Penghakiman

16 4 0
                                    

"Sudah aku katakan pada kalian ada yang tidak beres dengan gadis ini," benua menunjuk puri dengan perasaan menang, menatap satu persatu wajah teman-temannya dengan bangga. Puri sendiri terduduk lemas diatas tumpukan bebatuan bekas dinding roboh sebuah sekolah, gadis itu menunduk dalam dengan wajah pias. "getah pohon, lelucon konyol yang kalian percaya. Memangnya apa yang sudah gadis ini berikan pada kalian sehingga setiap kebohongan yang keluar dari mulutnya kalian telan mentah-mentah." Benua berputar dalam keheningan, meracau dalam kepuasaan tiada tanding. Seakan semua kekesalan dalam dirinya terhempas keluar. Pada setiap sudut tempat di kepalanya terkikis habis, sehingga rasanya kemenangan berdiri di depan matanya.

Virgo termenung ditempat, matanya mengawasi punggung letih puri. Bagaimana gadis itu terdiam dan bahunya bergetar sesaat setelah semua teriakan benua berhasil mengunci mereka. Kekecewaan yang tidak dapat ia jelaskan, bagaimana keyakinan akan keraguan itu lolos begitu saja dari bibir puri. Ia pikir hubungan mereka sudah lebih baik sejak malam-malam panjang yang telah mereka habiskan, tapi ternyata jarak yang ia pikir telah terkikis habis oleh setiap momen, malah membawa ia terlampau jauh dari puri. Gadis itu hilang sepenuhnya, dari pandangan serta jangkaunya.

Jiwa terhempas jauh dari realita, bagaimana gadis dengan gaun indah berbunga tertawa bahagia dibibir pantai lenyap begitu cepat. Setiap keanggunan dan kelembutan yang berhasil membuat ia terpaku, melebur begitu saja. Puri miliknya, yang dulu indah kini dengan lantang mengumumkan pada dunia jika ia tak lebih dari sekedar pembunuh tak berperasaan.

Ditengah-tengah racauan benua yang kian kejamnya, menghakimi gadis kecil lemah tak berdaya, Nala memandangi tangan puri yang terkepal dibawah sana. Ia ingin berlari, mendekap puri dan mengatakan jika semua akan baik-baik saja, seperti yang sering gadis itu lakukan padanya saat dunia terasa begitu menyesakkan. Tapi kali, ini entah kenapa ia tidak bisa, kakinya seperti memiliki lem super sehingga sulit sekali untuk beranjak dan memberikan pelukan.

Riuh dan lava hanya bisa mematung, mereka tidak punya begitu banyak momen untuk diingat bersama puri. Lava hanya mengenal puri tidak lebih dari mantan kekasih adiknya, interaksi mereka pun bisa terhitung dengan jari sebelum dikirim ke kamp. Jauh sebelum hari ini, riuh hanya bisa mengagumi puri dari jauh, tanpa kata dan tawa. Ia hanya adik kelas biasa, tidak punya apa-apa untuk sekedar berbincang dengan puri disekolah. Ketakutan bodoh yang membuatnya hanya bisa memandangi punggung gadis itu, mencarinya pada setiap kumpulan gadis di lapangan dan desakan di kantin sekolah.

"Ah, apa kalian semua sudah tidur dengannya sehingga apapun kebohongan gadis itu tampak nyata di mata kalian ?" Nala tau kali ini benua sudah melampaui batasnya, buktinya dari semua kalimat menyakitkan yang keluar dari mulut pria itu, hanya yang kali ini dapat membuat puri bangkit dari duduknya.

"Kau mau tahu apa yang sudah aku berikan pada kalian? Puri menghapus keringat di pelipisnya, dinginnya angin dini hari tidak membuat sendi-sendi nya membeku seperti biasa. "Aku berikan pada kalian kehidupan, dari setiap darah yang tumpah ada setetes air untuk kalian minum. Pada setiap jantung yang berhasil aku rampas detaknya, ada daging untuk kalian makan, dan dari setiap teriakan yang berhasil aku redam, dari sana tersedia jembatan untuk kalian bertahan hidup satu hari lagi di kamp. Kalian pikir dari mana semua perlengkapan itu datang, kau pikir pria seperti randu mau memberikan semua itu secara suka rela." Puri memandang jiwa, "jiwa apa kau tidak lihat bagaimana kamp telah merenggut separuh bobot kekasihmu dan bandingkan denganmu," puri menunjuk jiwa, kemudian berpindah ke semua orang kecuali Nala. "Kalian dapat makan dengan layak, pakaian bagus dan perlengkapan mandi yang baik. Obat-obatan tersedia melimpah ruah untuk mengobati setiap luka kita, jika saja aku tidak menuruti kemauan mereka, mungkin kau, benua sudah mati membusuk akibat tidak berganti pakaian dalam. Organ reproduksi mu akan membusuk dan kau akan impoten selama sisa hidupmu. Aku menggadai jiwa ku pada thanatos, melakukan semua pembunuhan yang ia mau tanpa tahu apa salah dari para korbanku. Itu semua aku lakukan demi kalian, demi menjamin keselamatan keluarga kalian. Aku lakukan segala cara untuk menyelamatkan kita, hidupmu." Puri menarik ikatan rambutnya dan memandang lelah pada semua orang. "Aku melindungi kalian semua, aku hancurkan diriku sendiri demi kalian.  Aku hancur seorang diri, pada setiap sisi hutan menangis ketakutan. Ada banyak teriakan di dalam kepalaku, bagaimana mata-mata putus asa muncul dalam setiap mimpiku. Aku ketakutan, setiap saat dalam hidupku sudah aku relakan untuk kita." Untuk yang pertama kalinya puri menangis begitu pilu, meracau dengan mata tumpah ruah oleh air mata. "Ingat saat badai mengacaukan kamp disaat-saat terakhir?" Virgo menatap puri, menjawab pertanyaan gadis itu dalam bungkam. "Beberapa hari sebelum badai menyerang kita, aku ingat sekali hari itu untuk yang pertama kalinya aku gagal membunuh. Aku tidak bisa menikam jantung pria itu seperti yang aku lakukan pada korbanku yang lain. Tatapan tulusnya membuat hatiku menjerit, untuk yang pertama kalinya aku keluar dari gua dengan perasaan sedikit tenang karena tidak mengikuti apa yang randu minta. Itulah hukuman yang kita dapat, terkurung tanpa persediaan. Aku melakukan sedikit kebaikan dan dia menghukum atas kesalahan itu dengan sangat amat kejam."

Semua orang kecuali Nala kembali pada kenangan beberapa waktu yang lalu, saat badai dan tidak ada apapun untuk dimakan. Mereka semua putus asa pada saat itu, dan lagi-lagi puri datang sebagai penyelamat. Gadis itu berlari menerobos hutan dan pulang dengan segumpal persediaan. Benua mulai terdiam, semua kata-kata di kepalanya hilang tak bersisa.

Puri sendiri kembali mengingat wajah itu, kerut serta rambut putihnya. Air mata ketakutan yang membuat ia urung untuk melakukan aksinya. Dalam hati puri bertanya-tanya, kesalahan apa yang mampu dilakukan pria tua paru baya itu pada thanatos. Dia bahkan tidak mampu mengangkat wajahnya sendiri, sedikit kebaikannya pada hari itu mampu membawa mereka pada pintu petaka. Apakah ia menyesalinya? Tentu tidak, meski puri tahu, pria itu pastilah tetap terbunuh. Namun ada perasaan sedikit lega di dalam hatinya, karena kali ini bukan dia pelakunya.

"Maaf," puri mendongak dan mendapati virgo telah berdiri di depannya, dengan mata setengah basah. Temannya itu merengkuh dan menarik ia dalam dekapan erat, "maaf karena tidak mengerti lukamu. Maaf karena sudah membiarkanmu melawati mimpi buruk itu seorang diri, maaf karena kau harus mengalami semua ini. Maaf karena aku tidak mampu menjagamu seperti janjiku, kau pasti ketakutan. Kau pasti merasa sakit, maaf karena sedikit saja sempat meragukan mu. Dan terimakasih karena kau, saat ini aku bisa ada disini." Puri menangis pilu dalam dekapan itu, dekapan nyaman dari teman lama. Bagaimana setiap katanya mampu mengobati sedikit sesak dalam dadanya. Ketulusan yang mampu membuat ia tersadar jika dia tidak pernah sendirian. Masih ada setidaknya satu orang ditempat ini yang mengasihi dan mau merangkulnya.

Meski tidak mengatakan hal yang serupa, puri menyadari jika semua orang kini bisa menerimanya, memahami sedikit rasa sakit yang telah ia kubur sejak lama. Puri mengamati salah satu kamera pengintai diatas sana, senyum kecil yang ia tujukan pada thanatos. Di wajah itu tersirat makna yang hanya mampu dipahami oleh mereka berdua.

"Akting yang luar biasa indah."

Game Over Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang