•°Memburuk°•

155 15 0
                                    

___


Sejujurnya aku merasa takut, kini binar di matanya sudah hilang.

Senyumannya telah pudar, dan tergantikan oleh rasa sakit yang di deritanya.

Aku hanya bisa berharap dia baik-baik saja, di saat aku merasa takut akan kehilangannya.

- Yasa Keanu Winata -












Beberapa hari silih berganti, Namun keadaan Jean setiap harinya justru terus saja menurun. Bukannya membaik, kondisi Jean sekarang bisa di katakan tidak baik-baik saja.

Betapa hancurnya mereka. Saat mendengar kenyataan bahwa Jean telah di nyatakan lumpuh total.

Namun entah ini adalah sebuah keajaiban atau tidak, Jean masih bisa mengingat orang-orang tersayangnya, termasuk saudara kembarnya, Yasa. Hanya saja dia tidak bisa mengingat hal-hal kecil yang sudah menjadi kebiasaannya di masa lalu.

Yasa memperhatikan Jean yang sejak tadi hanya diam saja menatap kosong ke depan. Semenjak di nyatakan lumpuh total, Jean menjadi pribadi yang sangat jarang berekspresi. Ia juga sering mendapati kembarannya itu melamun sendirian di taman belakang rumah mereka seperti saat ini.

"Je.. masuk ke dalam yuk? di sini udaranya dingin, entar lo sakit"

Jean masih menatap kosong ke depan, entah apa yang dia pikirkan. Yasa bisa melihat jika mata itu seperti tak ada binar kehidupan.

Ada perasaan sakit saat dirinya harus melihat Jean seperti ini.

Yasa tersentak ketika Jeje menjawab ucapannya. Hatinya begitu sakit mendengar perkataan Jeje yang membuatnya tertampar oleh kenyataan.

"Gue kan emang udah sakit sa" Ucapannya itu bagaikan belati yang menusuk hati siapapun saat mendengarnya.

Mata Yasa berkaca-kaca, dia duduk berlutut di samping Jean, lalu memeluk kembarannya itu dengan erat.

"Je.. lo gak boleh ngomong kayak gitu, lo pasti sembuh!"

Jean menolehkan kepalanya menghadap Yasa. Ia menatap Yasa dengan tatapan sayu nya.

"Gue harap juga begitu sa, tapi lo tau kan perkataan om Dafin waktu itu? penyakit sialan ini gak mungkin bisa sembuh!" Jean memukul-mukul kakinya yang tidak bisa lagi dia gerakkan.

Yasa menggeleng-gelengkan kepalanya cepat, dia tidak akan pernah menerima kenyataan itu. Dia berfikir Jean pasti akan segera sembuh, dan ia berharap akan ada keajaiban suatu saat nanti.

"Udah je.. gue gak mau bahas ini lagi, sekarang kita masuk ke rumah yuk! kayaknya mau hujan deh-" ucapnya mengalihkan pembicaraan, kemudian ia menatap langit di atasnya.

"-tuh langitnya aja udah item-item gitu kayak si Jovan" ia juga sedikit bercanda untuk menormalkan kembali suasana, dan Jean terkekeh mendengar candaannya itu.

Yasa mencubit pipi Jean yang menirus "Nah gitu dong senyum, kalau gini kan gak jelek kayak tadi!" Namun perkataannya itu malah membuat Jean kesal, dan menjewer telinga nya dengan kuat.

"Anjir! sakit bego!!" Pekiknya kesakitan.

Jean mencebik kesal "Rasain dah tuh! udah ah ayo masuk!"

Yasa cemberut, namun ia segera mendorong kursi roda Jeje untuk masuk ke dalam rumah. Cuaca di luar sudah terlihat mendung, itu artinya hujan akan segera turun.

Jean duduk di kursi rodanya menghadap meja belajar. Dia terlihat sedang menulis sesuatu di buku diary nya.

𝙰𝚂𝙰 & 𝙹𝙴𝙹𝙴 [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang