnya selama satu bulan sepertinya sudah cukup awal kehamilan kemarin dia harus berusaha payah untuk berpuasa.

Setelah drama bujukan selesai Nara kini tengah bersama tiga temannya di kamar tamu yang ruangan cukup besar, perasaan antusias dan juga bahagia terpancar dari wajah Nara dia tidak menyangka bisa bertemu lagi dengan teman-teman lamanya itu.

"Jadi sekarang kantor kaya gimana mbak?" Tanya Nara.

"Ya gitu, kaya biasanya bedanya sekarang banyka personil baru jadi banyak wajah baru juga" Nara hanya ber oh saja mendengar penuturan Mbak Tami.

"Bener tuh Nar, apalagi di divisi periklanan, beuh... Pada cakep-cakep terus yang magang di lantai tiga apa lagi, rasanya gue kaya cuci mata tiap pagi pokonya" Ujar Agni dengan mengacungkan kedua jempol tangannya.

"Yang bener?? Tau gitu kenapa dulu resign sih" gerutu Nara, karena ketika dia dulu bekerja Nara jarang sekali bahkan hampir tidak pernah menjumpai karyawan yang bening-bening, kebanyakannya budak korporat yang terlihat lusuh karena deadline yang selalu menanti.

"Lo mah, meskipun resign juga bisa cuci mata tiap hari orang suami lo seganteng itu coba" cebik Ismi sementara Agni mengangguk setuju mendengar penuturan temannya itu.

"Jujur gue penasaran deh, kok bisa lo dapetin suami kaya gitu, karena setau gue Lo kagak pernah Deket sama yang namanya cowo apalagi seganteng itu" Lanjut Ismi yang kini merasa begitu spicless menatap Nara.

"Hooh sama gue juga penasaran" Ujar Agni yang kini terlihat tengah membenarkan posisi duduknya.

"Gak tahu sih awalnya kayak gimana yg pasti pas gue pulang ortu bilang udah ada yang ngelamar ke rumah, dan setelah gue tahu yang ngelamar bentukan nya kaya gitu, ya.. langsung gue terima lah, rezeki besar ko kan gak boleh di tolak hehe" Agni dan Ismi hanya mencebik kesal mendengar penuturan Nara, meskipun rasa kesal itu di dominasi rasa Iri tentunya saja.

"Dih... Tahu aja kalau kamu sama barang bagus" Tawa Nara tergelak mendengar ucapan mbak Tami.

"Kalau suami lo punya teman atau kenalan yang modelnya masih sama kayak dia, gue minta satu lah, udah males gue sama orang-orang kota, sama orang kampung juga kalau se ganteng dan se kaya gitu mah gue juga mau.." cerocos Agini, sementara Nara hanya tertawa kecil mendengarkannya.

"Bener tuh.. apalagi gue kita berdua masih jomblo" Ujar Ismi penuh rasa setuju, dia tahu meskipun sebesar apa gajih yang dia dapatkan sekarang akan sangat sulit menjadi milyarder dalam waktu dekat, dan jalan pintasnya adalah mencari suami kaya raya.

"Hahaha gue gak tahu sih soal pertemanan mas Abhi, tapi nanti kalau emang dia punya temen yang jomblo gue kasih tahu kalian deh" balas ibu hamil itu, sementara mbak Tami hanya menggelengkan kepalanya, melihat dua bawahannya yang masih berjiwa-jiwa muda itu.

"Oh iya mbak, tadi survey nya kaya gimana?" Tanya Nara mencoba mengalihkan pembicaraan, rasanya dia tidak mampu kalau harus menjawab pertanyaan demi pertanyaan Agni dan Ismi terkait teman-teman suaminya.

"Lancar sih, tempatnya juga bagus dan strategis meskipun berada di perkampungan, cocok lah sama keinginan kita, tapi masih belum deal sama pemiliknya tadi yang datang cuman asistennya aja" balas Mbak Tami, sementara Nara yang sudah tahu daerah tersebut hanya menganggukkan kepala.

"Oh, daerah sana emang bagus dan luas mbak akses jalannya aja sudah bagus, tadinya aku juga berencana pengen punya rumah di sana juga, tapi setelah di pikir-pikir mending di sini aja sih deket sama rumah orang tua" Dulu memang Nara mempunyai impian ketika sudah menikah nanti dia ingin punya rumah sederhana di pedesaan, seperti kedua orangtuanya meskipun sederhana namun Nara hanya hanya ingin mencari kebahagiaan dan juga kehangatan dalam rumah tersebut, hingga tuhan mengabulkannya dengan memberikan sosok Abhi kepadanya.

"Iya tadi juga pas survey kita udah bilang fiks tapi pemiliknya kayanya masih mikir-mikir dulu, gak tau mikir apa, soalnya kita tawar dengan harga yang tinggi, di tambah lagi susah kalau nyari tempat yang kaya gitu lagi, kamu tau sendirikan gimana bawelnya si bos" Balas Mbak Tami, memang ada benarnya juga sebagai karyawan kita benar-benar bekerja tanpa henti sementara atasan selalu menginginkan hasil dengan cepat dan bagus tanpa memperdulikan bagaimana susahnya para karyawan karena dia merasa jika dirinya sudah memberikan gajih dan itu sudah lebih dari cukup.

"Iya juga sih, oke lah nanti aku coba bujuk mas Abhi buat jadi jual lahan nya" Balas Nara, perempuan itu rasanya tidak tega jika harus melihat Mbak Tami dan kedua temannya itu gagal.

"Maksud kamu??" Tanya mbak Tami dengan wajah bingungnya

"Oh, tanah itu punya nya mas Abhi, aku juga baru tahu tadi ko" ucap Nara dengan wajah polosnya, sementara ketiga perempuan di hadapannya terkejut bahkan Agni berteriak dengan kencang saking terkejutnya.

"Plis demi apa??"Ucap Ismi

"Beneran ya Lo, punya suami gak kaleng-kaleng, jujur aja gue jadi penasaran sebenarnya suami Lo tuh kerjanya cuman jadi kepala desa aja apa gimana sih?" Agni bertanya dengan wajah gregetnya, perempuan itu benar-benar merasa iri sekarang dengan nasib temannya itu.

"Engga sih, kalau kepala desa pekerjaan asli, kalau pekerjaan serabutan nya dia punya beberapa bisnis, aku juga gak tahu pasti bisnis nya apa aja karena emang belum tanya-tanya lagi, tapi yang aku tahu dia punya kebun teh, pabrik sama toko gitu"

"Serabutan apanya kalau punya perkebunan sama pabrik!" Cebik Agni, sementara Nara hanya tertawa kecil melihat wajah kedua temannya yang terlihat menggemaskan.

"Benar-benar Nar.. kamu kejatuhan rezeki nomplok" ujar mbak Tami, perempuan itu merasa bahagia dengan nasib Nara, apalagi Tami merupakan sakti hidup perempuan itu dari awal masuk kerja.

"Hehehe.. Alhamdulillah mbak" ucap Nara dengan penuh rasa syukur.











___

Harusnya kemarin aku up 2 chapter, tapi karena kondisiku yang lagi gak fit jadi aku bakalan up malam ini 2 chapter
.
.

Aku udah sebaik ini dan kalian belum follow tega banget sih!!:(

Mas Abhi (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang