I love you Puri

21 3 0
                                    

Langkah puri melambat saat ia sudah keluar dari gedung sekolah, dia kembali memandang gedung itu lama. Mengingat wajah frey adiknya dan tersenyum kecil saat ia berhasil menemukan frey berdiri di depan jendala lantai dua gedung sekolah. Puri melambai, tersenyum dan meminta adiknya untuk segera pergi saat ia melihat segerombolan penjaga datang dari istirahat mereka.
Puri berjalan lesu menuju lift, ia tidak sadar saat pintu lift terbuka dan seorang gadis berambut pendek masuk bersamanya. Gadis itu terlalu memikirkan pertemuannya dengan frey, pertemuan singkat yang mungkin akan menjadi yang terakhir. Puri baru menyadari saat gadis lain di lift itu terbatuk, dia melirik kecil dan terkejut setengah mati mengetahui jika dialah gadis di foto yang randu berikan. Perawakan gadis itu besar, tingginya sekitar 169cm. Tangannya penuh oleh otot dan wajahnya tampak licik, dia tidak melirik sedikitpun ke arah puri bahkan ketika gadis itu turun di lantai sembilan. Nafas puri tercekat, itulah lawannya, gadis yang randu maksud. Gadis yang harus puri bunuh di arena nanti, kenyataan itu berhasil menampar puri dengan kencang. Dia sungguh tidak ada apa-apanya dengan gadis itu, lawannya sungguh terlihat kuat dan tangguh. Bisakah ia meminta pada randu untuk tidak melawan gadis itu, rasanya puri tidak akan sanggup. Tubuh puri luruh, ia jatuh terduduk di dalam lift seorang diri. Jantungnya seakan berhenti berdetak dan darahnya berhenti mengalir. Lift terus naik menuju lantai lima belas, kepala puri tertunduk lemas. Pikirannya melayang jauh, pergi meninggalkan raganya seorang diri dalam ketakutan.

Puri masih saja diam hingga ia sampai ke dalam apartemen. Ruangan itu sudah penuh oleh teman-temannya, mereka sedang menikmati makanan yang tersaji di atas meja depan Tv. Virgo yang pertama menyadari kehadiran puri, pria itu tampak berseri-seri. Dia memanggil puri untuk bergabung bersama mereka, “puri dari mana saja kau, duduklah disini dan makan. Sebentar lagi tim tata rias akan datang untuk mengukur pakaian terakhir kita."

Puri menjatuhkan tubuhnya ke atas sofa dengan kencang, meja sedikit bergetar saat kakinya tidak sengaja menyenggol kaki meja. Benua mendelik marah, ia sudah kembali terlihat tidak bersahabat dengan puri. Melupakan jika kemarin mereka sempat berbincang dari hati ke hati berdua. 

“Kau kenapa?” lava menuang segelas jus jeruk dan meneguknya. Pipi pria itu kembung oleh air.

“Aku bertemu dengan gadis itu.” Semua memandang puri, mereka baru menyadari jika wajah gadis itu tampak menyedihkan dan lebih pucat lagi dari hari-hari sebelumnya.

“Siapa sih?” Tanya benua. Dia mencondongkan tubuhnya ke depan.

“Kalian ingat foto-foto yang randu berikan pada kita. Orang-orang yang harus kita bunuh, aku bertemu dengan gadis yang fotonya randu berikan padaku,” jiwa melirik benua dan menggeser duduknya lebih dekat dengan puri.

“Lalu apa masalahnya? Bukankah itu bagus. Aku juga sudah bertemu dengan anak yang randu minta untuk aku bunuh,” virgo memandang puri.

“Aku pasti akan mati di tangannya, demi tuhan dia kekar sekali,” puri menutup wajahnya, berteriak frustrasi dan memijat pelipisnya.

“Puri, jangan begitu. Aku yakin semua akan baik-baik saja. Kita akan saling membantu, musuhmu adalah musuh kami.” Lava mengelus bahu puri, menenangkan gadis yang tengah gelisah itu.

“Tidak, aku tidak berpikir begitu” benua menggeleng cepat, ia duduk tegak dan melipat kedua tangannya, "aku sudah cukup dengan satu orang. Jadi aku tidak mau menanggung musuh-musuh kalian."

“Diamlah!” Virgo mendelik marah, ia melempar benua dengan bantal dan mengenai wajah pemuda itu.

Baru saja benua ingin membalas, namun urung karena riuh dengan cepat menarik kepala pemuda itu, menjepitnya dengan kedua tangannya. Teriakan dan tawa menggema, puri tersenyum kecil. Kekhawatiran di hatinya sedikit menghilang, ia senang bertemu dengan orang baik seperti mereka. Bebannya seperti terangkat hanya karena melihat tingkah konyol teman-temannya. Tapi ketakutan itu jelas masih tersisa, puri mulai ragu pada dirinya, pada apa yang randu ajarkan. Puri merasa semua itu sia-sia, selama ini dia hanya menghajar para pengkhianat yang lemah dan tidak terlatih. Gadis ini jelas berbeda, mereka dilatih, dan berada di bawah tekanan yang sama. Jelas sekali ada perbedaan disini, puri mulai pesimis, dia terdiam memandang keributan teman-temannya. Menarik nafas panjang dan memilih untuk melupakan segalanya untuk sementara.

Game Over Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang