___
Jeje mengerjap pelan membuka matanya, pertama kali yang ia rasakan adalah sekujur tubuhnya terasa sangat lemas, dan juga pusing mendera kepalanya.
Ia melirik ke arah samping, dan tersenyum saat mendapati seorang wanita yang tertidur menelungkup sambil memegang tangannya yang terbebas dari infus.
"Ma- ma.." bisiknya lirih dan terdengar serak.
Jennie yang merasa ada pergerakan pun terbangun, saat mendongak ia terkejut melihat anaknya sudah sadar.
"Jeje? k-kamu sadar nak?"
Ia pun buru-buru memencet tombol di samping ranjang, guna memanggil seorang dokter untuk memeriksa keadaan Jeje yang sudah terbangun dari masa kritisnya.
Tak menunggu lama, sang dokter datang dan mulai melakukan pemeriksaan, sedangkan Jennie terlihat berharap cemas menunggu hasil pemeriksaan dokter.
"Gimana fin? anak saya gak papa kan?" Jennie langsung bertanya setelah dokter Dafin selesai memeriksa.
Dokter Dafin tersenyum menenangkan "Jeje berhasil melewati masa kritisnya, keadaannya juga sudah jauh lebih baik dari sebelumnya" Ucapnya setelah mengganti alat pernafasan Jeje dengan nassal canula.
Jennie berucap syukur mendengarnya "lalu bagaimana dengan ingatannya?" tanyanya cemas, berharap sang anak masih mengingat semuanya.
Dokter Dafin menghela nafasnya, lalu menjawab "Untuk saat ini ingatannya belum terlalu parah, dia masih bisa mengingat kembali, namun sepertinya dia terkadang akan lupa dengan hal-hal kecil, seperti tidak mengingat jalan pulang, ataupun tentang kebiasaannya yang lain"
Jennie tersenyum getir menerima kenyataan itu, dia sebisa mungkin akan berusaha membuat anaknya kembali mengingat lagi walaupun itu sangatlah sulit.
Setelah Dafin berpamitan dan berlalu keluar dari sana, Jennie terdiam sejenak melihat anaknya yang kini juga tengah menatapnya dengan senyuman yang terulas di bibirnya.
Jennie kembali duduk di samping anaknya, tangannya mengusap pucuk kepala Jeje lembut.
"Jeje mau makan apel gak? mama suapin ya"
Jean mengernyit bingung mendengar nama itu, namun ia mengangguk dan menerima suapan buah apel yang sudah di potong itu ke mulutnya.
Setelah mengunyah dan menelannya, dia segera bertanya yang menjadi kebingungannya "Ma.. Jeje itu siapa? bukannya namaku Jean ya?" Ucapnya menatap Jennie bingung.
Jennie sedikit terkejut, namun ia berusaha tetap tenang karena sekarang ingatan anaknya tengah bermasalah.
"Jeje itu panggilan kamu dari kecil sampai sekarang, itu panggilan sayang dari mama, papa, dan Yasa buat kamu sayang" Ucapnya sambil mengusap kepala Jeje dengan tatapan sendu.
Jennie tidak tau kapan penderitaan anaknya ini akan berakhir, dia tidak tega melihat anaknya sakit seperti ini.
Jean mengangguk-angguk mengerti, dia baru ingat dengan panggilannya itu, tapi setelahnya dia membulatkan matanya saat mengingat seseorang.
"Oh iya Yasa kemana ma? terakhir Jean ingat waktu itu kita pergi ke taman hiburan bareng sama papa" ucapnya sembari mengingat ingat waktu itu, tapi setelahnya kepalanya terasa berputar karena pusing yang mendera.
Jennie yang melihat anaknya memegangi kepalanya pun terlihat panik "udah jangan di paksain ingatannya, sekarang Yasa lagi jengukin Doni yang sakit bareng temen-temennya" Ujarnya masih menatap anaknya cemas, namun tak dapat di pungkiri hatinya merasa senang karena Jean sudah mengingat Yasa lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝙰𝚂𝙰 & 𝙹𝙴𝙹𝙴 [END]
Teen Fiction[Dalam tahap revisi] _____ Ini tentang kisah si kembar yang terlihat ceria bersama teman-temannya. Namun di balik itu semua, mereka ingin membuktikan bahwa mereka itu kuat. Lemah bukan berarti tidak bisa bukan? _____ [Brothership, Friendship, angst]...