CH.10 HARI TANPAMU

197 22 1
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Ujian akhir sekolah telah selesai diselenggarakan. Alvino dengan bangga berhasil lulus dengan nilai sempurna. Selain itu juga, Alvino dinyatakan lolos setelah mengikuti serangkaian test ujian masuk ke salah satu sekolah tinggi milik pemerintah yang sudah Alvino rencanakan.

"Al ...," panggil Riki. Riki menghampiri Alvino yang sedang menghabiskan satu batang rokok di sela jemarinya, kemudian melanjutkan kalimatnya, "Lo kapan berangkat? Rambut lo udah dipotong aja."

Riki mengusap rambut kepala Alvino yang kini sudah dipangkas cepak.

"Dua hari lagi, Bang," jawab Alvino sembari membuang asap putih ke udara.

"Semangat ya, Al. Gue yakin lo akan sukses. Jangan tangkep gue ya, Al," canda Riki sembari mendaratkan bokongnya tepat di sebelah Alvino dan menyeruput kopi hitam yang dia bawa dari dapur.

Alvino berdesis sebal lalu memukul lengan Riki. "Apaan sih lo, Bang. Makanya cepet di legalin, Bang. Pemain lo juga bagus-bagus sekarang," saran Alvino yang mendapatkan satu kali anggukan kepala dari Riki.

"Bisa gue pertimbangkan," jawab Riki dengan sedikit diselingi tawa.

***

Satu hari sebelum keberangkatan dirinya, Alvino memutuskan untuk mendatangi makam Ratna. Di sana, Alvino bersimpuh dengan tangannya yang memegang batu nisan cokelat tertulis nama ibunya. Alvino tidak lagi menunjukkan sisi rapuhnya. Alvino sudah semakin kuat untuk mengantarkan sebuah kebanggaan kepada Ratna yang kini tengah menyaksikan dirinya dari atas sana.

Setelah selesai mengunjungi makam Ratna, Alvino mengarahkan sepeda motornya menuju rumahnya dulu. Dia menyempatkan diri untuk membersihkan tempat itu walaupun banyak terdengar gunjingan-gunjingan tidak sedap yang terlontar dari mulut tetangganya. Alvino tidak peduli dan tidak akan pernah mau memperdulikan hal tersebut. Fokus Alvino saat ini hanyalah masa depannya.

Tidak dipungkiri, walaupun Alvino berusaha untuk melepaskan perasaan sakitnya kepada Rania, tapi tiap sudut rumah ini semua sudah dipenuhi dengan kenangannya bersama Rania. Kini Alvino sadar, bukan tidak bisa melepaskan orangnya tapi tidak bisa menghilangkan segala kenangan indah yang pernah mereka ukir bersama. Tawa Rania, senyum Rania, dan sikap manjanya yang membuat senyum tipis Alvino mengembang. Di dalam lamunannya, Alvino kembali teringat moment bahagianya bersama Rania.

"Vino, aku ngga suka seledri iihh," gerutu Rania saat Alvino membelikannya bakso dan terdapat seledri di dalamnya.

"Ya udah, sini aku pindahin ke mangkok aku." Alvino dengan lembut mengambil seledri yang ada di mangkok Rania lalu di pindahkan ke dalam mangkoknya.

"Vino, kamu kenapa harus belajar taekwondo dan karate?"

"Biar aku bisa lindungin kamu dan Ibu."

Kenangan-kenangan itu satu per satu berbaris muncul di dalam benak Alvino. Sampai akhirnya, kenangan di mana Rania datang dan ternyata hari itu adalah hari perjodohannya. Kembali Alvino memegangi dadanya yang tiba-tiba terasa sesak. Rania adalah obat sekaligus racun bagi Alvino, dan sayangnya Alvino membutuhkan itu semua dari Rania.

BLACK ROSE (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang