Game Over

Pin Bunga Pansy

“Anak-anak, dimana kalian? Cepat kemari, ada yang ingin aku sampaikan,” teriakan randu menggema di seluruh penjuru apartemen tempat puri dan teman-temannya beristirahat.

Puri berdecak kesal, ia bangkit dari tidurnya dan menemukan randu tengah berdiri di depan pintu sambil bercekak pinggang. Pria itu melangkah dengan terburu-buru, menghampiri puri yang tadi tengah meluruskan tubuhnya di sofa depan Tv. Anak laki-laki berdatangan dari berbagai arah, mengambil tempat tak jauh dari randu berdiri. Mereka memandang randu, ke-enam anak muda itu menunggu randu membuka suara. Pria itu diam saja, tangannya merogoh saku baju lalu melempar beberapa foto yang tidak puri kenali.

“Ini adalah kandidat terkuat dari beberapa kelompok yang berhasil aku temukan, lihat ini,” randu menarik satu foto anak laki-laki dengan kulit tan berwajah garang, “jiwa hati-hati dengannya, dia menguasai tombak dengan baik. Temukan dan awasi dia saat di pesta nanti, jika bisa jadikan dia target mu di arena,” randu memandang jiwa, melemparkan foto itu ke atas nakas dan langsung diambil olehnya.

“Virgo, dia milikmu. Sama seperti jiwa, awasi dan bunuh dia jika kau punya kesempatan, atau carilah kesempatan itu jika tidak maka pikirkan apapun caranya. Kau yang bunuh atau dia yang membunuhmu,” virgo meraih foto itu, menatapnya cukup lama dan mengangguk pelan. Hal itu juga terjadi pada lava, benua, dan riuh mereka menerima foto dan harus membunuh semua kandidat terkuat yang randu maksud. 

“Dan yang terakhir,” randu mengambil foto terakhir, seorang gadis dengan rambut sebahu tersenyum di dalam foto itu, “dia milikmu puri, dia yang terkuat, tercepat, dan terpintar. Hati-hati dengannya, aku ingin kau membunuh gadis itu, ingat gunakan taktik, jangan tergesa-gesa. Kesalahan kecil akan membuat kalian binasa, saling jaga, jangan lengah, dan jangan pernah remehkan lawan kalian. Siapapun itu, bahkan jika mereka tidak ada dalam daftar foto-foto yang aku berikan pada kalian,” randu memandang mereka serius, ada kepercayaan besar dalam setiap getaran suara randu. Pria itu seakan yakin jika ke-enam muda mudi itu bisa mengalahkan lawan mereka. Dan mereka mampu berperang, membantai menggunakan tangan mereka. Keyakinan randu yang terlalu besar membuat perasaan mereka tidak karuan. Membunuh tidaklah semudah membeli barang, ini berhubungan dengan hidup dan mati seseorang, nyawa setiap manusia yang berharga seakan tidak ada apa-apanya ditempat ini. Dan itu mengerikan.

Puri memandangi foto itu cukup lama, suasana dingin kamar dan empuknya kasur tidak juga bisa membuat puri merasa mengantuk. Ia bangkit dari atas tempat tidurnya, berjalan meninggalkan kamar dan berdiri mendekati jendela kaca besar disamping sofa ruang tengah, duduk di sana, mengamati jalanan kota di bawah dalam diam. Cahaya lampu warna-warni membuat mata puri sedikit sakit, kota ini indah. Puri tidak bisa membayangkan ada kota sebesar dan semaju ini tapi tidak pernah sekalipun ia dengar namanya. Teknologi sudah maju, berita apapun bisa tersebar dengan cepat. Tapi bagaimana dengan kota ini? Bagaimana cara orang-orang ini menyembunyikan tempat mereka. Semuanya begitu tidak masuk akal, sejak awal semuanya begitu membingungkan.

Siang tadi setelah pergi menemui penjahit, randu membawa mereka menuju gedung persinggahan. Ada sekitar tiga puluh lantai dengan ratusan kamar di dalamnya, tempat itu luas dan luar biasa indahnya. Ornamen-ornamen emas dan satu patung pria bertopeng menyambut mereka. Puri terperangah, jelas sekali jika ini kali pertama ia melihat tempat sebesar dan semewah ini. Suasana di dalamnya terang dan sejuk, mereka ditempatkan di lantai lima belas, dimana mereka bisa melihat hampir seluruh kota.

“Tidak tidur?” Lava memegang secangkir kopi panas, kepulan asap dan aroma khasnya membuat puri tertarik. Pemuda dua puluh satu tahun itu mengambil tempat duduk disamping puri, ikut menikmati pemandangan bintang gemerlap perkotaan. Lalu lalang di bawah sudah sepi sekali, ketika waktu sudah menunjukkan pukul dua dini hari.