CH.7 PEJAMKAN MATAMU, RANIA

208 22 3
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Keesokan paginya, Alvino diantar oleh Riki pergi tergesa-gesa meninggalkan rumah sakit.

Mengendarai mobil milik Riki, keduanya kini sudah membelah jalanan ibu kota yang sedikit lengang. Hiruk pikuk kepadatan kendaraan yang biasanya memenuhi penglihatan setiap pengguna jalanan, hari ini tampak berbeda. Entah ada hari spesial apa yang membuat jalanan hari ini benar-benar memberikan suasana berbeda.

Sedari tadi wajah Alvino terlisah sangat gelisah. Berkali-kali dia menarik dan membuang nafas seperti tengah mengontrol kecepatan dari detak jantungnya. Posisi duduk Alvino juga tidak tenang. Sesekali dia menyandarkan punggungnya, kemudian tidak lama setelahnya dia kembali menegakkan punggungnya.

Riki mengawasi gerakan tubuh Alvino melalui ekor matanya, dapat menandai kalau saat ini adik angkatnya itu sedang dalam kondisi hati yang dilanda kecemasan.

"Lo cemas?" tanya Riki dengan pandangan tetap lurus ke depan.

"Gue semakin takut, Bang. Gue ngga siap kalau harus kehilangan mereka."

Riki menoleh sekilas melihat Alvino seraya menyatukan kedua alisnya. "Mereka?" tanya Riki mengulang omongan Alvino.

Alvino mengangguk lalu menjawab, "Ibu gue dan Rania."

Riki mengangguk paham. Dia tidak lagi bertanya panjang lebar. Riki kembali melemparkan pandangannya lurus menatap jalan mengendarai mobilnya sampai ke tempat tujuan mereka.

Akhirnya Alvino dan Riki tiba di depan ruko milik Emil. Riki berdesis mengejek saat membaca plang yang terbuat dari besi di depan ruko tersebut.

"Koperasi Makmur Jaya," cibir Riki. Riki membaca ulang tulisan tersebut lalu kembali melanjutkan," Bersembuyi dibalik kata Koperasi. Kenapa ngga sekalian dia tambahin Syari'ah biar terlihat lebih religi. Sekali rentenir tetap rentenir, sekali lintah darat tetap lintah darat, belaga sok pakai kata Koperasi."

Riki sudah geram dengan pria yang dipanggil Emil itu. Sikap sombong dan belagunya seolah memperlihatkan kalau dia tidak akan pernah terpuruk. Rasa sombongnya mungkin sudah membuatnya lupa kalau ada Tuhan di atasnya.

Aaahh ... ngga mungkin dia ingat Tuhan, batin Riki sembari mengikuti langkah Alvino yang sudah di dampingi dengan salah seorang anak buah Emil untuk memasuki ruang kerja Emil.

Saat pintu ruang kerja Emil terbuka, sebuah pemandangan mengejutkan terjadi dan membuat Alvino termangu di tempatnya.

Rania, sosok kekasihnya itu kini berada di depan matanya yang juga terkejut melihat kehadiran Alvino. Rania segera bertanya pada Emil yang duduk di sebelahnya.

"Maksud Ayah suruh aku ke sini apa?"

Emil yang kini sedang menyandarkan punggungnya pada kursi panjang dekat meja kerjanya, menjulurkan tangannya lalu membelai lembut rambut Rania yang duduk persis di sebelahnya.

BLACK ROSE (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang