Kilas balik

8 4 1
                                    

Matahari bersinar terik sekali, membakar tengkuk mereka. Puri tahu saat ini hampir separuh dari warga kota yang tidak memiliki kesibukkan pastilah tengah memandangi mereka dari balik layar transparan mirip telivisi itu. Mungkin juga, beberapa dari mereka tengah duduk dengan kaki bersila di atas meja dengan tumpukan popcorn karamel, serta coklat panas dengan asap berbau biji kakao berkualitas tinggi.

Beberapa mungkin menyipit ngeri melihat beberapa kematian, dan yang lainnya tampak menikmati. Dengan senyum mengembang penuh antusias, menanti dengan gemuruh jantung berdegup kencang. Bertanya dengan nada kesal tentang "kapan lagi kematian mereka muncul, perkelahian sengit bagaimana lagi yang akan mereka saksikan." Membayangkan bagaimana mereka duduk dengan tenang dibalik tembok-tembok tebal yang aman dan nyaman. Berhasil menimbulkan perasaan marah yang begitu menusuk, sedang mereka di sini harus berjuang dengan seluruh anggota tubuh mereka.

Mempertahankan satu-satunya yang paling berharga yang mereka miliki, kehidupan. Setiap nafas yang berhasil dihirup, tangan dan kaki yang bergerak, serta jantung yang berdetak, ialah hal yang harus mereka lindungi hingga akhir membawa mereka pada dua titik; kematian atau kemenangan. Setiap darah yang tumpah, jeritan yang terlontar, serta jantung yang berhenti berdetak. Ada jiwa-jiwa lemah yang ditempah sedemikian rupa untuk sebuah kemenangan yang sia-sia. Kemenangan yang sebenarnya tidak berujung pada kebahagian, setiap mata yang memandang genangan darah, telinga yang mendengar jeritan, pada setiap kematian siapapun pemenangnya akan membawa semua kenangan buruk itu hingga ia tua, saat ajal datang menjemput atau mungkin dia yang sialnya menjadi sang juara akan kehilangan akal sehatnya, memilih untuk mengakhiri hidupnya dengan cara yang jauh lebih mengerikan daripada kematian itu sendiri.

Tuhan menciptakan manusia untuk menjalani kehidupan dengan baik, jauh dari pertikaian, permusuhan, dan kematian. Tapi di tempat ini kematian adalah penentu kehidupan, dia yang berhasil bertahan adalah dia yang berhak atas kehidupan. Thanatos, mengatur semuanya dengan sempurna. Menculik, menyekap, dan memaksa untuk melakukan semua yang ia inginkan demi sebuah permainan. Semua kekejaman ini mengingatkan puri pada masa lalu, saat nenek moyang mereka mengangkat tinggi bambu runcing untuk mengusir mereka yang katanya penjajah. Tidakkah kalian ingat, saat itu nenek moyang kitalah pemenangnya, mereka yang katanya lemah dan tak berdaya, budak para penjajah berhasil mengusir segala bentuk penjajahan yang mengerikan. Dengan semangat perjuangan, beberapa otak dipakai untuk mencari kelemahan, maka itulah yang saat ini sedang puri pikirkan.

Tapi sesempurna apa thanatos, meski dengan segala kuasa yang ia punya. Siapapun tahu dia pun hanyalah seonggok jiwa yang diberi ruh untuk menempati dunia. Puri yakin semua sistem pria itu pastilah memiliki setitik gelap kelemahan. Kelemahan yang harus segera puri temukan, dalam remang gelap di kepalanya, langkah yang kian memberat dengan perut berderik keroncongan. Puri berhasil menemukan kelemahan yang telah lama ia impikan, thanatos bukanlah apa-apa tanpa pengikutnya, orang-orang bodo yang siap melebarkan tangan mereka untuk thanatos injak kala lumpur hendak mengotori alas kaki pria itu. Jika sendirian dan tidak punya siapapun, thanatos hanyalah pria dewasa dengan wajah dewa.

Tidak banyak hal yang bisa diperbuat dengan wajah sempurna sepertinya, jika beruntung maka dia akan jadi terkenal. Wajahnya akan menghiasi segala sisi dari perekonomian dunia, tapi jika tidak maka dia hanya bisa menjual tubuhnya untuk kesenangan wanita-wanita tua. Puri tidak sabar menanti saat-saat dimana hari kehancuran iblis itu tiba, saat ini ia masih harus berjuang sedikit lebih keras. Mencari dan mengumpulkan lebih banyak pasukan, sudah tidak ada yang boleh mati. Jika pun ada, satu-satunya yang pantas mati adalah Thanatos sendiri. Puri akan mengakhiri semua kekejaman pria itu cepat atau lambat, ia akan mengembalikan semua pada tempatnya. Dia akan merebut kembali rumah-rumah yang sempat dicuri.

Sepuluh tahun sebelum permainan dimulai.

Saat itu hujan tengah mengguyur kota dengan derasnya. Beberapa pohon sampai tumbang akibat kencangnya angin menerjang. Beberapa stasiun televisi menayangkan berita tentang banjir di beberapa daerah. Para pengungsi tidak dapat dihindari, bumi tengah mengamuk pada mereka hari itu. Atas segala kecurangan serta kerusakan yang telah diakibatkan oleh manusia-manusia yang tidak bertanggung jawab.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 16 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Game Over Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang