Rumah Tua Ditengah Hutan

22 2 0
                                    

Ternyata grim tidak main-main dengan apa yang ia katakan tentang reaksi dari obat di tubuhnya, jam sudah menunjukkan hampir pukul dua dini hari dan puri masih belum juga bisa tertidur. Ia menggeliat tidak nyaman di atas ranjangnya, tubuhnya terasa gatal dan panas sekali. Kamar itu sudah terlampau dingin, ada bercak embun di setiap kaca dalam kamarnya. Tapi tubuhnya masih terasa sangat panas, ia melepas seluruh pakaian luarnya dan hanya menyisakan bra serta celana pendek hitam dengan bahan teramat lembut. Ia menarik nafas beberapa kali, memejamkan matanya demi menghalau keinginan untuk mengaruk luka-lukanya. Dalam hati kecilnya puri berteriak menyesali kebodohannya, ia benci saat dia mulai kehilangan kontrol dalam dirinya. Puri membalikkan tubuhnya, ia berteriak sambil menutup wajahnya dengan bantal.

“Kau belum tidur?” Kepala virgo menyembul dari balik pintu coklat, ia melangkah masuk dan menutup pintu di belakangnya. Keningnya mengernyit memandang puri yang terlihat seperti cacing kepanasan di atas ranjang, gadis itu tampak tidak begitu peduli dengan kehadirannya.

“Panas, obat apa sih yang mereka lumuri di tubuhku,” tangan puri menggaruk selimut putih di atas tubuhnya, ia sudah kembali terlentang melirik virgo yang tengah berdiri kikuk di depan pintu.

“Kemari, apa yang kau lakukan disana,” perlahan virgo mendekat, ia membaringkan tubuhnya di samping puri saat gadis itu memintanya.

Mereka sama-sama terdiam, puri sudah lebih tenang dari sebelumnya setelah kedatangan temannya. Virgo mengamati langit-langit kamar puri, cahaya bulan di luar masuk melalui kaca besar yang tidak tertutup gorden. Suhu dingin membuat virgo sedikit gemetar, ia menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut.

“Selamat ulang tahun puri.” Mendengar ucapan virgo, puri sontak memandangnya. Ia lupa jika hari ini dia sudah genap berusia dua puluh tahun. Ternyata benar-benar tidak ada perayaan dan kue, puri memandang sisi kiri wajah virgo sedikit terharu karena temannya itu mengingat hari ulang tahun yang ia sendiri lupa.

“Kau ingat, ah aku terharu sekali.” Virgo memiringkan tubuhnya, ia menatap jauh ke dalam netra puri. Menyingkirkan rambut keriting yang menutupi wajah gadis di depannya, virgo terpesona oleh lembutnya paras puri. Mereka sudah berteman sejak lama, sedari dulu mereka tumbuh bersama-sama, dengan lingkungan sekolah dan kelas yang sama. Virgo begitu mengenal puri, dan dia juga mengambil andil dalam kehancuran puri beberapa saat yang lalu. Virgo adalah orang yang mengenalkan jiwa pada puri, dia juga yang membantu jiwa untuk mendapatkan puri. Seharusnya dulu virgo tidak mendengarkan apa kata jiwa, seharusnya dia biarkan saja puri tidak mengenal jiwa dan berpacaran dengannya. Virgo menyesali setiap keputusan yang sudah ia ambil di masa lalu.

“Aku selalu ingat hari ulang tahunmu, kita lahir di tanggal yang sama kan. Aku hanya lebih muda satu bulan darimu, kau ingin kado apa?” Puri tertawa pelan, ia kembali memandang langit-langit kamar. Tangannya saling bertaut di dalam selimut tebal.

“Apa yang bisa kau beri di kondisi ini. Kita terjebak, kau tidak lupa kan,” virgo meraih tangan puri dibalik selimut, mengusap lembut goresan panjang di lengan puri yang mulai mengabur. Puri terdiam, ia merasakan ribuan jarum suntik kecil di dalam perutnya. Mereka saling pandang, menyelami netra masing-masing dalam kebisuan malam.

“Aku akan memberikan apapun yang kau mau, akan aku lakukan apapun untukmu.” Virgo mendekatkan wajahnya, menatap mata puri dan menyingkirkan anak rambut yang menutupi wajah puri. “Apapun.” Bisikan lembut di wajahnya adalah hal yang terakhir puri dengar sebelum alam mimpi menjemputnya.

Virgo menggeliat dalam tidurnya, ia dapat merasakan sesuatu yang berat di lengan kirinya. Cahaya matahari pagi menerobos masuk melalui jendela kamar, ia dapat mendengar tawa cekikik pelan dari depan ranjang. Melinda, luna, serta pixy tengah berdiri di ambang pintu kamar puri dengan wajah merona, tepat di belakang mereka berdiri ketiga temannya dengan wajah masam. Dia dapat melihat jiwa berlalu pergi tanpa tersenyum atau memandang wajahnya. Ada rona marah di dalam wajah itu dan virgo baru menyadari alasan dari semua ekspresi teman-temannya. Tepat di sisi tubuhnya puri tertidur dengan nyaman, tangannya melingkari tubuh puri tepat di bawah selimut. Ia terkejut saat mendapati wajah puri begitu dekat dengannya, dia mendorong tubuh kecil itu hingga bunyi gedebuk dan jeritan kesal menyadarkannya. Puri terbaring dengan tubuh terbungkus selimut saat virgo dengan tidak berperasaan menendang tubuhnya, ia bangkit dengan tubuh terbelit selimut.

Game Over Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang