CH.9 KEPERGIAN IBU DAN RANIA

194 25 0
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Awan putih menggantung dan berjalan pelan di atas kepala Alvino. Tubuhnya kini dia dudukan di atas bangku putih panjang yang di sekelilingnya terdapat hamparan rumput hijau serta di hadapannya terlihat taman bunga mawar. Pandangan Alvino mendangak ke atas. Berkali dia menghela nafas berat. Sayup-sayup matanya mulai tertutup dan merasakan hembusan lembut mengenai wajah pucatnya yang di bawa oleh tiupan angin.

"Vino ... Sayang," sapa lembut seorang wanita setengah baya dengan pakaian putih panjang menutup tubuhnya.

Alvino membuka matanya lalu menoleh menghadap wanita tersebut dengan kedua matanya yang sudah berkaca-kaca. Senyum getir dari wajahnya tercetak saat mata teduhnya menatap wanita yang dia panggil "Ibu".

"Ibu ...," panggil Alvino dengan suara bergetar. Dia menggeser tubuhnya untuk lebih mendekat pada ibunya. "Kenapa Ibu pergi meninggalkan, Vino? Vino sekarang sendirian, Bu," sambung Alvino dengan suara yang tetap bergetar.

Ratna tersenyum simpul lalu meraih pundak Alvino dan memeluknya. Alvino kembali memejamkan maatanya dan menghirup dalam-dalam aroma khas ibunya yang selalu memberikan ketenangan pada dirinya.

"Sayang, kamu ngga boleh putus asa. Biar pun raga Ibu ngga bisa kamu lihat, tapi kamu harus percaya jiwa Ibu tetap bisa melihat kamu. Apa pun yang terjadi sama kamu, Ibu tahu dan Ibu akan sedih kalau kamu sampai hancur berantakan.

"Ibu pergi memang sudah waktunya, Vino. Semua yang bernyawa pasti akan meninggal, kita hanya menunggu waktunya saja dan sekaranglah waktunya untuk Ibu yang pergi. Ibu akan tunggu kamu di sini." Ucapan Ratna kembali menyayat hati Alvino saat dia teringat bahwa dirinya kini sudah sendiri.

"Ibu pergi ... Rania juga pergi ... Vino benar-benar sendiri sekarang, Bu. Cahaya Vino semuanya sudah pergi. Vino gelap, Bu," lirih Alvino.

"Itulah kenapa, Sayang, kamu jangan menaruh harapan pada manusia karena kita semua akan pergi. Mulai sekarang, kamu taruh harapanmu di atas telapak tanganmu lalu kamu angkat tinggi-tinggi tanganmu, kamu serahkan semua harapanmu sama Tuhan. Ibu yakin, Tuhan tidak akan pernah membuang harapanmu hanya mungkin Tuhan akan menggantinya dengan yang lebih baik jika menurut Tuhan, harapanmu tidak baik untukmu."

Alvino mengangkat wajahnya dan menatap sedih wajah ibunya yang sangat ia rindukan.

"Bu, Vino sakit ... hati Vino sakit. Pengorbanan Vino untuk mempertahankan Rania semua sia-sia."

"Ibu tahu. Ya sudah, sekarang kamu harus bangkit dan bangun masa depanmu sendiri. Kamu tunjukan kalau kamu mampu dan berhasil. Ibu percaya, anak Ibu ini kuat.

"Waktu Ibu sudah habis, Ibu sekarang pergi ya. Kamu harus kuat dan bangkit, Alvino!"

"Bu ... Ibu jangan pergi ... jangan, Bu ... Vino masih butuh, Ibu!"

"IBUUU!!!" teriak Alvino secara tiba-tiba dan mengagetkan Riki yang berada di sebelahnya tengah mengemudi.

"Al ... lo kenapa?" Riki segera menolehkan kepalanya melihat Alvino yang wajahnya sudah dipenuhi tetesan cairan keluar dari pori-pori kulitnya. Mobil yang saat ini sedang dia kendarai, langsung dia tepikan terlebih dulu dan melihat kondisi Alvino yang masih rapuh.

BLACK ROSE (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang